DATABASE TEKNOLOGI LINGKUNGAN


Rekapitulasi Jumlah Koleksi dalam Database
No Kategori Jumlah
1 Teknologi Pengolahan Air Bersih 104
2 Teknologi Pengolahan Air Limbah 86
3 Teknologi Pengelolaan Air 7
4 Teknologi Pengelolaan Sampah 22
5 Teknologi Pemantauan Gas 12
6 Teknologi Lingkungan 535
7 Teknologi Informasi dan Komputer 33
8 Teknologi Penanganan POPs 15
TOTAL 814
Halaman web ini hanya dapat diakses dalam konfigurasi online pada web server, hubungi pengelola administrator/webadmin untuk konfigurasinya. Melalui halaman web ini Anda bisa menelusuri informasi data senyawa yang termasuk ke dalam Persisten Organic Pollutans (POPs) serta Bahan Beracun dan Berbahaya (B3).
Masih Test
Menampilkan 181-200 dari 814 item.
#JudulAbstrakKatakunciPenulis 
  
181Analisis Posisi Dan Peran Lembaga Serta Kebijakan Dalam Proses Pembentukan Lahan KritisLahan kritis merupakan lahan yang telah mengalami kerusakan sehingga kehilangan atau berkurang fungsi sesuai peruntukannya. Perluasan lahan kritis melibatkan aktivitas dan kebijakan berbagai lembaga yang saling terkait. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui posisi, peran, dan fungsi lembaga serta kebijakan dalam proses pembetukan lahan kritis dengan menggunakan metode Intrepretative Structural Modelling (ISM). Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat 28 lembaga dan 14 jenis kebijakan yang erat keitannya dengan proses pemebtukan lahan kritis. Departemen Keuangan, Kementerian PPN/BAPPENAS, Departemen Kehutanan, dan Lembaga Adat merupakan lembaga yang memiliki daya dorong (driver power) dan tingkat keterkaitan tinggi terhadap proses pembentukan lahan kritis. Dari aspek kebijakan, jenis kebijakan yang memiliki driver power tinggi adalah kebijakan lingkungan hidup, peningkatan kesejahteraan masyarakat sekitar hutan, penguasaan dan pengusahaan hutan, dan kebijakan keamanan. Proses pembetukan lahan kritis dapat dikendalikan jika perumusan kebijakan memperhatikan seluruh aspek yang memungkinkan lembaga lain dalam penggunaan lahan melakukan eksploitasi secara berlebihan. Untuk menghambat proses terbentuknya lahan kritis, interaksi antar lembaga yang terkait dengan lahan kritis baik untuk perumusan kebijakan maupun implementasi kebijakan sangat diperlukan. Mengingat kompleksitas permasalahan dan tingginya saling keterkaitan (interdependence) antar lembaga, maka proses pembentukan lahan kritis dapat dihambat jika kebijakan seluruh lembaga yang terkait dapat dikoordinasikan dengan baik.Lahan Kritis, Lembaga, Kebijakan, DriverDr. Ir. Muhammad Said Didu
182Keterkaitan Tugas dan Fungsi BPP Teknologi dengan KearsipanPJP II ditandai kemajuan iptek yang memunculkan revolusi 3T (telekomunikasi, transportasi, dan tourism). Perkembangan 3T yang pesat mengakibatkan dunia terasa semakin sempit dan informasi dapat dengan cepat keluar/masuk tanpa mengenal batas negara serta mencakup semua aspek kehidupan manusia. Pelaksanaan tugas dan fungsi BPP Teknologi terkait erat dengan 3T, meliputi berbagai kegiatan sistem informasi, dan pada akhirnya terkait erat dengan kearsipan. Sistem informasi yang mantap, andal, dan terpadu, akan dapat menangkal dampak negatif dari kemajuan teknologi sehingga makin memperlancar pelaksanaan pembangunan nasional. Makalah ini akan mengupas keterkaitan tugas dan fungsi BPP Teknologi, khususnya yang menyangkut sistem informasi, dengan kegiatan kearsipan. Masih dalam kaitannya dengan uraian tersebut, dibahas pula Sismennas, Simnas, dan berbagai Sistem Informasi Instansi yang telah atau sedang dibangun. Pendekatan yang dilakukan adalah kesisteman dan asta gatra.3T (telekomunikasi, transportasi, dan tourism),Sismennas, SimnasDrs. Komarudin, MA dan Heru Dwi Wahjono, B.Eng.
