PENGGUNAAN ETHANOL DAN ISOPROPYL ALCOHOL

Penulis: Redny Tota Sihite, ST., MSi. Fungsional Pengendali Dampak Lingkungan Ahli Madya

Pada awal merebaknya kasus infeksi corona virus 19 (covid-19) di Indonesia pada tahun 2020, produk hand sanitizer/hand rub sangat diburu oleh konsumen, sehingga mulai sulit ditemukan di pasaran, dan jika pun tersedia namun dijual dengan harga yang cukup tinggi dibandingkan dengan harga pada situasi normal. Banyak orang kemudian mencoba membuat hand sanitizer/hand rub sendiri dengan mengikuti berbagai tutorial yang tersebar di media sosial. Alkohol sebagai bahan baku pembuatan hand sanitizer kemudian dicari banyak orang, yang mudah ditemukan di pasar online.

Organisasi dunia mengenai kesehatan, WHO (World Health Organization) mengingatkan bahwa jika Covid-19 menyebar di suatu komunitas maka perlu melakukan pencegahan sederhana seperti menjaga jarak fisik, memakai masker, memastikan ruangan berventilasi baik, menghindari keramaian, membersihkan tangan, dan jika batuk maka tutup dengan siku atau tisu yang tertekuk. Hal yang sama juga senantiasa disuarakan pemerintah untuk terus dilakukan oleh seluruh warga masyarakat Indonesia untuk mengendalikan penyebaran virus covid-19.

Membersihkan tangan sangat dianjurkan sesering mungkin dilakukan terutama setelah melakukan berbagai kegiatan, dengan menggunakan sabun dan air mengalir sehingga dapat mencegah terinfeksi covid-19. Dalam situasi tidak tersedia air dan sabun, maka hand sanitizer/hand rub menjadi alternatif untuk membersihkan tangan, terutama ketika bepergian keluar rumah.

Produk hand sanitizer/handrub berbasis alkohol dipercaya dapat dengan cepat dan efektif menonaktifkan berbagai mikroorganisme berbahaya yang menempel di tangan. Untuk pembersih tangan berbasis alkohol, Food and Drug Administration (FDA) merekomendasikan konsentrasi Ethanol atau Isopropanol (Isopropyl alcohol) 60% hingga 95%.

WHO membagikan formulasi hand sanitizer/handrub berbasis alkohol sebagai standar kebersihan tangan dalam perawatan kesehatanuntuk membantu setiap negara dan semua fasilitas kesehatan menyediakan kebutuhannya. Formulasi tersebut direkomendasikan untuk diproduksi dengan maksimum 50 liter per lot, untuk memastikan keamanan dalam proses produksi dan penyimpanan, yaitu sebagai berikut:

1.Formulasi pertama: untuk menghasilkan hand sanitizer dengan konsentrasi akhir Ethanol 80% v/v, Glycerol 1,45% v/v, Hydrogen peroxide (H2O2) 0,125% v/v. Cara pembuatan:

2.Formulasi kedua: untuk menghasilkan konsentrasi akhir Isopropyl alcohol 75% v/v, Glycerol 1,45% v/v, Hydrogen peroxide 0,125% v/v. Cara pembuatan:

Ethanol dan Isopropyl alcohol adalah komponen aktif antiseptik dalam formulasi tersebut. Campuran konsentrasi Hydrogen peroxide yang rendah dimaksudkan untuk membantu menghilangkan bakteri spora yang dapat mencemari larutan, dan bukan sebagai bahan aktif antiseptik. Glycerol ditambahkan sebagai humectant atau emollient (kandungan pelembab kulit). Humectant atau emollient lain dapat digunakan selama dapat bercampur (mixable) dalam air dan alkohol, tidak beracun, dan hypoallergenic (tidak menimbulkan reaksi alergi).

Impor Ethanol dan Isopropyl Alcohol di Indonesia

Alkohol jenis Ethanol dan Isopropyl alcohol termasuk sebagai Bahan Berbahaya Beracun (B3) sebagaimana tercantum dalam Lampiran 1 Peraturan Pemerintah No. 74 tahun 2001 tentang Pengelolaan B3, sebagai B3 yang dapat dipergunakan. Ethanol memiliki No. CAS 64-17-5 dan Isopropyl alcohol dengan No. CAS 67-63-0.

Nomor CAS (Chemical Abstracts Service) adalah sistem indeks atau registrasi senyawa kimia yang diadopsi secara internasional sehingga memungkinkan untuk mengidentifikasi setiap senyawa kimia secara spesik. Sistem registrasi ini merupakan bagian dari American Chemical Society yang bertujuan untuk memberikan identitas/tanda untuk setiap bahan kimia, agar memudahkan pencarian karena bahan kimia sering memiliki banyak nama.

