Dampak PCP (Pentachlorophenol) bagi Kesehatan Manusia

Tahukah Anda mengenai PCP??

PCP diproduksi dengan mereaksikan klorin dengan fenol pada suhu tinggi dengan adanya katalis. Kontaminan yang dihasilkan pada saat pembuatan PCP adalah heksaklorobenzena, pentaklorobenzena, dioksin dan furan.PCP atau dikenal dengan nama Pentachlorophenol adalah hidrokarbon aromatik dari keluarga klorofenol yang pertama kali diperkenalkan digunakan sebagai pengawet kayu pada tahun 1930an. Sejak diperkenalkan, PCP memiliki beragam aplikasi lain misalnya:Biosida (bahan aktif yang digunakan untuk membunuh bakteri serta kuman), fungisida (pestisida yang secara spesifik membunuh atau menghambat cendawan penyebab penyakit), herbisida (bahan kimia yang dapat menghambat pertumbuhan atau mematikan tumbuhan penggangu), insektisida (bahan-bahan kimia bersifat racun yang dipakai untuk membunuh serangga), algesida (zat kimia yang secara selektif mematikan ganggang), pestisida (bahan yang digunakan untuk mengendalikan, menolak, atau membasmi organisme pengganggu), desinfektan, defoliant (bahan kimia yang disemprotkan atau ditaburkan pada tanaman untuk merontokkan daun), dan digunakan dalam produksi Ester pentachlorophenyl laurate (PCP-L). Ester pentachlorophenyl laurate digunakan pada tekstil.

PCP merupakan salah satu senyawa dimana dalam konsentrasi tinggi dan rendah akan berbahaya bagi kesehatan manusia bila ditemukan di dalam lingkungan, baik di dalam air, tanah maupun udara (Ho dan Bolton, 1998).Selain digunakan dalam bidang pertanian, PCP digunakan sebagai pengawet dalam bahan cat antifouling (sistem pencegahan terhadap menempelnya biota laut pada lambung kapal), pengontrol lendir pada pulp dan kertas, perantara dalam sintesis obat, produk antara dalam pewarnakulit (penyamakan kulit), pengawetan kayu, dan produk pengolahan air industri (UNEP, 2013).

PCP merupakan salah satu bagian dari POP’s (Persistent Organic Pollutants), pencemar organik yang persisten yang diatur pada Konvensi Stockholm. Pada Konvensi Stockholm, PCP adalah bahan kimia yang menjadi bahasan pada COP – 7 Konvensi Stockholm pada tanggal 4 – 15 Mei tahun 2015 dicantumkan pada Lampiran A yang memuat daftar bahan-bahan POPs yang harus dihapuskan. Akan tetapi, PCP memiliki pengecualian khusus pada Konvensi Stockholm yaitu untuk penggunaan tiang listrik (utility poles) dan pegangan kursi(cross-arms).

Sesuai peraturan yang berlaku di Kementerian Pertanian, senyawa Pentachlorophenol telah diatur dalam Lampiran II bahan aktif yang dilarang untuk semua bidang Penggunaan Pestisida pada Peraturan Menteri Pertanian No. 39 Tahun 2015 tentang Pendaftaran Pestisida. PadaPasal 6 ayat 2d, Kementerian Pertanian telah menetapkan pestisida yang dilarang berdasarkan kriteria bahan aktif dan/atau Bahan tambahan yang masuk klasifikasi POPs baru berdasarkan Konvensi Stockholm.

Selain itu, berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan No. 70 Tahun 2016 tentang Standar dan Persyaratan Kesehatan Lingkungan Kerja Industri bahwa Nilai Ambang Batas (NAB) TimeWeighted Average (TWA) PCPadalah 0,5 mg/m3. Peraturan Menteri Kesehatan No. 492 Tahun 2010 tentang Persyaratan Kualitas Air Minum untuk Kadar maksimum yang diperbolehkan PCP adalah 0,009 mg/L.

Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) 2017 bahwa total data import PCP di Indonesia pada tahun 2009 sampai 2012 adalah 536.414 kg

       

Adanya jumlah impor PCP diIndonesia menjadi perhatian banyak orang karena sifatnya yang berbahaya yaitu persisten, bioakumulatif, dan dapat menyebabkan efek buruk pada lingkungan dan manusia. Hasil tabel di atas, menunjukkan bahwa setiap tahunnya impor PCP di Indonesia mengalami penurunan. Hal ini sejalan dengan sulitnya pemantauan PCP di Indonesia yang dilakukan oleh Direktorat Pengelolaan B3 pada Tahun 2018. Selain itu dengan adanya penurunan ini menunjukkan kesadaran perusahan untuk tidak menggunakan PCP dan mencari alternatif pengganti penggunaan PCP sesuai dengan amanat Konvensi Stockholm yang diratifikasi menjadi UU No. 19 tahun 2009 tentang Bahan Pencemar Organik yang Persisten.

Berikut penggunaan PCP sebagai pengawet kayu dan bahaya nya terhadap manusia

Sumber : (http://pentachlorophenol.info/, 2020)

PCP adalah salah satu biosida yang paling banyak digunakan di Amerika Serikat sebagai pengawet kayu. Kadar air kayu dapat dikurangi dengan salah satu dari beberapa metode pengkondisian. Pemilihan metode tergantung pada spesies kayu dan penggunaan akhir yang diinginkan. PCP umumnya dibeli sebagai blok padat, biasanya dengan berat 907 kg. Blok PCP dilarutkan dengan menempatkannya dalam silinder. Konsentrat kemudian diencerkan menjadi konsentrasi teknis (5-9%) (Environment Canada, 2013). Kayu yang akan diawetkan dimasukkan ke dalam silinder dan dilakukan perendaman dengan menggunakan PCP konsentrat teknis. Penggunaan PCP pada kayu dapat memperlama usia kayu hingga 35 tahun.

Bagaimana PCP dapat masuk ke tubuh manusia?

PCP dapat masuk ke tubuh manusia melalu beberapa cara yaitu:

  • Menghirup udara yang tercemar
  • Mengkonsumsi makanan dan minuman yang tecemar
  • Kontak/ penyerapan melalui kulit
  • Dampak PCP

    Berdasarkan informasi dari Gray et al., 1985 bahwa terdapat laporan kasus seorang pria meninggal setelah 3 minggu di terpajan debu PCP di dalam kegiatan pekerjaannya sehari-hari (tidak ada informasi konsentrasi terpajan). Menurut Hoben et al., 1976b bahwa terdapat laporan kematian pada hewan percobaan pada tikus yang menghirup natrium pentachlorophenateselama 45 menit dengan konsentrasi 14 mg/m3 (11,7 mg/kg). Pajanan PCP dengan dosis tinggi pada manusia menyebabkan peradangan pada saluran pernapasan bagian atas dan bronkitis (Baader dan Bauer, 1951; Klemmer et al.,1980).

    Beberapa penelitian di dunia kerja melaporkan terjadi chloracne, ditandai dengan kista yang luas dan nanah membentuk abses pada wajah, dada, perut, dan bagian proksimal ekstremitas pada pekerja yang memproduksi natrium pentachlorophenate(Sehgal dan Ghorpade, 1983) dan PCP (Cheng et al., 1993; Hryhorczuk et al., 1998; O'Malley et al, 1990).

    Dosis mematikan manusia terendah untuk PCP (kemurnian tidak ditentukan) diperkirakan 1 gram (kira-kira 17,0 mg/kg) (Driesbach, 1980). Satu laporan yang menggambarkan efek menelan PCP pada manusia ditemukan dalam literatur. Dalam kasus ini, pria dewasa dengan sengaja menelan sekitar 4-8 ons pembunuh gulma yang mengandung 12% PCP, 1,5% fenol lain yang diklorinasi, 82% hidrokarbon aromatik, dan 4,5% bahan inert. Tanda-tanda klinis yang diamati setelah masuk rumah sakit, jantung menjadi berdebar kencang. Efek ini mungkin merupakan hasil dari kemampuan PCP untuk memisahkan fosforilasi oksidatif, yang menyebabkan hipertermia (Haley, 1977).