183Model Pengelolaan Air Tanah Akuifer Pantai Untuk Mengontrol Intrusi Air AsinPemakaian air tanah di daerah dengan tipe akuifer pantai secara berlebihan yang dilaksanakan secara bertahun-tahun akan mengakibatkan dua macam kerugian suatu akuifer yaitu penurunan permukaan tanah dan masuknya air asin kedalam akuifer terutama pada daerah dengan akuifer pantai. Biasanya perubahan tinggi muka air tanah tersebut baru dapat diketahui beberapa puluh tahun kemudian setelah daerah tersebut berkembang sebagai daerah industri atau sebagai daerah pemukiman. Perubahan penurunan muka air tanah tersebut akan semakin dipercepat oleh peningkatan jumlah pemakaian air terutama yang diperoleh dari pengambilan air tanah dalam (pada lapisan akuifer tertekan). Perubahan tersebut akan dengan cepat dapat diketahui dengan mensimulasikan aliran air tanah dan air asin (air laut) sebagai akibat pemompaan kedalam komputer. Model persamaan beda hingga tiga dimensi yang disebut Model Komputer Sharp akan mensimulasikan aliran air tawar dan air asin yang dipisahkan oleh lapisan tegas dalam sistem akuifer pantai. Model menyesuaikan akufer jamak yang dipisahkan batas lapisan impermeabel/semipermeabel, dengan variabel keruangan media berpori. Akuifer bagian atas dapat sebagai akuifer tertekan, tidak tertekan atau semi tertekan dengan daerah imbuhan yang terdistribusi. Simulasi aliran air tanah tawar dan aliran air asin dalam suatu sistem akuifer pantai mempunyai tujuan untuk mengidentifikasikan respons pemompaan air tanah dan peresapan kembali air hujan kedalam sistem akuifer melalui simulasi komputer. Model ini dapat juga dipergunakan untuk meramal aliran, distribusi dan sifat-sifat air tanah dalam suatu sistem akuifer. Tujuan utama dari pemakaian model ini dalam pengelolaan air tanah adalah untuk melakukan optimalisasi pemakaian air tanahIntrusi Air Laut, Air Asin, Akuifer, Groundwater, Air Tanah, SHARP, FORTRANDrs. Robertus Haryoto Indriatmoko
184Perhitungan Besarnya Koefisien Aliran Menggunakan Sistem Informasi Geografis (Kasus DAS Progo Hulu)Analisis data keruangan secara cepat untuk kepentingan pembangunan wilayah salah satunya dapat ditepuh dengan memanfaatkan Sistem Informasi Geografis (SIG). SIG sebagai alat mempunyai keunggulan dalam memadukan data keruangan baik yang berupa data grafis raster, grafis vektor maupun atribut untuk memperoleh suatu sistem informasi baru yang berbasis geografis.SIG, GIS, Koefisien Aliran, Sistem Informasi Geografis,Drs. Robertus Haryoto Indriatmoko
185Studi Pewilayahan Komoditas dan Perencanaan Pengembangan Agribisnis di Kupang, NTT Tahun 1996/1997Sehubungan dengan rencana pengembangan Kecamatan Sulamu sebagai Ibukota Kabupaten Dati II Kupang maka diperlukan suatu skenario mengenai lalu lintas pewilayahan komoditas dan agribisnis yang dapat menunjang fungsi Kota Sulamu sebagai pusat kegiatan. Lalu lintas pewilayahan komoditas dan agribisnis baik yang akan masuk maupun keluar dari Sulamu harus dapat menunjang kegiatan perekonomian khususnya arus komoditas barang dan jasa, sehingga dapat meningkatkan