PP 74/2001 mengamatkan bahwa setiap B3 wajib diregistrasikan oleh penghasil dan atau pengimpor yang berlaku 1 (satu) kali untuk B3 yang dihasilkan dan atau diimpor untuk pertama kali. Data realisasi impor B3 jenis Ethanol dan Isopropyl alcohol dari tahun 2019 sampai dengan Juni 2021 seperti pada Tabel 1.

Tabel 1. Data Impor Ethanol dan Isopropyl Alcohol

Sumber: KLHK

Data realisasi disajikan dengan 2 (dua) satuan yaitu dalam liter dan ton, sesuai dengan satuan yang digunakan oleh importir dalam dokumen kepabeanan. Tidak ada informasi khusus yang menerangkan tujuan penggunaan B3 impor tersebut, namun jika dikaitkan dengan kebutuhan alkohol sebagai bahan baku dalam mendukung fasilitas kesehatan karena adanya pandemic covid-19, terlihat bahwa jumlah impor Ethanol naik cukup tinggi di tahun 2020 dan 2021 dibandingkan tahun 2019. Demikian juga dengan Isopropyl alcohol, terdapat kenaikan jumlah impor pada tahun 2020 dibandingkan dengan tahun 2019.

Mengenal Sifat Fisik dan Beberapa Kegunaan Ethanol dan Isopropyl Alcohol

Alkohol bersifat polar karena adanya gugus hidroksil, demikian juga dengan Ethanol (Ethyl alcohol) dan Isopropyl alcohol. Alkohol lebih larut dalam air daripada hidrokarbon lainnya. Karena ikatan hidrogen, alkohol cenderung memiliki titik didih lebih tinggi daripada eter dan hidrokarbon terkait. Setiap alkohol memiliki karakteristik titik leleh, titik didih, dan toksisitasnya sendiri. Dalam penggunaan di laboratorium, terkadang boleh saja mengganti satu alkohol dengan alkohol lainnya, namun untuk penggunaan pada produk makanan, minuman, dan kosmetik, hanya dapat menggunakan jenis alkohol food grade atau pharmaceutical grade. Sifat fisik (property) dari Ethanol dan Isopropyl alcohol seperti pada Tabel 2.

Tabel 2. Sifat Fisik Ethanol dan Isopropyl Alcohol

Ethanol telah diproduksi sejak zaman prasejarah, sebagian besar melalui fermentasi jus buah. Jus yang difermentasi dapat disimpan dalam wadah tertutup, dan dalam pembuatan wine tradisional ini tetap aman untuk diminum sepanjang musim dingin. Ethanol disebut sebagai alkohol biji-bijian karena sering dibuat dari biji-bijian, seperti jagung (maize), gandum, rye dan barley. Biji-bijian pertama kali direbus dengan air agar dapat dihaluskan, diinkubasi dengan malt (barley bertunas) untuk menghasilkan wort. Malt menyediakan enzim (diastase) yang mengubah pati dalam biji-bijian menjadi gula maltosa. Wort diinkubasi dengan yeast (ragi), yang mengeluarkan enzim maltase untuk mengubah maltosa menjadi glukosa dan enzim zymase untuk mengubah glukosa menjadi ethanol. Dua dari enam atom karbon dalam glukosa dioksidasi menjadi karbon dioksida (CO2), oksidasi ini menyediakan energi untuk sel-sel ragi.

Fermentasi menghasilkan larutan yang hanya mengandung sekitar 12-15 persen alkohol karena konsentrasi yang lebih tinggi bersifat racun bagi sel ragi. Namun, larutan ini dapat disuling untuk menaikkan kadar Ethanol hingga 95 persen.

Fermentasi adalah metode pembuatan Ethanol yang relatif mahal. Ethanol industri lebih umum disintesis dengan penambahan katalitik suhu tinggi air ke etilen (C2H4).

Beberapa kegunaan Ethanol yaitu:

Isopropyl alcohol (2-propanol) dibuat dengan hidrasi tidak langsung propilena (CH2CHCH3).

Beberapa kegunaan Isopropyl alcohol yaitu:

Penanganan Ethanol dan Isopropyl Alcohol

Ethanol dan Isopropil alcohol adalah dua jenis alkohol yang dianjurkan digunakan dalam pembuatan produk desinfeksi seperti hand sanitizer/hand rub. Keduanya efektif membunuh bakteri, virus, dan patogen lainnya. Terdapat sedikit perbedaaan dalam kemanjurannya, terutama tergantung pada konsentrasi. Misalnya, Isopropyl alcohol lebih efektif membunuh FCV (feline calicivirus) pada konsentrasi 40% hingga 60%, sedangkan Ethanol lebih efektif pada konsentrasi 70% hingga 90%. Isopropyl alcohol lebih baik digunakan pada kulit karena tidak terlalu mengiritasi, tetapi tidak baik bagi kulit yang terluka karena toksisitasnya.

