TEKNOLOGI SUBSTITUSI PESTISIDA


.: TEKNOLOGI SUBSTITUSI PESTISIDA :.

Stockholm Convention yang merupakan sebuah kesepakatan internasional memuat sasaran untuk menghilangkan penggunaan bahan kimia organik serta memulihkan media tercemar bahan kimia organik yang dikelompokkan sebagai persistent organic pollutants (POPs). Dalam kesepakatan tersebut, hingga saat ini, terdapat sembilan bahan kimia dari jenis pestisida yang telah diketahui memiliki perilaku sebagai POPs. Penggunaan pestisida POPs pada lahan pertanian telah dibuktikan memasuki jalur jejaring makanan sehingga penggunaanya yang semula untuk membasmi hama pada tanah dan tanaman telah ditemukan pula dalam tubuh manusia misalnya air susu ibu. Hal ini tidak saja menurunkan mutu lahan pertanian untuk produksi tanaman pangan tetapi juga menyimpan sejumlah bahaya kesehatan lingkungan, termasuk manusia, akan keamanan terhadap pestisida.

Berdasarkan sifat pestisida (kimia) yang cukup berbahaya tersebut dan yang dapat dikategorikan sebagai POPs, maka kelompok-kelompok masyarakat dengan pengetahuan dasar dan pengalamannya mulai menggantikannya dengan pestisida nabatiah/ natural yang sebenarnya sudah dilakukan sejak beberapa tahun yang lalu. Pestisida tersebut berasal dari bahan-bahan organik yang relatif aman. Permasalahan bisa saja timbul karena kebanyakan penggunaan pestisida organik tersebut belum dapat dijelaskan secara ilmiah. Disinilah dibutuhkan peran dari lembaga-lembaga penelitian untuk dapat membantu para petani pengguna pestisida organik dengan cara melegalkan dan mengilmiahkan penemuan-penemuan dan penggunaan pestisida organik tersebut. Jenis pestisida lain yang cukup menjanjikan adalah bio-pestisida. Berbeda dari penemuan pestisida organik yang lebih bersifat eksperimental (coba-coba), bio-pestisida merupakan pengganti pestisida POPs yang yang dibuat dengan memanfaatkan mikroorganisme untuk membunuh hama tanaman, dimana pembuatannya membutuhkan pengetahuan biologi yang memadai. Bermacam-macam bio-pestisida sudah beredar dan digunakan oleh masyarakat, tetapi masih banyak sumberdaya biologi di Indonesia yang belum dimanfaatkan.

Selain menghentikan penggunaan pestisida POPs dan menggantikannya dengan pestisida yang ramah lingkungan, pemulihan media, baik tanah maupun air, dari cemaran POPs harus juga dilakukan melalui dua pendekatan. Pendekatan pertama dengan mengandalkan agensia biologik untuk melakukan proses pemulihan dan yang kedua dengan mengandalkan teknik kimia fisika. Kedua pendekatan tersebut dapat dilakukan secara in-situ maupun ex-situ. Dari segi waktu proses pemulihan biasanya pendekatan biologik lebih lama daripada teknik kimia fisika. Akan tetapi, yang terakhir ini sering kali menyebabkan perubahan tekstur media yang sedang ditangani secara signifikan. Baik teknik pemulihan secara biologik maupun kimia fisik keduanya memilki sejumlah pilihan teknologi. Teknik secara biologik misalnyalandfarming, biopile, dan phytoexctraction. Teknik yang mengandalkan proses kimia fisik misalnya penyarian pada kondisi superkritik air maupun karbon dioksida. Sedangkan pendekatan ketiga adalah yang disebut sebagai metoda termal, namun dikarenakan sifat teknologinya yang melepas karbon dioksida dalam jumlah besar sehingga berdampak kepada pemanasan global serta potensi terjadinya lepasan dioksin dan furan yang juga tergolong dalam POPs maka teknologi termal saat ini bukan merupakan pilihan teknologi utama dalam menyelesaikan cemaran POPs.

Semua kegiatan yang selama ini telah dilakukan, baik untuk mencari pengganti pestisida POPs, merehabilitasi lahan tercemar POPs maupun melakukan monitoring penggunaan pestisida, belum secara terintegrasi ditujukan untuk memenuhi/ menerapkan UU No 19/2009 tentang Konvensi Stockholm. Untuk itu sangat diperlukan satu lembaga pemerintah yang akan merupakan focal point yang mempunyai wewenang untuk mengkoordinasikan program-program penanganan POPs di Indonesia.

Laporan selengkapnya .

Views: 1010