perekonomian wilayah.Prasarana fisik yang perlu dipersiapkan meliputi sarana perhubungan baik yang berupa jalan, pelabuhan dan komunikasi, listrik, dan prasarana yang menunjang bidang pertanian, peternakan dan perikanan. Kesiapan penyediaan prasarana fisik akan dapat memperlancar arus lalu lintas barang dan jasa.Dalam strategi pengembangan Kota Sulamu secara Nasional diarahkan pada usaha pengembangan yang dapat mendorong terciptanya struktur dan kerangka landasan untuk mencapai tahap tinggal landas. Usaha-usaha untuk mencapai tahap tersebut dijabarkan sebagai berikut: 1. Upaya meningkatkan kegiatan perekonomian masyarakat dengan kegiatan yang sifatnya lebih produktif untuk meningkatkan pendapatan masyarakat dan nilai tambah. 2. Upaya untuk meningkatkan kualitas kehidupan masyarakat melalui penyediaan prasarana fisik seperti jaringan transportasi darat, air bersih serta drainase dan perumahan yang layak huni. 3. Kualitas kehidupan masyarakat bukan hanya dipenuhi melalui penyediaan prasarana fisik saja akan tetapi juga diupayakan melalui pendidikan agama, kebudayaan dan organisasi sosial kemasyarakatan.Agribisnis, GeolistrikDrs. Robertus Haryoto Indriatmoko
186Aplikasi Teknologi Informasi Di Bagian Pengelolaan Lingkungan Studi Kasus di JepangDiperkirakan jumlah industri akan bertambah pesat di wilayah Indonesia khususnya di daerah pulau Jawa dan ini mengakibatkan masalah pencemaran lingkunganpun akan terus meningkat. Untuk mengendalikan pencemaran lingkungan ini diperlukan penguasaan pengelolaan lingkungan agar kualitas lingkungan hidup dapat dipertahankan. Kendala yang ada saat ini adalah kurangnya koordinasi antar sektor, serta tidak meratanya kemampuan dalam mengendalikan pengelolaan lingkungan. Salah satu upaya dalam mengatasi kendala tersebut adalah dengan meningkatkan teknologi informasi yang berkualitas serta pemanfaatan informasi yang andal. Untuk mengetahui sejauh mana kondisi penggunaan teknologi informasi dalam pengelolaan lingkungan di lembaga pemerintah, telah dilakukan studi kasus tentang kondisi penggunaan teknologi informasi di kantor-kantor pemerintah pusat dan daerah yang menangani masalah lingkungan di negara Jepang. Hasil ini diharapkan sebagai perbandingan dalam upaya meningkatkan sistem informasi khususnya mengenai lingkungan di IndonesiaTeknologi Informasi, Jepang, Lingkungan, Aplikasi KomputerDrs. Satmoko Yudo, M.Eng.
187Pemantauan Limbah Industri Secara OnlineDiperkirakan pada akhir PJP II, 70 % pertumbuhan industri akan terpusat di sekitar perkotaan. Hal ini akan dapat menimbulkan pencemaran yang semakin tinggi. Meskipun pemerintah telah melakukan usaha pencegahan dalam upaya menekan meningkatnya pencemaran, akan tetapi permasalahan yang ada saat ini adalah kurangnya petugas monitor dan koordinasi antar daerah masih kurang. Salah satu alternatif untuk mendukung kinerja pemantauan lingkungan adalah dengan melakukan pengkajian teknologi pemantauan secara kontinyu dan on-line.Limbah Industri, On Line, BOD, PROKASIH, SCADA, Remote Terminal UnitDrs. Satmoko Yudo, M.Eng.
