Kendala Dalam Pemilihan Lokasi Pada Pembangunan Fasilitas Pengolahan Emas Bebas Merkuri di Pertambangan Emas Skala Kecil (PESK)

PESK di Indonesia

PESK atau lebih dikenal dengan Pertambangan Emas Skala Kecil adalah pertambangan emas yang dilakukan oleh penambang individu atau koperasi dengan modal dan produksi yang terbatas. Kegiatan PESK di Indonesia semakin marak terjadi dan menyebar di berbagai wilayah terutama pasca terjadinya reformasi politik pada Tahun 1998. Kegiatan PESK umumnya beroperasi secara informal dan mengekploitasi cadangan-cadangan emas marginal yang terletak di daerah terpencil dengan akses yang sulit dijangkau seperti di hutan lindung bahkan di kawasan konservasi. Di beberapa tempat, kegiatan pengolahan emas PESK dilakukan di tengah-tengah pemukiman penduduk.

Peta geologi Indonesia menunjukkan bahwa sebaran potensi cadangan emas di Indonesia merata diseluruh propinsi, menjadikan Indonesia ada di posisi ketujuh produsen emas terbanyak di dunia. Pada 2018, produksi emas global dilaporkan mencapai 3.332 ton. Angka ini meningkat 2 persen dari tahun sebelumnya, dan merupakan produksi terbesar selama empat tahun terakhir, menurut survei emas dari GFMS pada 2019. Indonesia pun menjadi salah satu negara penghasil emas terbesar di dunia. Sekitar 190 ton cadangan emas tersimpan di negara kita, meningkat 36 ton atau 23% dibandingkan di tahun 2018.

Kegiatan PESK terdapat dihampir seluruh provinsi di wilayah Indonesia. Hal ini dapat dilihat sebaran lokasi PESK untuk spot yang tersebar dibeberapa provinsi sebagaimana pada peta di bawah ini:

Gambar 1. Peta Sebaran Lokasi PESK di Indonesia

(Sumber: Kementerian Energi dan Sumberdaya Mineral, 2016)

Berdasarkan dokumen BCRC-SEA Minamata Initial Assessment, 2019, diperoleh data jumlah penambang, penggunaan merkuri, emisi merkuri dan produksi emas di 24 lokasi penambangan emas skala kecil yang tersebar di wilayah Indonesia. Diketahui bahwa total jumlah penambang di 24 lokasi PESK adalah sebanyak 105.600 orang di pertambangan emas primer, dan 73.600 orang di pertambangan emas sekunder dengan perkiraan jumlah penggunaan merkuri dalam setahun adalah sebesar 1.727,5 ton, perkiraan emisi merkuri sebesar 345,5 ton dan total perkiraan produksi emas sebanyak 53,8 ton dalam setahun.

Gambar 2. Alat Gelundung Proses Pengolahan Emas Menggunakan Merkuri


Berdasarkan data yang dipublikasikan oleh United Nations Environment Programme (UNEP) (2019) sektor Pertambangan Emas Skala Kecil (PESK) di seluruh dunia merupakan sumber terbesar pelepasan merkuri ke lingkungan yang mencapai 37 persen dari total emisi merkuri. Sifat merkuri yang dapat terakumulasi pada ekosistem yang kompleks, sehingga dapat berkontribusi pada polusi merkuri global termasuk dalam mencemari ekosistem dan perikanan dunia. Paparan merkuri dapat menyebabkan masalah kesehatan yang serius khususnya pada perkembangan

bayi di dalam kandungan sebagai tahap awal kehidupan. Oleh karena itu, penghapusan merkuri dari sektor PESK merupakan hal yangsangat penting, meskipun demikian sektor PESK telah menjadi sumber mata pencaharian yang sangat penting bagi ratusan juta orang di seluruh dunia.