Penggunaan kedua jenis alkohol tersebut lebih efektif pada konsentrasi antara 60% dan 80% dalam air dibandingkan diaplikasikan dalam kondisi murni. Hal ini terjadi karena air dalam campuran memperlambat penguapan dan memungkinkan lebih banyak waktu kontak dengan pathogen, dimana struktur kimia air meningkatkan interaksi antara alkohol dan kuman.

Dalam situasi pandemi covid-19, selain sektor industri dan fasilitas layanan kesehatan yang membuat produk desinfeksi menggunakan alkohol sebagai bahan baku, sebagian dari masyarakat atau kelompok masyarakat mungkin juga mencoba memproduksi sendiri hand sanitizer/hand rub dengan membeli alkohol yang tersedia di pasar bebas. WHO mencatat bahwa masalah keamanan utama dari hand sanitizer/handrub berbasis alkohol adalah karena adanya sifat mudah terbakar, sehingga untuk memproduksi hand sanitizer/handrub bagi kebutuhan kalangan sendiri, disarankan tidak melebihi 50 liter. Jika memproduksi lebih dari 50 liter maka hanya dilakukan oleh pihak yang memiliki bidang dan fasilitas tertentu dengan pengkondisian udara dan ventilasi khusus pada tempat penyimpanannya.

Bila menyimpan alkohol murni dalam jumlah yang cukup banyak, maka penting untuk mengetahui bagaimana menangani bahan kimia tersebut agar tidak menimbulkan risiko terhadap kesehatan maupun lingkungan. Salah satu sumber untuk mengetahui bagaimana penanganan suatu bahan kimia adalah melalui Lembar Data Keselamatan Bahan (Material Safety Data Sheet).

Pasal 11 dalam PP 74 tahun 2001 menyatakan bahwa setiap orang yang memproduksi B3 wajib membuat Lembar Data Keselamatan Bahan (LDKB). LDKB merupakan suatu dokumen yang berisi informasi mengenai sifat-sifat suatu bahan. Lembar data ini bertujuan memberikan informasi mengenai penanganan suatu bahan dengan aman. Format lembar data ini berbeda-beda bergantung pada persyaratan tiap-tiap negara.

Dalam Peraturan Menteri Perindustrian No. 87/M-IND/PER/9/2009 tentang Sistem Harmonisasi Global Klasifikasi dan Label Pada Bahan Kimia, format LDKB yang ditentukan yaitu memiliki 16 macam informasi sebagai berikut:

1.Identifikasi Senyawa (tunggal atau campuran)

2.Identifikasi Bahaya

3.Komposisi/Informasi tentang Bahan Penyusun Senyawa Tunggal

4.Tindakan Pertolongan Pertama

5.Tindakan Pemadaman Kebakaran

6.Tindakan Penanggulangan jika terjadi Kebocoran

7.Penanganan dan Penyimpanan

8.Kontrol Paparan/Perlindungan Diri

9.Sifat Fisika dan Kimia

10.Stabilitas dan Reaktifitas

11.Informasi Toksikologi

12.Informasi Ekologi

13.Pertimbangan Pembuangan/Pemusnahan

14.Informasi Transportasi

15.Informasi yang berkaitan dengan Regulasi

16.Informasi Lain Termasuk Informasi yang Diperlukan dalam Pembuatan dan Revisi LDKB.

Untuk mengetahui jenis bahaya yang dapat ditimbulkan oleh Ethanol atau Isopropyl alcohol, cara penanganan dan tindakan yang diperlukan dalam keadaan darurat, berikut ini informasi penting yang disarikan dari LDKB dengan mengambil salah satu contoh LDKB Isopropyl alcohol seperti pada tabel dibawah ini.

Identitas Bahan
Nama Produk : Isopropyl Alcohol
Sinonim : 2-Propanol, Isopropanol, IPA
No. CAS : 67-63-0
Bahan berbahaya menurut Peraturan (EC) No 1272/2008 dengan konsentrasi 100%
Klasifikasi : Cairan mudah terbakar, Kategori 2, H225 Iritasi mata, Kategori 2, H319 Toksisitas pada organ sasaran spesifik -paparan tunggal, Kategori 3, H336
Penjelasan mengenai tindakan pertolongan pertama
Saran umum : Konsultasikan dengan dokter. Tunjukkan lembar data keselamatan ini ke dokter
Jika terhirup : Jika terhirup, pindahkan orang terpapar ke area yang berudara segar. Jika tidak bernafas, berikan pernafasan buatan. Konsultasikan dengan dokter.
Dalam kasus kontak dengan kulit : Tanggalkan segera semua pakaian yang terkontaminasi. Bilaslah kulit dengan air/ pancuran air yang banyak. Hubungi dokter jika terjadi iritasi.
Dalam kasus kontak pada mata : Bilas dengan air yang banyak selama minimal 15 menit, angkat kelopak mata bagian atas dan bawah sesekali. Segera dapatkan bantuan medis.
Media pemadaman api
Media pemadaman yang sesuai : Gunakan semprotan air, busa, serbuk kering, karbon dioksida (CO2)
Media pemadaman yang tidak sesuai : Untuk bahan/campuran ini, tidak ada batasan agen pemadaman yang diberikan.
Sekitar kebakaran : Dinginkan wadah/tangki dengan semprotan air
Penyimpanan dan Penanganan Bahan
Kehati-hatian dalam menangani secara aman : Taati label tindakan pencegahan. Kenakan pakaian pelindung. Jangan menghirup zat/campuran.

