BAHAN BERBAHAYA DAN BERACUN DALAM JAMU
Penulis : Rosliana
Jamu kunir asem (kunyit asem), merupakan salah satu contoh jamu sederhana yang terbuat dari kunyit dan asem jawa dicampur gula merah. Malah jamu tersebut sering dijadikan minuman segar, bukan lagi sebagai jamu. Jamu sebagaimana yang kita ketahui merupakan ramuan tradisional yang berkhasiat sebagai obat maupun penambah stamina. Pada saat seseorang wanita kurang lancar menstruasinya, maka para orang tua sejak dulu akan menyarankan untuk meminum jamu sederhana ini, yang gampang dibuat dan bahannya mudah didapat. Tidak perlu ke dokter, masalah ini bisa diobati. Bahkan bangsa Indonesia telah lama mengenal dan menggunakan berbagai tanaman yang dipercaya berkhasiat dalam menanggulangi masalah kesehatan. Pengetahuan tentang khasiat tanaman tersebut berdasarkan pada pengalaman dan ketrampilan secara turun temurun diwariskan dari generasi ke generasi.
Masyarakat awam sering beranggapan bahwa jamu lebih aman dari pada obat-obatan, karena jamu dianggap tidak mengandung bahan kimia. Kalau mendengar kata obat, maka yang ada di benak masyarakat, obat adalah suatu bahan kimia buatan manusia yang biarpun berfungsi sebagai bahan pengobatan tetapi lebih berbahaya dari pada jamu, sehingga apabila masih ada alternatif lainnya, dalam hal ini jamu, itulah yang akan dipilih, disamping bisa juga dikarenakan obat-obatan harganya bisa jadi lebih mahal dari jamu.
Terminologi Bahan Kimia yang diulas dalam artikel ini dapat kita kategorikan sebagai Bahan Berbahaya dan Beracun (B3) dari sudut pandang Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 74 Tahun 2001 tentang Pengelolaan Bahan Berbahaya dan Beracun. Namun dikarenakan di dalam ketentuan PP tersebut tidak mengatur untuk bahan obat dan makanan, maka untuk selanjutnya B3 disebut sebagai bahan kimia.
Anggapan masyarakat bahwa jamu tidak mengandung bahan kimia (senyawa kimia) adalah tidak tepat. Di dalam jamu kunir asem, khususnya di dalam kunyit yang bahasa latinnya Curcuma longa L, atau dikenal juga dengan nama Curcuma domestica atau juga Turmeric.
Salah satu kandungan senyawa kimia yang terdapat dalam rimpang kunyit antara lain adalah Kurkumin (Curcumin) dengan CAS number 458-37-7. Kurkumin dapat berfungsi sebagai antiinflamasi dan antioksidan. Kurkumin juga berkhasiat mematikan kuman dan menghilangkan rasa kembung karena dinding empedu dirangsang lebih giat untuk mengeluarkan cairan pemecah lemak. Kurkumin (1,7-bis(4′ hidroksi-3 metoksifenil)-1,6 heptadien, 3,5-dion) memberikan warna kuning yang khas. Kurkumin termasuk golongan senyawa polifenol (polyphenol) yang banyak digunakan sebagai penguat rasa pada industri makanan. Kurkumin dapat digunakan dalam pengobatan kanker. Kurkumin dapat mengganggu siklus sel kanker paru A549 dan menekan pertumbuhan sel. Aktivitas antikanker Kurkumin telah banyak diteliti menggunakan berbagai pendekatan pada berbagai jenis kanker baik secara in vitro maupun in vivo karena kemampuannya sebagai antioksidan, penghambatan karsinogenesis, penghambatan proliferasi sel, antiestrogen, dan antiangiogenesis.
Struktur kimia kurkumin [1,7-bis-(4'-hidroksi-3'-metoksifenil)hepta-1,6-diena-3,5-dion]
Piktogram GHS (Globally Harmonized System) Kurkumin
Masyarakat sebetulnya tidak perlu khawatir dengan obat-obatan medis (obat sintetis), karena jamu juga mengandung senyawa kimia sama halnya seperti obat sintetis. Namun obat-obatan sintetis umumnya sudah teruji secara klinis, diproduksi sesuai dengan persyaratan, ada aturan pakai yang jelas serta telah mempunyai izin edar dari Pemerintah, sementara jamu kebanyakan tidak demikian.Piktogram GHS (Globally Harmonized System) Kurkumin
Penggunaan jamu sebagai obat tradisional pada prinsipnya dapat digunakan. Akan tetapi peningkatan produksi, peredaran dan penggunaan jamu tersebut di sisi lain dicemari oleh adanya penambahan bahan kimia obat ke dalamnya. Bahan kimia obat (BKO) yang merupakan bahan kimia sintetik atau hasil isolasi, tidak boleh ditambahkan ke dalam obat tradisional karena bertentangan dengan Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 246/Menkes/V/1990 tentang Izin Usaha Industri Obat Tradisional dan Pendaftaran Obat Tradisional. Jamu yang mengandung bahan kimia obat (BKO) dapat menyebabkan gangguan kesehatan serius, bahkan dapat berujung pada kematian karena bahan kimia obat (BKO) umumnya merupakan golongan obat keras yang harus diberikan sesuai dengan dosis terapinya.