Merkuri

Secara alami, bahan baku merkuri berasal dari batuan induk sinabar (HgS) dengan komposisi utama merkuri sulfida. Sebagai negara yang memiliki banyak gunung berapi aktif maka keberadaan batu induk sinabar dengan mudah dapat diperoleh, namun hingga saat ini keberadaan batu induk sinabar berasal dari Pulau Seram di Propinsi Maluku. Saat ini pemerintah Indonesia melakukan upaya penutupan batu sinabar, akan tetapi kerap kali para penambang melakukan kegiatan batu sinabar secara diam-diam.

Penggunaan merkuri dalam kehidupan sehari-hari memberikan dampak terhadap kondisi dan kualitas lingkungan hidup dan kesehatan manusia. Hal ini terjadi akibat penggunaan Merkuri yang tidak dikelola dengan baik. Sebagai contoh, dalam pengggunaan merkuri di PESK, masyarakat penambang sangat jarang membuat bak penampungan limbah dan membuang limbah langsung ke lingkungan. Perilaku semacam ini akan menimbulkan dampak buruk bagi biota di tanah dan air yang disebabkan oleh masuknya Merkuri kedalam rantai makanan.

Selain dampak terhadap kondisi dan kualitas lingkungan hidup, penggunaan Merkuri juga memberikan dampak terhadap kesehatan manusia seperti:

gambar 4. Anak-anak Terpapar Merkuri (Sumber : Medicuss)

Pada PESK, merkuri digunakan untuk memisahkan emas dari ore (bijih). Teknik ekstraksi bijih emas dengan cara mencampurkan merkuri ke dalam bijih emas ini disebut amalgamasi. Pada teknik ini, para penambang menambahkan merkuri ke dalam slurry yaitu campuran antara bijih emas yang sudah digerus dengan air dalam komposisi tertentu. Penambahan dan pemakaian merkuri selama proses pengolahan emas tersebut sering kali tidak terkontrol sehingga menimbulkan pencemaran lingkungan terutama lingkungan perairan. Berikut alur proses pengolahan emas amalgamasi yang dilakukan oleh PESK. Gambar di bawah ini berwarna merah menunjukan kemungkinan adanya pelepasan merkuri ke lingkungan.

Gambar 5. Alur Proses Pengolahan Emas Menggunakan Merkuri (Sumber: Yayasan Tambuhak Sinta)

Potensi PESK

PESK memiliki potensi yang besar dalam memberikan dampak positif terhadap pembangunan ekonomi khususnya bagi masyarakat kurang mampu yang tinggal di daerah-daerah. PESK dianggap sebagai sebuah mekanisme ekonomi yang dapat menyediakan lapangan kerja dan mengurangi tingkat pengangguran terutama dimasa pandemi Covid 19 ini. Bagi beberapa komunitas penduduk, kegiatan usaha ini menjadi mata pencaharian utama yang menopang kehidupan sehari-hari mereka. Sedangkan untuk kelompok yang lain, PESK sering dijadikan sebagai sumber penghasilan tambahan. Dampak positif ekonomi PESK tidak hanya dirasakan oleh orang-orang yang terlibat langsung tetapi juga bagi mereka yang terlibat dalam bisnis-bisnis pendukungnya seperti penyediaan kebutuhan logistik, bengkel-bengkel peralatan, dan lain-lain.

Kebijakan Pemerintah

Upaya pengurangan dan penghapusan Merkuri di Indonesia telah diinisiasi sejak tahun 2010 dan masih berlangsung sampai dengan saat ini. Berbagai kebijakan dan peraturan perundangan telah diterbitkan sebagai bentuk nyata komitmen Pemerintah Indonesia terhadap penyelesaian masalah yang timbul akibat penggunaan Merkuri

Tahun 2017 menjadi momentum penting dalam upaya pengurangan dan penghapusan Merkuri di Indonesia. Diawali pada tanggal 9 Maret 2017, Presiden Republik Indonesia dalam rapat terbatas mengeluarkan 7 intruksi presiden terkait merkuri di sektor pertambangan emas skala kecil:

1.Pengaturan Kembali tata kelola PESK,

2.Penghentian penggunaan Merkuri,

3.Pengawasan ketat penggunaan Merkuri,

4.Pengawasan sumber pengadaan dan distribusi Merkuri,

5.Pemahaman masyarakat tentang bahaya Merkuri,

6.Pengalihan mata pencaharian penambang PESK, dan

7.Pertolongan medis bagi masyarakat terpapar Merkuri

Pemerintah Indonesia melalui Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) bertekad menghapus penggunaan merkuri padaPertambangan Emas Skala Kecil (PESK). Pemerintah Indonesia telah meratifikasi Konvensi Minamata dalam Undang-Undang No. 11 Tahun 2017 tentang Pengesahan Minamata Convention on Mercury yang telah ditandatangani pada tanggal 20 September 2017.Tujuan dari konvensi ini adalah untuk melindungi kesehatan manusia dan lingkungan hidup dari emisi dan pelepasan merkuri atau senyawa merkuri. Hal ini juga didukung dengan adanya Peraturan Presiden Republik Indonesia No. 21 Tahun 2019 Tentang Rencana Aksi Nasional Pengurangan dan Penghapusan Merkuri (RAN-PPM) serta Penerbitan PermenLH No. 81 Tahun 2019 tentang Pelaksanaan Perpres Nomor 21 Tahun 2019 tentang RAN-PPM.

RAN-PPM memuat strategi, kegiatan, dan target pengurangan dan penghapusan merkuri prioritas pada bidang manufaktur, energi, pertambangan emas skala kecil dan kesehatan.

Target dalam RAN PPM, penggunaan merkuri untuk sektor manufaktur berkurang 50% dan energi berkurang 33,2% pada 2030. Untuk sektor pertambangan emas skala kecil berkurang 100% pada 2025. Sektor kesehatan berkurang 100% pada 2020.

Strategi yang termuat dalam RAN PPM, yakni penguatan komitmen, koordinasi, dan kerjasama antarkementerian lembaga pemerintah. Juga, penguatan koordinasi kerja sama antar pemerintah pusat dan daerah, pembentukan sistem informasi, penguatan keterlibatan masyarakat melalui komunikasi, informasi, dan edukasi. Lalu, penguatan komitmen dunia usaha dalam pengurangan merkuri, serta penerapan teknologi alternatif ramah lingkungan. Juga soal pengalihan mata pencaharian masyarakat lokal dan penguatan penegakan hukum.

Pembangunan Fasilitas Pengolahan Emas Non Merkuri

Melihat permasalahan di sektor PESK di atas dan potensi yang besar,Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan melalui program prioritas nasional telah membangun fasilitas pengolahan emas bebas Merkuri di beberapa lokasi di PESK mulai tahun 2017 sampai dengan tahun 2020.

Berikut lokasi pembangunan Fasilitas Pengolahan Emas Bebas Merkuri yang telah dibangun oleh KLHK :

Tabel Pembangunan Fasilitas Pengolahan Emas Bebas Merkuri oleh KLHK

Tahun 2017-2020

No. Lokasi Kapasitas Teknologi Gambar
1. Desa Lebak Situ, Kecamatan Lebakgedong, Kabupaten Lebak – Banten (2017) 1.5 Ton/Batch Leaching Sianida

