​Pertambangan Emas Skala Kecil (PESK): Tantangan Dalam Akses Pembiayaan

Praktik PESK

Pertambangan Emas Skala Kecil (PESK) adalah pertambangan emas yang dilakukan oleh penambang individu atau usaha kecil dengan investasi modal dan produksi yang terbatas. Biasanya kegiatannya merupakan sistem produksi yang tidak terpusat. Kegiatan PESK umumnya beroperasi secara informal dan mengekploitasi cadangan-cadangan emas marginal yang terletak di daerah terpencil dengan akses yang sulit dijangkau seperti di hutan lindung bahkan di kawasan konservasi. Di beberapa tempat, kegiatan pengolahan emas PESK dilakukan di tengah-tengah pemukiman penduduk (KLHK, 2017).

Sektor PESK berkontribusi sebesar 17-20% dari produksi emas dunia, dimana pada sektor ini diperkirakan sebanyak 15 juta orang yang terlibat. PESK merupakan sumber mata pencaharian menarik di pedesaan karena berpotensi memberikan pendapatan tambahan. Kegiatan di PESK tidak memerlukan pelatihan yang komplek sehingga sangat mudah masyarakat berpindah dari sektor agrikultur ke sektor penambangan emas, atau menjadi matapencaharian gabungan. Sebagian kelompok masyarakat lainnya menjadikan kegiatan PESK sebagai sumber utama penghasilan bagi keluarga karena sulitnya memperoleh pekerjaan. Selain untuk pemenuhan kebutuhan hidup, adanya keuntungan yang menggiurkan, kegiatan PESK dapat bertahan karena lemahnya pengawasan pada wilayah yang kaya akan sumber daya mineral. Mereka yang telah bertahun-tahun merasakan hasil dari mengolah emas sangat sulit untuk berpindah ke mata pencaharian lainnya.

Sebagian besar kegiatan PESK berlangsung secara ilegal. Kegiatan tanpa izin ini menimbulkan dampak negative yaitu menyebabkan penurunan kualitas lingkungan akibat dari pembukaan lahan untuk penambangan dan pembuangan tailing sebagai sisa dari pengolahan emas yang menggunakan bahan kimia tertentu, menurunkan kualitas kesehatan, rendahnya penerapan kemanan dan keselamatan kerja, serta menimbulkan konflik sosial. Disisi lain, kegiatan PESK memberikan dampak positif seperti kesempatan untuk bekerja, meningkatkan pendapatan, dan mendorong perekonomian lokal dan nasional.

Pemrosesan bijih emas yang dilakukan oleh PESK umumnya menggunakan merkuri untuk memisahkan kandungan emas dari mineral lainnya. Sebuah penelitian yang dilakukan oleh UNEP pada tahun 2013 menunjukkan bahwa merkuri yang dilepaskan dari kegiatan PESK mencapai 727 ton atau sekitar 37% dari emisi global. Angka ini merupakan yang tertinggi dibandingkan dengan emisi-emisi merkuri yang dilepaskan oleh industri lain seperti pembakaran batubara dan produksi semen (UNEP, 2013).

Kegiatan pertambangan emas rakyat ini dilakukan baik secara perorangan atau berkelompok, tergantung kepemilikan lahan maupun modal. Ada yang hanya bekerja sebagai tenaga penambang, ada juga yang sekaligus memproses bijih emas. Tenaga perempuan juga seringkali terlibat dalam kegiatan ini, misalnya dalam proses penghancuran batuan, termasuk juga dalam proses pengolahan emas.

Penggunaan Merkuri Pada Pengolahan Bijih Emas di PESK

Mengapa merkuri menjadi pilihan PESK dalam proses pengolahan emas? Pilihan ini diambil karena proses pengolahan emas dengan merkuri sangat mudah, menggunakan peralatan yang relatif sederhana dan waktu yang diperlukan dalam proses pengolahan tidak terlalu lama. Kegiatan ini dapat dikerjakan baik oleh laki-laki maupun perempuan sehingga banyak dilakukan secara turun temurun.