188Inventarisasi Tumbuhan Yang Berpotensi Sebagai Bahan Pangan Di Daerah Wawolaa?foods, plant Wawolaa, Wawonii-Kendari.Teknologi Lingkungandsulistarini@yahoo.com
189Permudaan Alami Dalam Hutan Bekas Tebangan Di Sekundur, Sumatra UtaraA phytososiological analysis of saplings was made using quadrate method in the six years old logged-over forest at Sekundur, North Sumatra. The results showed that within 0.2 hectare plot, 123 species belonging to 79 genera and 36 families were recorded. Three community types were recognized, i.e. Agrostistachys longifolia ? Teijsmanniodendron sarawakanum, Macaranga hypoleuca - Macaranga pruinosa and Endospermum malaccensis - Macaranga javanica communities. The structure and floristic composition of each community varies and they were related primarily with the forest distur?bance. There were found that the number of both species and individuals of sapling decreased with increasing of the forest disturbance.Phytososiological, sapling, community, floristic composition, disturbanceEdi Mirmanto
190Rancang Bangun Sistem Pengelolaan Pemukiman di Kawasan Pinggiran MetropolitanPeople who were seeking housing in relatively good environment in the fringe area of metropolitant have found themselves experiencing the negative impact of continuing suburban sprawl and housing growth, especially when basic infrastructures and urban services are insufficient. Together with the increasing environmental pressure caused by traffic jam and pollution, all of these condition have absolutely been lowering their amenities, then in turn their quality of life. The problems are whether is there any lack of specific steps in formulating the policy and if not, is there any gap beetween knowledge and action in implementing the policy? This research tries to reveal what exactly the needed processes and type of strategic planning are to produce to make a Sustainable Settlement Management System Modelling possible. The research intended to establish policy model through soft system methodology (SSM), which is considered the most suitable approach to this area, that is characterized by the interwoven of unstructured problems involving multisectors, multiactors, and multidisciplines. The findings of the research are the need of a better processes in public policy formulation upon the fringe areas of metropolitan, by involving knowledgable persons. Using this mechanism, the research come to the conclusion that a strong policy on developing infrastructure and transportation as well as the provision of social-public facilities within walking distance in an integrated way with the development of housing and settlement in order to maintain the level of amenities are needed. In addition to these findings, community-based organization, such as home-owner asssociation, has to be established in order to allow a bigger room for community participation in implementing the public policy.amenities, quality of life, sustainable settlement, soft system methodologyEko D. Heripoerwanto, Eriyatno, Ernan Rustiadi dan Yusuf Yuniarto
191Model Pembatasan Beban Pencemar Untuk Pengelolaan Kualitas Sungai Citarum.Daerah tangkapan (DAS) Citarum hulu mempunyai luas sekitar 177.100 ha, meli-puti kota Bandung dan kabupaten Bandung yang terletak di danau tua. Sungai Ci-tarum selain kegunaannya sebagai buangan limbah pabrik dan penduduk disekitar sungai, juga berfungsi sebagai penggerak listrik dan perikanan (jarring apung) di waduk Saguling dihilinya. Oleh karena kompleksnya pemanfaatan sungai ini, maka diperlukan suatu pendekatan pengelolaan di DAS Citarum tersebut. Penelitian ini tujuannya adalah untuk memperbaiki kualitas sungai Citarum dengan pendekatan simulasi model, yaitu simulasi-simulasi pengelolaan DAS Citarum. Penetapan model dengan tiga sub-model yaitu, hidrograf aliran, debit beban (COD, BOD, T-N, T-P, and NH3), dan polutegraf aliran dengan model tangki. Model dikalibrasi dari debit serta kualitas air harian sungai Citarum yang terukur di stasion Nanjung .Dari model kelihatan hidrograf dan polutograf aliran, cendrung sama antara model den-gan pengukuran, sehingga model layak untuk pendugaan pemasukan beban yang kualitas sungai masih baik pada debit minumum. Dari hasil simulasi agar kualitas-nya tetap terjaga, maka beban masukan dari industri terutama tekstil dan pemuki-man sebaiknya dikurangi (treatment) sekitar 85 % untuk COD, BOD dan T-P dan 45 % untuk NH3 dan T-N untuk pemukiman pada kejadian debit minumum.Kualitas Air, Debit Beban, Model, Hydrograf, PolutegrafEko Harsono, Tuahta Tarigan dan Hendro
192Peningkatan Efisiensi Energi Sebagai Upaya Mengatasi Dampak Penggunaan Energi Pada LingkunganAs the energy consumption continues to increase, pollutants and greenhouse gases emissions from the energy utilization also increases. The increase of those emissions has impacts on environmental problems that harmful for the ecosystem and the population. Program action needed to reduce the energy
consumption. Improving the effi ciency of energy use is the most effective way to address simultaneously several national issues. It is not only can reduce the energy consumption, but also it can reduce the pollutant and greenhouse gases emissions. The program also can strengthen the national energy security. The energy effi ciency program has been implemented in some countries, but Japan is the most advance country on energy effi ciency
energy effi ciency, pollutant emission, greenhouse gases emissio.Endang Suarna
193Pendekatan Ekonomi Dlm Pengembangan Suatu Metodologi Utk Perkebunan Energi Pd Lahan KritisAs a result of population pressure, deforestation in Java has increased considerably that causes an increase on critical land. The situation is worsened by increasing of kerosene and diesel prices that causes to an increase on fuelwood utilization that would lead to increase of illegal cutting. The increase of critical land could lead to increase of soil erosion, landslide, and flood as a result of a reduction in water absorption and soil retention. The Department of Forestry has initiated a reforestation program to ameliorate the situation. However, as the limited budget, the economics of the program needs to be examined further.