2. Desa Pelangan, Kab. Lombok Barat – Nusa Tenggara Barat (2018) 1.2 Ton/Batch Leaching Sianida

3. Desa Kadundung, Kab. Luwu – Sulawesi Selatan (2018) 0.75 Ton/hari Konsentrasi Gravitasi

4. Desa Sambi, Kab, Kotawaringin Barat – Kalimantan Tengah (2018) 0,5 Ton/Batch Leaching Sianida

5 Desa Ramang, Kab. Pulang Pisau – Kalimantan Tengah (2019) 180 kg/hari Konsentrasi Gravitasi

6 Desa Hulawa, Kab. Pohuwato – Gorontalo (2019) 150 kg/hari

Konsentrasi Gravitasi

7 Desa Anggai, Kab. Halmahera Selatan – Maluku Utara (2019) 1 ton/batch

Leaching Sianida

8 Desa Pulau Aro, Kecamatan Kuantan Tengah, Kabupaten Kuantan Singingi (2020) 600 kg/hari Konsentrasi Gravitasi

Untuk membangun teknologi pengolahan emas untuk Pertambangan Emas Skala Kecil (PESK) tidak terlepas dari pemilihan lokasi pembangunan, karena sangat dipengaruhi oleh beberapa faktor/variabel di wilayah lokasi tersebut. Selain itu, dengan dilakukan pembangunan teknologi pengolahan emas juga akan memberikan dampak terhadap beberapa fungsi di sekitar lokasi. Oleh sebab itu, beberapa kriteria menjadi pertimbangan di dalam pemilihan lokasi pembangunan teknologi pengolahan emas non merkuri antara lain:

1.Legalitas (pembangunan fasilitas dilakukan di WPR atau IPR)

2.Sumber Bijih/Karakteristik Bijih

3.Status kepemilikan lahan milik Pemda

4.Kondisi Topografi

5.Stabilitas lahan

6.Aksesibilitas

7.Keamanan

8.Ketersediaan Air dan Listrik

Dalam perjalanan waktu proses pembangunan fasilitas tersebut terdapat kendala-kendala yang ditemukan yang salah satunya yaitu pemilihan lokasi pembangunan fasiitas pengolahan bebas merkuri. Pemilihan lokasi sangat penting dalam upaya keberlanjutan fasilitas yang telah dibangun.

Berikut kendala-kendala dalam pemilihan lokasi pembangunan fasilitas pengolahan emas bebas merkuri:

1.Wilayah Pertambangan Rakyat (WPR) dan Izin Pertambangan Rakyat (IPR)

2.Sumber Bijih/Karakteristik Bijih

3.Status kepemilikan lahan milik Pemda

4.Perizinan dan Komitmen Pemerintah Daerah

5.Stabilitas lahan

6.Aksesibilitas

7.Keamanan

8.Ketersediaan Air dan Listrik

Pemilihan lokasi pembangunan fasilitas pengolahan emas bebas merkuri berada di lokasi yang mempunyai legalitas yaitu di WPR dan IPR. Akan tetapi, untuk WPR khususnya emas berdasarkan informasi dari ESDM sangat sedikit. Terlebih lagi data WPR yang dimiliki Kementerian ESDM tidak dijelaskan secara detail komoditas WPR tersebut apakah emas, batuan, ataupun mineral logam lain sehingga diperlukan konfirmasi kembali ke daerah masing-masing. Jumlah WPR emas berdasarkan informasi ESDM adalah 68 WPR dengan luas 410.882 Ha (Sumber: KemenESDM,2019) . Faktanya dilapangan bahwa WPR emas yang telah ditetapkan oleh pemerintah daerah belum sepenuhnya diakomodir oleh Keputusan Menteri ESDM No. 3672 Tahun 2017 tentang Penetapan Wilayah Pertambangan Pulau Sumatera, Pulau Kalimantan, Pulau Maluku, Pulau Jawa dan Bali, Pulau Sulawesi, Pulau Nusa Tenggara, dan Pulau Papua. Selain itu, penetapan WPR Emas yang telah ditetapkan Kepmen ESDM dan Keputusan Gubernur, pada saat dilakukan kunjungan lapangan kerap dijumpai WPR yang ada tidak memiliki kegiatan penambangan sehingga sulit untuk menentukan apakah di lokasi tersebut mengunakan merkuri atau tidak. WPR yang ditetapkan juga belum sepenuhnya tergambarkan bagaimana potensi dan cadangan mineral emas.