Proses pengolahan bijih emas dengan merkuri yang dilakukan di salah satu lokasi PESK di Indonesia yang menggunakan tromol/glundung dapat digambarkan sebagai berikut:

Gambar 1. Proses Pengolahan Bijih Emas di Lokasi PESK di Kabupaten Pacitan, Provinsi Jawa Timur

Gambar diatas diambil pada salah satu lokasi PESK di Kabupaten Pacitan, Provinsi Jawa Timur, dengan penjelasan alur proses pengolahan bijih emas sebagai berikut:

Penghapusan Penggunaan Merkuri di PESK

Merkuri memiliki sifat antara lain: kelarutan rendah; sifat kimia yang stabil terutama dilingkungan sedimen; mempunyai sifat yang mengikat protein, sehingga mudah terjadi biokonsentrasi pada tubuh organisme air melalui rantai makanan; menguap dan mudah mengemisi atau melepaskan uap merkuri beracun walaupun pada suhu ruang; logam merkuri merupakan satu-satunya unsur logam berbentuk cair pada suhu ruang 25oC; dengan titik beku paling rendah -39oC, merupakan logam yang paling mudah menguap jika dibandingkan dengan logam-logam yang lain, tahanan listrik yang dimiliki sangat rendah, sehingga menempatkan merkuri sebagai logam yang sangat baik untuk mengantarkan daya listrik; dapat melarutkan bermacam-macam logam untuk membentuk alloy yang disebut juga dengan amalgam; uap merkuri di atmosfer dapat bertahan selama 3 bulan sampai 3 tahun sedangkan bentuk yang melarut dalam air hanya bertahan beberapa minggu.

Karena sifatnya yang berbahaya, serta merupakan kontaminan yang bersifat trans-boundary, maka penggunaan merkuri dibatasi dan dilarang pada sektor tertentu. Pemerintah Indonesia telah meratifikasi Konvensi Minamata melalui Undang Undang No. 11 tahun 2017 tentang Pengesahan Minamata Convention on Mercury (Konvensi Minamata mengenai Merkuri). Dengan meratifikasi Konvensi Minamata maka mengharuskan negara penandatangan untuk membuat langkah-langkah strategis untuk menghapuskan penggunaan serta emisi merkuri. Secara spesifik, upaya penghapusan penggunaan merkuri pada PESK (Artisanal Small Scale Gold Mining) dijelaskan dalam Konvensi Minamata pada Artikel 7 dan Lampiran C. Setiap Negara Pihak yang memiliki kegiatan PESK harus mengambil langkah untuk mengurangi, dan jika mungkin menghapuskan penggunaan merkuri dan senyawa merkuri serta emisi dan pelepasan merkuri ke lingkungan dari kegiatan penambangan dan pengolahan.

Sebagai bukti komitmen Pemerintah Indonesia dalam penanganan merkuri, kemudian diterbitkan Peraturan Presiden No. 21 tahun 2019 tentang Rencana Aksi Nasional Pengurangan dan Penghapusan Merkuri (RAN PPM). RAN PPM merupakan dokumen rencana kerja tahunan untuk mengurangi dan menghapuskan merkuri di tingkat nasional yang memuat strategi, kegiatan dan target pengurangan dan penghapusan merkuri yang diprioritaskan pada bidang manufaktur, energi, pertambangan emas skala kecil (PESK) dan kesehatan. Gubernur/Walikota/Bupati wajib menyusun dan menetapkan Rencana Aksi Daerah Pengurangan dan Penghapusan Merkuri. Dan sebagai pedoman pelaksanaan Perpres No. 21 tahun 2019 kemudian diterbitkan Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan No. 81 Tahun 2019 tentang Pelaksanaan Perpres Nomor 21 Tahun 2019 tentang Rencana Aksi Nasional Pengurangan dan Penghapusan Merkuri.

Sebagaimana diatur dalam RAN PPM pada bidang prioritas PESK ditargetkan penghapusan penggunaan merkuri sebesar 100% sebelum adanya kebijakan RAN PPM di tahun 2025. Strategi yang disusun agar dapat mencapai target tersebut antara lain:

Tidak ada solusi yang sederhana untuk menghapuskan penggunaan merkuri pada kegiatan PESK secara menyeluruh dan cepat. Tetapi melalui pendekatan regulasi, formalisasi, sosial, lingkungan, penegakan hukum dan penyediaan alternative teknologi diharapkan dapat mendukung upaya penghapusan penggunaan merkuri. Regulasi hadir untuk memberikan kepastian batasan-batasan yang harus dipatuhi oleh setiap pihak dalam kegiatan PESK. Formalisasi kegiatan PESK dilakukan dengan cara bagaimana mengupayakan agar kegiatan tersebut memiliki legalitas seperti izin pertambangan rakyat (IPR) dengan memenuhi persyaratan yang ditentukan. Pendekatan sosial salah satunya dilakukan dengan penyediaan alternative pekerjaan sehingga pekerja PESK dapat beralih pada mata pencaharian lainnya. Perbaikan lingkungan dilakukan misalnya melalui remediasi lahan terkontaminasi merkuri. Pendekatan teknologi dilakukan dengan menyediakan teknologi pengolahan emas bebas merkuri yang terjangkau dan mudah diaplikasikan, serta memiliki efisiensi yang tinggi untuk memperoleh emas hasil olahan.

Tantangan PESK dalam Akses Pembiayaan

Merubah praktik pertambangan emas skala kecil menjadi lebih baik dan bertanggungjawab memerlukan upaya yang tidak sedikit, termasuk dukungan dalam aspek pembiayaan. Pelarangan penggunaan merkuri dalam proses pengolahan bijih emas harus ditaati, sehingga setiap pelaku PESK harus mulai beralih menerapkan tata cara penambangan dan pengolahan emas yang baik dan benar tanpa menggunakan merkuri.

Target pemerintah untuk melakukan formalisasi PESK merupakan sebuah tantangan yang besar. Selain menyiapkan area yang menjadi wilayah pertambangan rakyat, masyarakat yang menggantungkan hidupnya pada kegiatan PESK juga harus mangantongi IPR agar kegiatan usahanya dapat berjalan sesuai dengan peraturan perundangan. Fakta yang ditemukan, banyak kegiatan PESK saat ini beroperasi tanpa memiliki IPR, baik yang berada di dalam wilayah pertambangan rakyat (WPR) maupun diluar WPR.

Pemerintah setempat memiliki peran penting untuk memfasilitasi formalisasi PESK, disamping kerjasama dan usaha dari pelaku PESK agar dapat memenuhi persyaratan formalisasi. Diperlukan perubahan tatacara penambangan yang baik dan benar sesuai kaidah yang ditetapkan, termasuk juga peralihan proses pengolahan bijih emas yang semula menggunakan merkuri digantikan dengan metode pengolahan bebas merkuri. Diperlukan modal untuk memperbaiki tata cara ekstraksi termasuk penyediaan peralatan perlindungan dan keselamatan pribadi untuk pekerja tambang. Misalnya untuk pengambilan bijih emas terutama penambangan yang menggunakan sistem tambang bawah tanah seperti terowongan dan lubang sumuran, maka para penambang perlu dilengkapi peralatan seperti helm kepala, sepatu, bot, dan sabuk pengaman. Selain itu pada lubang galian perlu difasilitasi dengan instalasi perangkat keamanan seperti tiang penyangga untuk meningkatkan perkuatan pada dinding-dinding lubang.

Pada pengolahan bijih emas yang semula menggunakan merkuri, diperlukan modifikasi atau bahkan penggantian alat. Dalam memilih teknologi untuk menghasilkan konsentrat bergantung pada jenis bijih, ukuran butiran dan mineralogi emas, ketersediaan modal serta pengetahuan untuk mengoperasikan peralatan pemrosesan. Biaya yang perlukan untuk menggantikan teknologi pemrosesan bijih emas akan tergantung dari kompleksitas teknologi yang akan dipilih. Sebagai contoh alternatif teknologi pengolahan bijih emas bebas merkuri yaitu metode perlindian kimiawi menggunakan sianida dalam kondisi basa dengan menggunakan reaktor yang saat ini sedang dikembangkan oleh BPPT. Harga reaktor dengan kapasitas 200 kilogram/batch diperkirakan seharga Rp 20 juta. Untuk reaktor berkapasitas 1,5 ton/batch dapat digunakan oleh 10 orang dengan harga Rp 70 juta, yang dapat dikelola secara komunal atau melalui koperasi. Contoh peralatan lainnya seperti meja goyang ada yang menawarkan dari harga Rp. 20 juta sampai dengan Rp 100 juta, tergantung dari kapasitas yang diperlukan.

Selanjutnya dari proses pengolahan bijih emas akan menghasilkan material sisa berupa tailing. Tergantung dari jenis teknologi pengolahan yang digunakan, maka tailing yang dihasilkan mungkin dapat diolah kembali untuk medapatkan sisa kandungan logam lainnya atau sama sekali tidak ada pengolahan lebih lanjut. Tailing tersebut perlu dikelola agar tidak mencemari lingkungan, sehingga biaya untuk membangun unit pengolah tailing juga harus dipertimbangkan.

