NIP POPs, Dokumen Rencana Aksi untuk Melindungi Kesehatan Manusia dan Lingkungan Hidup Dari Pencemaran Bahan POPs

Beberapa dekade terakhir, penggunaan bahan kimia berkontribusi besar pada pergerakan ekonomi dan kesejahteraan manusia. Sebagai contoh, di sektor pertanian bahan kimia digunakan sebagai pembasmi hama untuk meningkatkan hasil pertanian. Di industri, bahan kimia digunakan sebagai bahan baku atau bahan penolong untuk memproduksi barang-barang kebutuhan sehari-hari. Perkembangan penggunaan bahan kimia di berbagai sektor meningkat dengan sangat pesat.

Di balik manfaatnya terhadap ekonomi dan kesejahteraan manusia, beberapa bahan kimia justru memiliki potensi bahaya bagi manusia dan lingkungan hidup. Beberapa bahan kimia dapat menyebabkan kanker, iritasi akut, serta merusak sistem saraf, sistem reproduksi, dan sistem kekebalan tubuh. Banyak bukti ilmiah yang menunjukkan kebenaran adanya cemaran bahan kimia pada media lingkungan dan pajananbahan kimia dalam tubuh manusia. Salah satu kelompok bahan kimia yang menjadi perhatian dunia internasional adalah bahan Pencemar Organik yang Persisten (Persistent Organic Pollutants - POPs).

POPs merupakan bahan kimia organik yang beracun, sulit terurai, bioakumulasi dalam jaringan lemak, dan dapat tersebar luas secara geografis. Akumulasi POPs berpotensi menimbulkan dampak buruk pada kesehatan manusia dan lingkungan hidup. POPs berpotensi menimbulkan kanker, merusak sistem saraf dan sistem reproduksi, serta menganggu sistem kekebalan tubuh.

Tingginya perhatian dunia terhadap bahan POPs mendorong United Nations Environment Programme (UN Environment) untuk memprakarsai suatu perjanjian internasional yang bertujuan melindungi kesehatan manusia dan lingkungan hidup dari pencemaran bahan POPs dengan cara melarang, mengurangi, dan membatasi produksi dan penggunaan, serta mengelola cadangan persediaan (stockpile) dan limbah mengandung bahan POPs yang berwawasan lingkungan. Konvensi Stockholm diadopsi pada 23 Mei 2001 dan mulai berlaku (enter into force) pada 17 Mei 2004. Hingga tahun 2019, terdapat 30 bahan POPs yang diatur dalam konvensi ini.

Setiap negara anggota Konvensi Stockholm, sesuai dengan ketentuan pasal 7 konvensi, diharuskan untuk mengembangkan rencana penerapan nasional (National Implementation Plan - NIP) yang berisi rencana aksi dalam memenuhi setiap pengaturan dan kewajiban yang diatur dalam konvensi. NIP merupakan “living document” sehingga perlu ditelaah (review) secaraberkalauntuk merefleksikan kemajuan yang telah dilakukan dan perlu dimutakhirkan(update) secara berkala untuk merefleksikan perubahan yang dilakukan untuk setiap pemenuhan kewajiban baru di konvensi.

Sejumlah faktor pada tabel berikut merupakan beberapa kondisi yang mendorong setiap negara untuk segera melakukan penelaahan dan pemutakhiran NIP secara berkala.

Faktor Eksternal Faktor Internal
Adanya perubahan kewajiban yang timbul dari amandemen konvensi atau lampirannya, termasuk penambahan bahan kimia ke Lampiran A, B atau C Pelaporan negara berdasarkan Pasal 15 Konvensi yang mengindikasikan bahwa rencana implementasi tidak memadai
Adanya keputusan Konferensi Para Pihak yang dapat mempengaruhi negara dalam melaksanakan kewajiban konvensi, termasuk adopsi pedoman baru Adanya perubahan dalam prioritas nasional
Adanya perubahan dalam ketersediaan bantuan teknis atau pendanaan Adanya perubahan signifikan terkait situasi di tingkat nasional (misalnya ketersediaan infrastruktur atau perubahan kelembagaan)
Adanya perubahan terkait akses terhadap infrastruktur di luar negara (misalnya ketersediaan fasilitas pembuangan - disposal facilities) Data inventarisasi POPs menunjukkan perubahan dalam ruang lingkup masalah yang akan ditangani

Secara garis besar, prosespenyusunan, penelaahan, dan pemutakhiran NIP dapat dibagi menjadi 5 tahap berikut:

1. Pembentukan mekanisme koordinasi dan kelembagaan;

2. Pelaksanaan inventarisasi POPs dan penilaian terhadapinfrastruktur dan kapasitas nasional;

3. Penilaian prioritas dan penetapan tujuan;

4. Formulasi NIP; dan

5. Pengesahan dan penyampaian NIP.

Penyusunan, penelaahan dan pemutakhiran NIP harus selaras dengan kerangka kebijakan yang telah ada dan sangat dianjurkan untuk tidak membuat suatu kerangka kebijakan baru (“reinvent the wheel”). Beberapa contoh kerangka kebijakan yang telah ada diantaranya: strategi pembangunan berkelanjutan, rencana aksi nasionalStrategic Approach to International Chemicals Management (SAICM), strategi implementasi Rotterdam Convention, strategi nasional implementasiGlobally Harmonized System of Classification and Labelling of Chemicals (GHS), serta rencana aksi/strategi nasional lainnya di bidang pengelolaan bahan kimia, limbah dan sampah. Hal ini dilakukan untuk memastikan adanya kesinambungan dari seluruh kebijakan dan menghindari adanya duplikasi kegiatan/program.