Based on benefit-cost ratios, economic contributions of the fuelwood component indicated that the reforestation program or energy plantation was economically unfeasible. However, by including benefits of soil erosion control the program was economically attractive on some sites. A methodology was developed to prioritize which critical land to reforest. This was applied by identifying market price of fuelwood at minimum yield that would justify an energy plantation investment. The method indicated that subject to budget availability, critical lands should be reforested in descending order of productive potential until the site of minimum yields is reached.
benefit-cost ratio, biomasa, perkebunan energi, lahan kritisEndang Suarna
194Flower Biology Of Two Diospyros Species Neighborly Live at Csc AreaPenelitian bertujuan untuk mengetahui struktur bunga, kesuburan dan laju pertumbuhan buluh serbuksari dua jenis Diospyros hidup bertetangga di kawasan Pusat Ilmu pengetahuan Cibinong (CSC), Diospyros blancoi A.DC and D. Celebica Bakh. Uji perkecambahan dan inkubasi buluh serbuksari dilakukan dalam medium Sarfatti dkk.,1974. Pengamatan dilakukan dengan mentransfer langsung digital image dari microskop, perbesaran objektif 10X, ke unit kontrol kamera DS-L1dan dianalisis computer. Hasil, meskipun struktur bunga kedua jenis tersebut sangat mirip, ukuran bunga dan bagian-bagian bunga D. blancoi jauh lebih besar. Kesuburan berdasarkan prosentase serbuksari berkecambah, D. blancoi jauh lebih tinggi, 41% vs 7%, laju pertumbuhan serbuksari jauh lebih tinggi, 1.66 vs 0.57 ?m per minute. Inkubasi sekitar 31/2 jam menunjukkan rata-rata panjang buluh serbuksari D. blancoi vs D. Celebica berbeda sangat nyata, yaitu 342,679 ? 37,067 vs 128,673 ? 49,215?m. Hampir semua pohon betina D. blancoi yang diamati, terlihat berbuah lebat sepanjang tahun, hampir semua D.celebica teramati berbuah sangat jarang, kadang tidak berbuah sama sekali, dikaitkan dengan perbedaan distribusi geografis kedua jenis tersebut. Kesuburan dan laju pertumbuhan buluh serbuksari dua jenis Diospyros bertetangga yang sangat berbeda dapat merupakan parameter menarik dikaji lebih lanjut, mengungkapkan kebutuhan lingkungan mikro untuk bioreproduksi dan propagasi jenis endemik D. CelebicaD. Blancoi, D. celebica, flower biology, pollen germination,Erlin Rachman
195Biopotensi Kelenjar Hipofisis Ikan Patin Setelah Penyimpanan Kering Selama 0,1,2,3 dan 4 BulanTest were conducted to find the biopotency of pituitary glands that have been dry-preserved for 0, 1, 2 3 and 4 months. Pituitary glands, obtained from the waste of fillet production plant of Pangasius pangasius, were dried gradually in acetone. The treatments were dry-preservation time span in dessicator: 0, 1, 2, 3 and 4 months. This hormone biopotency testing used extract of late-stage of gonad maturation from female and from induced-spawning. No significant differences were found in the percentage of late-stage gonad maturation and ovulation, relative fecundity, fertility and hatchability from every treatment. The number of females reaching late-stage of gonad maturation were 100% (for all months of preservation), while the mean percentages of : relative fecundity was 18.05% (for 3 months of preservation), fertility was 95.73% (for 1 month of preservation), 24-hour hatchability was 31.63% (for 0 month of preservation). No significant differences were found for all preservation time span.drying preservation, biopotency of hormone, pituitary glandErma Najmiyati, Esi Lisyastuti dan Yanuarso Eddy Hedianto
196Peranan Tumbuhan Liar Dalam Konservasi Serangga Penyerbuk Ordo HymenopteraThe role of the wild plants in relation to the conservation of the Indonesian insect
pollinators was studied at several areas of Java. Three of direct observation
methods were applied: study of biodiversity and observation on the wild fl owers
and the insect pollinators as well, and the behaviour of the insects. The fl owers
of wild plants were relatively smaller and paler in colour, however they were more
attractive to insect pollinators than cultivated plants. Flowering time of the wild
plants was mostly during wet seasons, contrary to that of the cultivated plants
which was mostly during dry seasons. Our observation indicated that these wild
plants are the food resources of insect pollinators during wet seasons. Observation data support the importance of wild plants to supply food to insect pollinators during wet seasons. Management of wild and cultivated plant environments is necessary to conserve insect pollinators.