Untuk memperoleh tambahan modal, bagaimana para pelaku PESK memperoleh akses pinjaman dari lembaga formal seperti bank? Dunia perbankan/lembaga keuangan di dunia termasuk di Indonesia memiliki pengalaman dan kemampuan yang terbatas untuk menawarkan program pembiayaan langsung kepada para operator tambang di sektor PESK. Dari perspektif perbankan/lembaga keuangan, sektor PESK umumnya memiliki risiko keuangan yang tinggi terutama terkait dengan proses pengembalian pinjaman/kredit yang tidak berjalan dengan baik dimana hal ini juga terkait dengan tidak konsisten-nya produksi mineral (emas). Namun tidak berarti bahwa sektor PESK tidak menguntungkan, atau tidak mampu membayar pinjaman. Disamping itu dalam menjalankan usahanya sebagian besar PESK tidak menerapkan pengelolaan usaha yang baik, tidak memiliki rencana bisnis, tidak melakukan pembukuan dan pencatatan keuangan dan produksi, serta tidak memiliki kemampuan untuk mengakses pinjaman ke bank/lembaga keuangan (Prodoc GOLD ISMIA).

Jika dikaitkan dengan layanan lembaga keuangan berupa bank umum/bank komersil, beberapa bank memiliki progam pinjaman yang khusus diberikan kepada masyarakat untuk meningkatkan dan memperluas akses pembiayaan kepada usaha produktif yaitu berupa Kredit Usaha Rakyat (KUR). KUR adalah kredit/pembiayaan modal kerja dan/atau investasi kepada debitur individu/perseorangan, badan usaha dan/atau kelompok usaha yang produktif dan layak namun belum memiliki agunan tambahan atau agunan tambahan belum cukup. Beberapa Bank telah menentukan pelaku dan sektor usaha produktif yang dapat mengakses KUR seperti perorangan, UMKM (Usaha Mikro, Kecil dan Menengah) dan Koperasi dengan jenis usaha pertanian, perdagangan, perikanan dan kelautan, perindustrian, kehutanan, dan jasa dengan penawaran batas kredit dan bunga yang bervariasi. Produk perbankan ini pada dasarnya diharapkan dapat juga menjangkau untuk usaha pertambangan emas rakyat.

Setiap bank memiliki ketentuan atau skema pinjaman. Persyaratan pengajuan kredit yang umum ditetapkan oleh bank antara lain menyerahkan salinan dokumen legal seperti Kartu Tanda Penduduk, Kartu Keluarga, Nomor Pokok Wajib Pajak, buku tabungan, surat izin usaha dan dokumen lainnya. Setelah persyaratan dipenuhi oleh calon peminjam (debitur), maka selanjutnya bank melakukan analisis kredit, salah satunya dengan menggunakan prinsip 5C yaitu:

1.Character: melihat dari latar belakang, kebiasaan hidup, pola hidup calon debitur menjadi penilaian apakah bisa dipercaya dalam menjalani kerja sama dengan bank. Riwayat kredit calon debitur dicari tahu dengan mengakses Sistem Informasi Debitur (SID) Bank Indonesia.

2.Capacity: prinsip ini menilai calon debitur atas kemampuannya dalam menjalankan keuangan, sehingga dapat diperkirakan apakah debitur dapat membayar kredit. Untuk mengukur capacity, pemasukan dan pengeluaran setiap bulan dihitung dan dibandingkan.

3.Capital: terkait kondisi aset dan kekayaan yang dimiliki. Capital dinilai dari laporan tahunan calon debitur, sehingga bank dapat menentukan layak atau tidaknya calon debitur atau seberapa besar kredit yang akan diberikan.

4.Collateral: prinsip ini perlu diperhatikan para calon debitur karena bank akan menyita aset yang telah diagunkan sebagai jaminan jika tidak dapat membayar cicilan kredit.

5.Condition: prinsip ini dipengaruhi faktor di luar bank ataupun calon debitur, sebagai prinsip kehati-hatian dalam menganalisis potensi risiko terganggunya pemasukan calon debitur akibat kondisi ekonomi.