Hindari terbentuknya uap/aerosol.

Jauhkan dari nyala terbuka, permukaan panas, dan sumber penyulut. Lakukan dengan hati-hati tindakan melawan lucutan statis.

Ganti pakaian yang terkontaminasi.

Cuci tangan setelah bekerja dengan bahan tersebut.

Kondisi penyimpanan yang aman, termasuk adanya inkompatibilitas : Simpan wadah tertutup rapat di tempat yang kering dan berventilasi baik. Jauhkan dari panas dan sumber api. Lindungi dari cahaya.
Reaktifitas
Reaktifitas : Uap dapat membentuk campuran mudah meledak dengan udara. Kemungkinan membentuk peroxide.
Kondisi yang harus dihindari : Kontak dengan panas, percikan, api. Kontak dengan bahan yang tidak kompatibel. Cahaya matahari langsung.
Bahan yang harus dihindari : Amonia, asam kuat, oksidator kuat.

PP No. 74 tahun 2001 juga mewajibkan pemberian simbol B3 pada kemasan B3 dan pada setiap tempat penyimpanan B3. Simbol B3 diberikan sesuai dengan klasifikasi B3 yang disimpan. Jika merujuk pada LDKB Ethanol dan Isopropyl alcohol, maka klasifikasi B3 yang dimiliki adalah mudah menyala (flammable) dan iritasi (irritant). Jenis simbol B3 yang digunakan adalah sebagaimana yang diatur dalam Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 3 tahun 2008 tentang Tata Cara Pemberian Simbol dan Label Bahan Berbahaya dan Beracun. Maka pictogram yang digunakan pada kemasan maupun pada penyimpanan Ethanol dan Isopropyl alcohol adalah sebagai berikut:

    Simbol B3 Mudah Menyala

Simbol B3 Iritasi

Dengan mengetahui karakteristik dari bahan kimia dan secara spesifik B3, memahami bagaimana cara penanganannya, maka setiap orang akan lebih berhati-hati dalam menyimpan dan menggunakannya agar dapat terhindar dari dampak negative yang dapat ditimbulkan oleh bahan kimia/B3 tersebut.Pemberian simbol B3 dimaksudkan untuk mengetahui klasifikasi B3 sehingga pengelolaannya dapat dilakukan dengan baik guna mengurangi risiko yang dapat ditimbulkan dari B3.

Daftar Pustaka:

1.Peraturan Pemerintah No. 74 tahun 2001 tentang Pengelolaan Bahan Berbahaya dan Beracun.

2.Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup No. 3 tahun 2008 tentang Tata Cara Pemberian Simbol dan Label Bahan Berbahaya dan Beracun.

3.Peraturan Menteri Perindustrian No. 87/M-IND/PER/9/2009 tentang Sistem Harmonisasi Global Klasifikasi dan Label Pada Bahan Kimia.

4.Laporan Realisasi Impor B3 Melalui SFTP. Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, 2019.

5.Guide to Local Production: WHO-recommended Handrub Formulations, https://www.who.int/gpsc/5may/Guide_to_Local_Production.pdf. Diakses pada 13 Agustus 2021.

6.Hand Sanitizer Alert. Emerging Infectious Diseases. Centers for Disease Control and Prevention, https://wwwnc.cdc.gov/eid/article/12/3/05-0955_article. Diakses pada 13 Agustus 2021.

7.Leroy G. Wade, Encyclopaedia Britannica, 2007. Alcohol Chemical Compound. https://www.britannica.com/science/alcohol. Diakses pada 18 Agustus 2021.

8.Difference Between Isopropyl Alcohol and Ethyl Alcohol. https://sciencenotes.org/difference-between-isopropyl-alcohol-and-ethyl-alcohol/. Diakses pada 13 Agustus 2021.

9.Propan-2-ol - Substace Infocard. https://echa.europa.eu/substance-information/-/substanceinfo/100.000.601. Diakses pada 20 Agustus 2021.

B3 dan POPs klhk b3 Pengelolaan b3 bahan kimia

Views: 70112