Sampai saat ini Badan POM masih menemukan beberapa produk obat tradisional yang didalamnya dicampuri bahan kimia obat (BKO). BKO di dalam obat tradisional inilah yang menjadi nilai jual bagi produsen Hal ini kemungkinan disebabkan kurangnya pengetahuan produsen akan bahaya mengkonsumsi bahan kimia obat secara tidak terkontrol baik dosis maupun cara penggunaannya atau bahkan semata-mata demi meningkatkan penjualan karena konsumen menyukai produk obat tradisional yang bereaksi cepat pada tubuh. Konsumen yang tidak menyadari adanya bahaya dari obat tradisional yang dikonsumsinya, apalagi memperhatikan adanya kontra indikasi penggunaan beberapa bahan kimia bagi penderita penyakit tertentu maupun interaksi bahan obat yang terjadi apabila pengguna obat tradisional sedang mengkonsumsi obat lain, tentunya sangat membahayakan.
Persaingan yang semakin ketat cenderung pula membuat industri jamu menghalalkan segala cara untuk dapat bertahan hidup. Pencampuran jamu dengan bahan-bahan kimia berbahaya sering dilakukan untuk menjadikan jamu tersebut semakin berkhasiat secara instan. Bahan kimia obat yang ditambahkan dalam jamu umumnya merupakan bahan kimia yang digunakan sebagai bahan aktif obat keras (obat yang harus digunakan dibawah pengawasan dokter). Bahan-bahan tersebut jika digunakan tanpa pengawasan dokter dapat menimbulkan berbagai masalah kesehatan pada konsumen.
Salah satu bahan kimia obat yang sering ditambahkan pada jamu adalah Parasetamol (Paracetamol) atau asetaminofen (acetaminophen) atau 4-Acetamidophenol dengan CAS number 103-90-2 yang banyak digunakan pada jamu pegel linu, jamu asam urat yang dalam penggunaan jangka panjang dapat menyebabkan kerusakan hati dengan pictogram GHS di bawah ini.
Piktogram GHS Parasetamol
Metabolisme parasetamol/asetaminofen membentuk NAPQI
Parasetamol adalah obat penghilang sakit (analgesik) yang sebenarnya aman jika digunakan sesuai aturannya. Obat ini banyak dijumpai pada komponen obat flu maupun sakit kepala. Jika dicampurkan ke dalam jamu, misalnya jamu pegel linu atau jamu rematik, tentu akan meningkatkan kemanjuran jamu tersebut. Jika hanya dipakai sekali dua kali memang tidak berbahaya bagi kesehatan. Tetapi masalahnya, masyarakat pada umumnya menganggap jamu itu aman dan mereka cenderung mengkonsumsi setiap hari. Jika dipakai setiap hari, maka parasetamol akan terakumulasi dalam tubuh. Pada dosis besar, parasetamol dapat merusak hati/liver menyebabkan gangguan liver. Di dalam tubuh, parasetamol akan dimetabolisir menghasilkan zat radikal bebas yang bernamaN-acetyl-p-benzoquinoneimine (NAPQI).Dalam keadaan normal, NAPQI akan didetoksikasi secara cepat oleh enzim glutation dari hati. Pada dosis berlebih, hati tidak mampu lagi mendetoksikasinya, dan zat radikal bebas tersebut justru dapat merusak hati.
Mengingat manfaat jamu yang besar dan untuk melindungi masyarakat terhadap penggunaan obat tradisional, BPOM mengelompokkan obat tradisional menjadi tiga golongan, yakni : jamu, obat herbal terstandar, dan fitofarmaka. Pengelompokan tersebut didasarkan pada perbedaan cara pembuatan serta jenis klaim penggunaan dan tingkat pembuktian khasiat.