Gambar 2. Prosedur Kredit

Secara umum, prosedur kredit/pinjaman yang diterapkan oleh berbagai bank seperti digambarkan pada Gambar 2, dan persyaratan yang ditetapkan oleh bank tidak mudah untuk dipenuhi oleh sebagian pelaku PESK. Beberapa informasi berikut ini dikutip dari studi proyek Gold ISMIA terkait akses pembiayaan serta hasil wawancara langsung dengan pelaku PESK di beberapa lokasi untuk memberikan gambaran situasi yang ada di PESK, sebagai berikut:

Seberapa yakin pihak Bank akan memberikan pinjaman kepada calon nasabah? Bank sebagai lembaga keuangan tentu mempunyai sistem kerja yang professional untuk memperoleh keuntungan. Bank akan sangat berhati-hati dalam mengelola aliran kredit yang akan diberikan kepada nasabah. Oleh karena itu bagi yang ingin mengajukan pinjaman, harus siap untuk memberikan informasi yang selengkap-lengkapnya sebagaimana persyaratan yang ditentukan dengan menggunakan prinsip 5C.

Dari hasi diskusi yang dilakukan dengan beberapa bank, pandangan serupa terhadap kebutuhan akses pembiayaan bagi PESK antara lain seperti berikut ini:

Sangat jelas bahwa mengantongi izin dalam kegiatan pertambangan emas skala kecil menjadi kunci utama untuk memenuhi persyaratan memperoleh akses pembiayaan dari bank. Disisi lain, perlu dipastikan apakah mekanisme pembiayaan yang berlaku saat ini di bank dapat diterapkan juga pada kegiatan PESK, dan bagaimana meningkatkan kapasitas PESK agar memiliki kemampuan untuk mengakses pinjaman dari bank, serta membangun kemampuan bank dalam menilai pinjaman yang berkaitan dengan kegiatan pertambangan emas rakyat berbasis non merkuri.

Peluang Akses Pembiayaan Bagi PESK

Pemerintah melalui proyek Global Environment Facility – Global Opportunities for Long-term Development of Artisanal and Small-scale Gold Mining Sector (GEF-GOLD): Integrated Sound Management of Mercury in Indonesia’s ASGM (GOLD - ISMIA) merupakan salah satu upaya untuk membuka jalan menuju akses pembiayaan bagi PESK. Salah satu pendekatan yang dilakukan dengan lembaga keuangan yaitu melalui penyusunan skema pinjaman produktif bagi PESK, yang diharapkan dapat menjadi panduan bagi lembaga keuangan lainnya untuk mendukung kegiatan PESK yang lebih baik. Skema pinjaman yang telah ada dan diterapkan oleh bank ditinjau untuk mengetahui apakah perlu ada penyesuaian dengan mempertimbangkan kondisi kegiatan PESK. Skema pinjaman produktif bagi PESK yang akan disepakati dengan bank juga akan diserahkan kepada Otoritas Jasa Keuangan (OJK), sebagai lembaga yang berwenang melakukan pengaturan dan pengawasan untuk kegiatan usaha dalam bidang perbankan.

Peluang untuk mendapatkan akses pembiayaan dari lembaga keuangan bagi PESK seharusnya sangat terbuka, seiring dengan berkembangnya kesadaran terhadap pengelolaan lingkungan. Dengan menerapkan prinsip hijau yaitu komitmen terhadap lingkungan, beberapa lembaga keuangan memiliki program yang bergerak dalam “green financing”. Lembaga keuangan yang bergerak dalam green financing ini perlu dieksplorasi lebih jauh agar dapat mendukung dan berkontribusi dalam perbaikan lingkungan dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat yang bergerak dalam kegiatan PESK.

Disamping melakukan tinjauan terhadap skema pinjaman bagi PESK, para pelaku PESK juga perlu dibekali dengan pengetahuan mengenai pengelolaan keuangan dalam usaha pertambangan. Walaupun kegiatan usaha yang dijalankan masih kecil, masyarakat PESK perlu berpikir lebih inovatif dalam pemenuhan modal untuk kebutuhan bisnisnya. Diperlukan pemahaman bagaimana manajemen bisnis pertambangan, meningkatkan pengelolaan keuangan agar mampu melakukan pembukuan yang baik, dan dapat menyiapkan proposal pengajuan pinjaman. Selain itu diperlukan juga kesiapan dari pihak bank untuk dapat mengenal dan memahami kegiatan PESK sehingga memiliki kemampuan teknis untuk menawarkan dan menilai proposal pengajuan pinjaman oleh PESK.