Peluang dan Tantangan Bagi Indonesia

Lalu, bagaimana pemerintah Indonesia menyikapi kewajiban penyusunan, penelaahan, dan pemutakhiran NIP POPs? Indonesia meratifikasi Konvensi Stockholm melalui Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 19 Tahun 2009 tentang Pengesahan Stockholm Convention on Persistent Organic Pollutants (Konvensi Stockholm Tentang Bahan Pencemar Organik Yang Persisten).Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, dalam hal ini Direktur Jenderal Pengelolaan Sampah, Limbah dan B3, berfungsi sebagai National Focal Point (NFP) Konvensi Stockholm di Indonesia.

Sebagai salah satu dari 184 negara yang telah meratifikasi Konvensi Stockholm, Indonesia telah menyusun dan menyerahkan dokumen pertama NIP POPs (initial NIP) pada tahun 2009. Selanjutnya pada tahun 2014, pemerintah Indonesia telah melakukan penelaahan dan pemutakhiran NIP POPsyang diserahkan kepada sekretariat konvensi pada tahun 2015.Sebagai informasi, saat ini penelaahan dan pemutakhiran NIPdi Indonesia menggunakan pola 5 tahunan. Dokumen NIP POPs paling sedikit berisi informasi mengenai:

1.status inventarisasi POPs;

2.kerangka kebijakan institusional dan perundang-undanganmengenai POPs;

3.kajian dampak kesehatan, sosial, dan ekonomi akibat POPs;

4.implementasi pemenuhan kewajiban Konvensi Stockholm;

5.pencapaian NIP terdahulu; dan

6.strategi dan rencana aksi dari rencana penerapan nasional.

Dengan menyusun, menelaah dan memutakhirkan NIP POPs, Indonesia akan memiliki dokumen rencana kerja yang berisi kebijakan, strategi maupun rencana aksi yang terpadu dan berkelanjutan sebagai rujukan berbagai pihak dalam pengelolaan bahan POPs di tingkat nasional. Penelaahan dan pemutakhiran NIP harus dilakukan untuk menyesuaikan perubahan-perubahan yang diperlukan dan mengantisipasi penambahan pelarangan/pembatasan bahan POPsyang diadopsi oleh Konferensi Para Pihak setiap 2 tahun.

Penerapan kegiatan dalam NIP POPs tahun 2014 dirasakan kurang efektif, baik dari sisi koordinasi kelembagaan, pelaksanaan kegiatan hingga pendanaannya. Dibutuhkan perbaikan dalam sistem perencanaan dan pelaksanaan NIP POPs untuk tahun-tahun selanjutnya. Untuk menghadapi setiap tantangan dalam melaksanakan NIP POPs ke depan, kiranya pemerintah Indonesia dapat mengoptimalkan beberapa hal berikut:

a.Melakukan evaluasi berkala terhadap kegiatan berjalan yang dilakukan dalam kerangkaKonvensi Stockholm di Indonesia;

b.Meningkatkan koordinasi dan kerjasama antar pemangku kepentingan dalam penerapan ketentuanKonvensi Stockholm di Indonesia;

c.Memperbaiki pengelolaan data dan informasi terkait bahan POPs;

d.Memperkuat peran NFP dalam mengkoordinasikan pelaksanaan pengurangan, penghapusan dan/atau pengendalian produksi, penggunaan dan/atau lepasan POPs;

e.Memperkuat peran NFP dalam memfasilitasi penyebaran dan pertukaran informasi tentang pelaksanaan dan ketentuanyang diatur konvensi; dan

f.Menuangkan strategi/kerangka kebijakan pengurangan, penghapusan dan/atau pengendalian POPs dalam suatuproduk hukum positif (Undang-Undang/Peraturan Presiden) yang dapat menjadi payung hukum bagi seluruh kementerian/lembaga terkait.

Konsistensi dalam penyusunan dan penerapan NIP POPs dapat menjadi peluang bagi pemerintah Indonesia untuk meningkatkan efektifitas pelaksanaan Konvensi Stockholm di Indonesia dalam rangka melindungi kesehatan manusia dan lingkungan hidup dari pencemaran bahan POPs.

Referensi:

B3 dan POPs Konvensi Stockholm POPs

Views: 730