Dari jumlah titik lokasi pertambangan emas skala kecil hanya 4 IPR komoditas emas yang telah diterbitkan oleh Kementerian ESDM saat ini. Faktanya dilapangan bahwa IPR yang telah ditetapkan oleh Pemerintah Provinsi tidak terinformasikan kepada Kementerian ESDM sehingga ditemukan data IPR berbeda antara Provinsi dan Kementerian ESDM. Banyaknya data IPR yang tidak diperpanjang menjadi hal dilema dalam PESK.

Selain itu, berdasarkan wawancara dengan penambang dilapangan ditemukan beberapa hal sebagai berikut:

a.penambang tidak mengetahui mengenai tata cara pengajuan IPR dan kegiatan pertambangan harus dilakukan di dalam Wilayah Pertambangan Rakyat (WPR) yang memiliki IPR;

b.Kurangnya informasi tentang WPR sehingga membuat masyarakat banyak melakukan kegiatan pertambangan di luar WPR;

c.Adanya kebijakan mengenai WPR dan IPR yang berubah-ubah sehingga penambang tidak terinformasikan dengan baik;

d.Kurangnya sosialisasi dari pemerintah pusat dan daerah kepada penambang mengenai peraturan dan kebijakan PESK.

Lokasi pembangunan fasilitas pengolahan emas non merkuri sebaiknya berdekatan dengan sumber bijih. Hal ini bertujuan agar memudahkan penambang dalam mengolah emas yang diperoleh dari sumber bahan baku. Selain itu, lokasi yang berdekatan dengan sumber bijih untuk mengurangi biaya operasional penambang dalam proses pengolahan emas.

Pembangunan Fasilitas Pengolahan Emas Bebas Merkuri harus status kepemilikan lahan milik Pemda. Hasil kunjungan lapangan banyak dijumpai bahwa Pemda tidak memiliki lahan di sekitar kegiatan pertambangan sehingga faktanya tanah milik perorangan/penambang harus dihibahkan terlebih dahulu kepada Pemda. Proses hibah tanah ini membutuhkan waktu cukup lama. Selain itu, adanya perubahan lokasi yang semula sudah ditetapkan berdasarkan hasil kunjungan lapangan kemudian berubah karena pemilik lahan tidak bersedia menghibahkan tanahnya ke Pemda sehingga membutuhkan waktu untuk mencari kepemilikan lahan yang baru.

Perizinan pembangunan fasilitas pengolahan emas bebas merkuri menjadi hal yang penting. Lamanya proses pengurusan izin oleh Pemda terkait izin lingkungan dan izin mendirikan bangunan menjadi hal yang sering dijumpai dalam proses pembangunan fasilitas. Hal ini dikarenakan tidak tersedianya anggaran Pemda dalam penyusunan izin tersebut. Untuk itu, peran pemerintah daerah sangat penting untuk proses pembangunan fasilitas pengolahan emas bebas merkuri pada setiap lokasi yang telah ditetapkan sehingga kesiapan dalam hal aspek administrasi dan teknis dapat berjalan dengan baik.

Dalam pemilihan lokasi pembangunan penting untuk memiliki lokasi berada di lahan yang stabil dan tidak mudah longsor. Kondisi kualitas tanah serta lapisan tanah yang baik membuat kualitas bangunan menjadi lebih kuat dan kokoh. Hasil kunjungan lapangan, banyak kegiatan PESK berada di lereng gunung dan sulit untuk menemukan lokasi lahan yang stabil sehingga diperlukan waktu yang cukup lama dalam melakukan kunjungan lapangan.