Melalui proyek GOLD – ISMIA, PESK didorong untuk mengembangkan koperasi tambang sebagai salah satu badan usaha yang akan menjadi akses dalam memenuhi kebutuhan kegiatan PESK. Koperasi diharapkan dapat membangun dan mengembangkan potensi anggota PESK untuk meningkatkan kesejahteraan ekonomi dan sosial.

Menurut Undang-undang Nomor 25 Tahun 1992 tentang Perkoperasian, koperasi adalah badan usaha yang beranggotakan orang seorang atau badan hukum koperasi dengan melandaskan kegiatannya berdasarkan prinsip koperasi sekaligus sebagai gerakan ekonomi rakyat yang berlandaskan atas asas kekeluargaan. Prinsip koperasi menjadi esensi dari dasar kerja koperasi-koperasi sebagai badan usaha. Hal tersebut juga menjadi ciri khas pelaksanaan koperasi di Indonesia yang menjadi perbedaan koperasi dengan badan usaha lainnya. Prinsip-prinsip tersebut antara lain:

1.Keangotaan bersifat sukarela dan terbuka: Setiap orang boleh dan berhak menjadi anggota koperasi tanpa ada diskriminasi dan pemaksaan, dan dapat mengundurkan diri sewaktu-waktu sesuai syarat yang ditentukan.

2.Pengelolaan dilakukan secara demokrasi: Pengelolaan koperasi dilakukan atas keputusan para anggotanya secara bersama dan kolektif. Anggota koperasi memegang dan melaksanakan kekuasaan tertinggi dalam koperasi.

3.Pembagian sisa hasil usaha (SHU) dilakukan secara adil: Imbalan berupa SHU diperoleh tiap anggota berdasarkan modal dan jasa masing-masing. SHU menjadi hak yang didapatkan anggota koperasi.

4.Pemberian balas jasa yang terbatas terhadap modal: Modal dalam koperasi pada dasarnya dipergunakan untuk kemanfaatan anggota secara bersama-sama, bukan hanya untuk sekedar mencari keuntungan saja. Balas jasa terhadap modal yang diberikan kepada para anggota juga terbatas dan tidak melebihi suku bunga di pasar. Dengan kata lain, balas jasa juga didasarkan pada faktor lain selain modal, misalnya jasa anggota tersebut.

5.Kemandirian: Koperasi juga bersifat mandiri. Prinsip kemandirian sangat penting dan diterapkan pada tiap elemen koperasi. Tiap anggota koperasi memiliki peran, tugas, dan tanggung jawab masing-masing dan harus berperan aktif dalam kegiatan operasi.

6.Pendidikan perkoperasiaan: Tiap anggota koperasi akan mendapatkan skill, bekal, dan pengalaman yang berharga untuk dapat digunakan saat akan terjun langsung ke dunia kerja. Melalui pendidikan perkoperasian, tiap anggota koperasi akan memenuhi kebutuhan serta mendapat pendidikan dan pelatihan untuk meningkatkan kemampuan dan pengalaman. Nantinya bekal tersebut akan berguna saat turun langsung ke masyarakat.

7.Kerjasama antar koperasi: Adanya kerjasama antar koperasi satu dengan koperasi lainnya untuk mewujudkan dan mengembangkan perekonomian nasional sebagai wujud usaha bersama.

Faktor utama yang menyebabkan koperasi mampu bertahan pada berbagai kondisi sulit, yaitu dengan mengandalkan loyalitas anggota dan kesediaan anggota untuk bersama-sama koperasi menghadapi kesulitan tersebut. Selain itu, kelembagaan dari Koperasi yang dijalankan harus diperkuat sehingga mampu menjadi koperasi yang sehat mental, sehat organisasi dan sehat usaha.

Untuk menciptakan koperasi yang unggul dalam mendukung kegiatan PESK, proyek memberikan pelatihan dan pendampingan kepada pengurus dan anggota koperasi maupun pelaku PESK dengan diberikan panduan berupa Pedoman Umum Koperasi Serba Usaha (KSU) dan Unit Usaha Lain Bagi Penambang Emas Skala Kecil Unggulan. Melalui KSU diharapkan dapat dikembangkan unit-unit yang berkualitas, mempunyai potensi untuk menjadi KSU yang besar dan dapat meningkatkan kerjasama untuk pengembangan jejaring usaha bagi penambangan emas skala kecil. Selain itu diharapkan dapat meningkatkan kemitraan dengan institusi lain yang bersifat nasional.