Jamu
Jamu disajikan secara tradisional dalam bentuk serbuk seduhan, pil, atau cairan. Satu jenis jamu dapat terdiri dari 5 – 10 tanaman obat. Jamu tidak melewati pembuktian ilmiah tetapi hanya berdasarkan bukti empiris, walaupun begitu jamu yang pada umumnya diproduksi harus memenuhi persyaratan yang sama, yaitu aman, berkhasiat, bermanfaat, dan bermutu baik.
Seiring dengan banyaknya jamu yang beredar di pasaran, sebagai konsumen kita harus selektif dalam memilih jamu yang akan dikonsumsi agar sesuai dengan efek yang kita harapkan. Untuk itu, sebaiknya selalu cek jamu yang sesuai dengan aturan yang ditetapkan oleh Badan POM, yang paling mudah diketahui adalah label dalam kemasan.
Obat Herbal Terstandar (OHT)
Berbeda dengan jamu, OHT telah diteliti khasiat dan keamanannya melalui beberapa uji praklinis. Uji tersebut adalah uji penerapan standar kandungan bahan, proses pembuatan ekstrak, uji higenitas, serta uji toksisitas. Dalam proses pembuatan OHT, dibutuhkan peralatan yang tidak sesederhana dalam pembuatan jamu serta tenaga kerja-nya harus benar – benar menguasai Cara Pembuatan Obat Tradisional Yang Baik (CPOTB).
Fitofarmaka
Fitofarmaka adalah sediaan obat bahan alam yang telah dibuktikan keamanan dan khasiatnya secara ilmiah dengan diuji praklinis dengan hewan percobaan dan telah melalui uji klinis pada manusia serta bahan baku dan produknya telah terstandardisasi.
Fitofarmaka merupakan obat yang biasa disejajarkan dengan obat modern selain itu fitofarmaka juga mulai direkomendasikan oleh dokter karena perkiraan manfaatnya terhadap penyakit tertentu cukup besar, memiliki rasio resiko dan kegunaan yang menguntungkan pasien, hal ini dapat dibuktikan karena fitofarmaka dalam produksinya telah beberapa uji, yakni :
Uji toksisitas : untuk mengetahui ada tidaknya efek yang beracun dalam zat berkhasiat
Uji Farmakologik eksperimental : pengujian pada hewan percobaan untuk memastikan khasiat fitofarmaka
Uji klinik fitofarmaka : pengujian pada manusia untuk mengetahui atau memastikan adanya efek farmakologik, tolerabilitas, keamanan, dan manfaat klinik untuk pengobatan atau pencegahan gejala penyakit.
Cara mudah mengenali obat herbal yang dicampur dengan Bahan Kimia Obat :
1.Efek yang dirasakan setelah minum obat tradisional tersebut sangat cepat (jamu cenderung cespleng): Banyak masyarakat yang menginginkan reaksi yang cepat ketika minum obat tradisional. Jika suatu obat tradisional memberikan efek yang sangat cepat setelah diminum yang biasa disebut “cespleng”, dapat dicurigai obat tradisional tersebut mengandung BKO karena cara kerja obat tradisional menyeluruh ke jaringan dengan memperbaiki jaringan yang mengalami kerusakan, sehingga waktu kerja obat tradisional lambat, berbeda dengan obat kimia yang mempunyai reaksi yang cepat.
2.Apabila klaim produk tersebut dapat digunakan untuk segala penyakit: Pada umumnya tidak ada obat tradisional dengan kandungan satu simplisia yang dapat menyembuhkan segala macam penyakit, apabila ada obat yang dapat digunakan untuk menyembuhkan berbagai macam penyakit hal tersebut dapat saja terjadi karena dalam suatu simplisia mengandung berbagai macam zat aktif itupun harus diuji kandungan zat aktif tersebut melalui uji klinik.
3.Memastikan bahwa obat tradisional tersebut terdaftar di BPOM: Hal ini dapat diketahui dengan melihat kode registrasi yang tercantum dalam kemasan yang terdiri dari kode POM diikuti oleh 9 angka
§Obat Tradisional Indonesia : TR. 000000000
§Obat Tradisional Lisensi : TR. 000000000
§Obat Tradisional Fitofarmaka : TR. 000000000
§Obat Tradisional Fitofarmaka lisensi : TL. 000000000
Dikutip dari berbagai sumber :
1.PP 74 Tahun 2001
4.https://piouii.wordpress.com/2012/09/25/kandungan-bahan-kimia-dalam-jamu/
5.http://health.liputan6.com/read/501283/zat-zat-ber... 31 Januari 2013
6.https://zulliesikawati.wordpress.com/tag/bahan-kimia-obat-bko/ 30 Nopember 2014
7.Material Safety Data Sheet Curcumin
8.Material Safety Data Sheet Acetaminophen
Views: 6267