    Apakah ada solusi PCP?

    Alternatif kimia untuk PCP adalah zat yang menawarkan penggunaan yang sama seperti PCP, tetapi memiliki potensi yang berkurang terhadap manusia dan kerusakan lingkungan. Penggunaan utama PCP adalah untuk perawatan kayu industri (POP RC, 2014). The USEPA (2008) telah mengidentifikasi pengawetan kayu pengganti PCP yang diproduksi secara masal yaitu:

    a.Chromated copper arsenate (CCA)

    b.Produk Creosote-based, Ammonical Copper Zinc Arsenate (ACZA)

    c.Pengawet tambahan termasuk Ammonium Copper Quaternary (ACQ), Copper Naphthenate, copper azoles dan azoles/permethrin.

    Informasi artikel ini diharapkan dapat memberikan informasi mengenai bahaya Pentachlorophenol dikarenakan sifatnya persisten, bioakumulatif, dan dapat menyebabkan efek buruk pada manusia serta alternatif penganti senyawa ini.Adanya penurunan penggunaan Pentachlorophenol setiap tahun menunjukkan kesadaran perusahan tidak menggunakan PCP dan mencari alternatif pengganti penggunaan PCP. Selain itu, Pembentukan peraturan yang melarang penggunaan senyawa Pentachlorophenol merupakan salah satu bentuk pencegahan dan peredaran senyawa tersebut di Indonesia serta bentuk rasa peduli terhadap kelestarian lingkungan dan kesehatan manusia.

    Daftar Pustaka

    1.Baader EW and Bauer HJ. 1951. Industrial intoxication due to pentachlorophenol. Ind Med Surg 20:286-290.

    2.BPS. 2017. Penggunaan PCP di Indonesia pada tahun 2009 – 2012. Jakarta

    3.Cheng WN, Coenraads PJ, Hao ZH, et al. 1993. A health survey of workers in the pentachlorophenol section of a chemical manufacturing plant. Am J Ind Med 24:81-92.

    4.Environment Canada.2013. Recommendations for the design and operation of wood preservation facilities: technical recommendations document’ Published by Environment Canada in collaboration with the Pest Management Regulatory Agency of Health Canada and Wood Preservation Canada.

    5.Gray RE, Gilliland RD, Smith EE, et al. 1985. Pentachlorophenol intoxication: Report of a fatal case, with comments on the clinical course and pathologic anatomy. Arch Environ Health 40:161-164.

    6.Haley TJ. 1977. Human poisoning with pentachlorophenol and its treatment. Ecotoxicol Environ Saf 1:343-347.

    7.Hryhorczuk DO, Wallace WH, Persky V, et al. 1998. A morbidity study of former pentachlorophenol­production workers. Environ Health Perspect 107:401-408.

    8.http://pentachlorophenol.info/ [diakses pada tanggal 3 Agustus 2020]

    9.Klemmer HW, Wong L, Sato MM, et al. 1980. Clinical findings in workers exposed to pentachlorophenol. Arch Environ Contam Toxicol 9:715-725.

    10.O'Malley MA, Carpenter AV, Sweeney MH, et al. 1990. Chloracne associated with employment in the production of pentachlorophenol. Am J Ind Med 17:411-421.

    11.POP RC. 2014. Persistent Organic Pollutants Review Committee (POPRC) (2014). Risk management evaluation on pentachlorophenol and its salts and esters.

    12.Sehgal VN, Ghorpade A. 1983. Fume inhalation chloracne. Dermatologica 167:33-36.

    13.UNEP. 2013. UNEP/POPS/POPRC.9/6 Draft risk profile: pentachlorophenol and its salts and esters

    14.USEPA. 2008. United States Environmental Protection Agency, Pentachlorophenol environmental fate and transport assessment. Office of Prevention, Pesticides, and Toxic Substances. EPA‐HQ‐OPP‐2004‐0402‐0066. 21 pp.

    B3 dan POPs PCP

    Views: 4272