Bagi pelaku PESK, terutama Kepala Kelompok Penambang Emas (KKPE) yang memiliki grup penambang perorangan, atau memiliki lahan penambangan berupa tanah atau pegunungan tertentu atau kepala mandor yang memiliki modal kerja diberikan Pedoman Perencanaan Bisnis bagi sKepala Kelompok Penambang Emas Skala Kecil Bebas Merkuri. Pedoman ini diperuntukkan bagi KKPE yang telah memiliki Izin Pertambangan Rakyat (IPR). Melalui pelatihan dan pendampingan diharapkan KKPE memiliki pemahaman mengenai bisnis dan industri PESK serta dapat merencanakan dan mengelola bisnis agar dapat meningkatkan pendapatan/ keuntungan sehingga dapat diandalkan dalam menunjang penghasilan keluarga.

Yang tidak kalah pentingnya adalah diberikan juga panduan bagi para penambang emas yang merupakan anggota suatu Koperasi Serba Usaha (KSU) Unit Simpan Pinjam (USP) atau Badan Usaha Milik Desa (BumDes) atau penambang emas perorangan, termasuk juga para istri penambang emas melalui Penyuluhan Pengelolaan Keuangan Keluarga Bagi Penambang dan Istri Penambang Skala Kecil. Penyuluhan diberikan agar keluarga memiliki rencana pengelolaan keuangan yang lebih baik sehingga tercipta sumber daya manusia yang mandiri dan produktif.

Potensi yang dimiliki oleh masing-masing pelaku PESK jika dihimpun menjadi satu kesatuan maka dapat membentuk kekuatan yang lebih besar. Melalui koperasi PESK yang unggul, kebutuhan akses pembiayaan akan lebih terbuka untuk mengembangkan bisnis PESK yang lebih baik dan bertanggungjawab. Memiliki fasilitas pengolahan bijih emas bebas merkuri secara komunal dapat menjadi salah satu alternatif sehingga kebutuhan biaya yang besar dapat ditanggung bersama, termasuk juga ketika harus mengelola limbah dari sisa kegiatan pengolahan bijih emas.

Daftar Pustaka:

1.Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Grand Design, Pengurangan dan Penghapusan Merkuri Pada Pertambangan Emas Skala Kecil, 2017.

2.Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Pemetaan Dampak Merkuri Terhadap Lingkungan Pada Pertambangan Emas Skala Kecil (PESK) di Kabupaten Pacitan, Provinsi Jawa Timur, 2019.

3.United Nations Environment Programme, Methods and Tools, Estimating Mercury Use and Documenting Practices in Artisanal and Small-Scale Gold Mining (ASGM), 2013.

4.United Nations Environment Programme, Integrated Sound Management of Mercury in Indonesia’s Artisanal and Small-scale Gold Mining (ISMIA) Project Document, 2018

5.Peraturan Presiden No. 21 tahun 2019 tentang Rencana Aksi Nasional Pengurangan dan Penghapusan Merkuri, 2019

6.Laporan Studi ASGM Assessments and Financial Products - Integrated Sound Management of Mercury in Indonesia’s ASGM Sector (ISMIA), UNDP, 2020

7.Laporan Kegiatan Inventarisasi Penggunaan Merkuri di Lokasi PESK, Kementerian Lingkungan Hidup, 2019.

8.BPPT Ciptakan Alternatif Teknologi Pengolahan Emas Tanpa Merkuri. https://www.beritasatu.com/faisal-maliki-baskoro/archive/423376/bppt-ciptakan-alternatif-teknologi-pengolahan-emas-tanpa-merkuri. Diakses pada 1 Oktober 2020.

9.Sifat Merkuri. https://www.scribd.com/doc/130155234/SIFAT-MERKURI#:~. Diakses pada 14 September 2020.

10.Syarat agar Pengajuan Kredit Disetujui Bank. https://www.cermati.com/artikel/inilah-syarat-agar-pengajuan-kredit-disetujui-bank. Diakses pada 21 September 2020.

merkuri pesk ditpb3 hapusmerkuridaribumipertiwi undp

Views: 34246