Aksesibilitas bagi kegiatan pembangunan fasilitas pengolahan emas bebas merkurimemiliki fungsi yang sangat penting terutama dalam rangka kemudahan mobilitas pergerakan dan tingkat pencapaian (aksesibilitas) baik dalam penyediaan bahan baku, pergerakan manusia dan pemasaran hasil-hasil produksi. Jaringan jalan yang baik untuk kegiatan pengolahan, harus memperhitungkan kapasitas dan jumlah kendaraan yang akan akan melalui jalan tersebut. Hasil kunjungan lapangan dijumpai beberapa lokasi yang sulit ditempuh menggunakan kendaraan umum. Pada umumnya kegiatan PESK berada jauh dengan pemukiman dan berada di daerah penggunungan ataupun perbukitan.

Keamanan di lokasi pembangunan harus dipastikan mendapatkan akses prioritas (project security) oleh pemerintah daerah setempat, aparat kecamatan, aparat desa, maupun masyarakat sekitar. Berdasarkan hasil kunjungan lapangan ada disalah satu fasilitas terjadi pencurian mesin pompa air dan bahan kimia sehingga faktor keamanan menjadi hal penting untuk keberlanjutan fasilitas pengolahan bebas merkuri.

Ketersediaan air dan listrik merupakan salah satu aspek pendukung utama dalam pembangunan fasilitas pengolahan emas bebas merkuri di PESK. Sumber air dapat berasal dari air sungai dan sumur tanah, sedangkan sumber listrik dapat berasal dari genset atau perusahaan listrik negara. Hal ini menjadi kendala dalam pembangunan fasilitas pengolahan emas bebas merkuri, dikarenakan kegiatan PESK dilapangan sering dijumpai tidak adanya dukungan air dan listrik karena lokasi PESK berada di daerah pegunungan atau perbukitan. Untuk itu, tahap awal dalam persiapan pembangunan perlu diperhatikan sumber pasokan listrik dan air sehingga tidak akan ada kendala dalam persiapan pembangunan dan pengoperasian fasilitas pengolahan emas bebas merkuri.

Daftar Pustaka:

1.Mova. 2019. Reviewing national policies and regulatory framework for ASGM and mercury phase-out in ASGM. GOLD ISMIA.

2.UNEP. 2019. Global Mercury Assessment 2018. Narayana Press.

3.Peraturan Presiden No. 21 tahun 2019 tentang Rencana Aksi Nasional Pengurangan dan Penghapusan Merkuri. 2019

4.BCRC-SEA. 2019. Minamata Initial Assessment

5.Tujuh Instruksi Presiden terkait Penggunaan Merkuri pada Pertambangan Rakyat; Gatra.com.

https://www.gatra.com/detail/news/248808-tujuh-instruksi-presidenterkait-penggunaan-merkuri-pada-pertambangan-rakyat. Diakses pada tanggal 1 Desember 2020

6.Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan. Dokumen Pembangunan Fasilitas Pengolahan Emas Non Merkuri Tahun 2017-2019. 2020.

7.Produksi Emas Meningkat, Ini Dia 5 Negara Penghasil Emas Terbesar di Dunia. https://pluang.com/belajar/blog/negara-penghasil-emas-terbesar-didunia/. Diakses pada tanggal 1 Desember 2020).

8."Poin-poin Penting dalam UU Minerba yang Baru Disahkan", :https://money.kompas.com/read/2020/05/13/152543126/ini-poin-poin-penting-dalam-uu-minerba-yang-baru-disahkan?page=all Diakses pada tanggal 1 Desember 2020).

9.Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan. Buku 1 Kebijakan Pengurangan dan Penghapusan Merkuri di Indonesia. 2020. GOLD ISMIA.

10.Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan. Buku 3 Dampak Merkuri pada Kesehatan Manusia di Sektor Pertambangan Emas Skala Kecil. 2020. GOLD ISMIA.

11.Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan. Buku 4 Teknologi Pengolahan Emas pada Pertambangan Emas Skala Kecil di Indonesia. 2020. GOLD ISMIA.

Views: 3017