insect pollinators, wild plants, conservationErniwati dan Sih Kahono
197Upaya Penanganan Pasir Laut Dari Sisi KebijakanSea sand export from Indonesia to Singapore, which is carried out to meet the demand of its coast reclamation, has been predicted to reach 1.8 billion m 3 for the next ten years. Until 2002, reclamation project in Singapore has succeded to finish an increase of its coast with the area of 100 km 2 and the project still needs the sea sand to cover its coast with the area of 160 km 2 . It is predicted that adding the coast surface with the area of 260 km 2 needs 1.8 billion m 3 sea sand. Because Singapore needs the high demand of sea sand, exploitation of the Indonesian sea sand is done execessively which gives adverse impacts to Indonesian coast ecosystem environment. Relating to this, this paper tries to give some recommendations to handle the Indonesian problem of sea sand from the view point of policyPasir laut, kebijakanErry Ricardo Nurzal
198Upaya Menuju Kemandirian Bahan Semai Flare Dalam Mendukung Tmc Di IndonesiaGlobal warming and climate change has been continuous issue for more than two decades.Rainfall deficits and droughst are projected to become more extreme due to climate change particularly in the tropics. Weather Modification or cloud seeding is one alternative of adaptations the climate changes in Indonesia. Work Packet Teknologi Pengembangan Bahan Semai in FY 2008 has made a small scale hygroscopic cloud seeding flare production equipment (ball mill, hydraulic press and oven). The hygroscopic flare prototype has 60% KCl, 20% MgCl, and 6.2% NaCl, while th e burning flare particle size was 0.3 micron.global warming, weather modification, cloud seeding, hygroscopic flareErwin Mulyana, Untung Haryanto, Ham Hilala, R Djoko Gunawan, Pitoyo S Sarwono, ?
199Potensi Limbah Industri Pertanian di P3G Pertanian Jangari, Cianjur - Pemanfaatan Limbah Kepala IkanThis article discusses the potency waste fisheries industry in case study P3G Jangari Cianjur as an effort of increasing added value of fillet waste of Pangasius pangasius. One of the alternative technique is dried hypophyses (pituitary glands). The dried hypophyses can be produced from fillet waste of Pangasius pangasius. Hypophyses should be collected from mature, freshly killed Pangasius. They should then be dehydrated and stored. These dried hypophyses will be needed for the preparation of the hormonal extract to be injected into the Pangasius breeders for inducing their maturation.Pangasius pangsius, dried hypophyses, waste fisheries industryEsi Lisyastuti, Erma Najmiyati dan Titiresmi
200Fungsi Strategis Danau Tondano, Perubahan Ekosistem dan Masalah yang terjadi Tondano is a natural and biggest lake in North Sulawesi which some strategic functions i.e for irrigation, source of drinking water, hydropower, freshwater culture, tourisms, overflow control. Wide of Tondano Lake is about 46 ? 51 km2. There are 35 streams as inlet and one outlet only is Tondano Stream. Tondano Lake has some problems caused by many activities both in downstream area or around of the lake. People?s activities such as land clearing for plantation in downstream area, freshwater culture and daily people?s activities around of the lake had been organic material contribution in the lake waters. It has caused of water hyacinth booming (Eichornia crassipes (Malt) (Soms), erosion and sedimentation. Nowadays water hyacinth has been covered about 20% of Tondano Lake?s wide. Besides reduce of waters quality, water hyacinth booming has been made problems for hydropower and traffic in lake waters to the outlet. Because of that problems, Tondano Lake needs concern for intensif management.Strategic funcitions, ecosystem, erosion, sedimentation, water hyancinthEuthalia Hanggari Sittadewi