FORMULASI PARAKUAT DIKLORIDA DAN KONVENSI ROTTERDAM

Oleh: Aditia Nugraha

Peranan pestisida dalam upaya penyelamatan produksi pertanian dari gangguan hama dan penyakit tanaman sangatlah besar. Namun demikian, mengingat pestisida juga mempunyai resiko terhadap keselamatan manusia dan lingkungan maka pemerintah berkewajiban dalam mengatur pengadaan, peredaran dan penggunaan pestisida agar dapat dimanfaatkan denganberwawasan lingkungan.

Dalam bidang pertanian terdapat beberapa istilah yakni:

a.Bahan Aktif adalah bahan kimia sintetik atau bahan alami yang terkandung dalam BahanTeknis atau Formulasi Pestisida yang memiliki daya racun atau pengaruh biologis lain terhadap organisme sasaran;

b.Formulasi adalah campuran Bahan Aktif dengan Bahan Tambahan dengan kadar dan bentuk tertentu yang mempunyai daya kerja sebagai Pestisida sesuai dengan tujuan yang direncanakan.

Penggunaan herbisida di bidang pertanian dan perkebunan mengalami peningkatan yang cukup signifikan. Penggunaan herbisida merupakan bagian penting dalam sistem pertanian modern.Parakuat diklorida merupakan bahan aktif yang cukup banyak diaplikasikandi lahan pertanian.

Parakuat diklorida merupakan herbisida kontak yang dapat langsung mematikan jaringan-jaringan atau bagian-bagian gulma yang terkena semprotan larutan herbisida ini, terutama pada bagian yang berwarna kehijauan Herbisida kontak tidak ditranslokasikan atau tidak diserap dan dialirkan dalam tubuh gulma. Herbisida kontak kurang efektif jika diaplikasikan untuk mengendalikan gulma yang mempunyai organ perbanyakan di dalam tanah, seperti teki dan alang-alang. Hal tersebut dikarenakan bagian tanaman di dalam tanah tidak akan mati. Herbisida kontak memiliki kelebihan berupa daya kerjanya yang lebih cepat terlihat.

Penggunaan parakuat memiliki potensi dampak pencemaran lingkungan yang menyebabkan gangguan pada mikroorganisme tanah dan tanah.Parakuat juga relatif stabil pada suhu, tekanan dan pH normal. Hal ini memungkinkan parakuat lebih stabil di dalam tanah. Sifat parakuat juga mudah larut dalam air menjadikan parakuat sebagai senyawa yang mudah larut oleh air hujan atau air irigasi sehingga berpotensi mencemari sistem perairan.

Bahan aktif parakuat diklorida oleh WHO diklasifikasikan sebagai Kelas II - Moderately hazardous technical grade active ingredients in pesticides.

Di dalam negeri, Parakuat diklorida (paraquat dichloride), CAS No. 1910-42-5, termasuk sebagai bahan aktif pestisida terbatas untuk bidang penggunaan pengelolaan tanaman.Hal ini berdasarkan Lampiran III Tabel I. Bahan Aktif Pestisida Yang Ditetapkan Sebagai Pestisida Terbatas dalam Peraturan Menteri Pertanian No 39 Tahun 2015 tentang Pendaftaran Pestisida.

Kasus Di Burkina Faso

Pada tahun 2010, Burkina Faso menyerahkan proposal kepada Sekretariat Konvensi Rotterdam untuk mencantumkan formulasi Gramoxone® Super (200 g/L EC), yang merupakan emulsifiable concentrate of 276 g paraquat dichloride/L (CAS 1910-42-5), corresponding to paraquat ion at 200g/L (CAS 4685-14-7), sebagaiSeverely Hazardous PesticideFormulation (SHPF)dalam Lampiran III Konvensi Rotterdam.Severely Hazardous Pesticide Formulation (SHPF) adalah formulasi pestisida yang dalam penggunaannya menimbulkan efek akut terhadap kesehatan dan/atau lingkungan yang dapat diobservasi dalam periode singkat setelah paparan tunggal atau berulang.

Kejadian yang dilaporkan (berdasarkan survey kepada para petani)melibatkan 53 laki-laki berusia antara 20 - 70 tahun yang menggunakan produk tersebut di lapangan. Kejadian tersebut terjadi dari tahun 1996 sampai 2010 di tiga provinsi di Burkina Faso (Boucledu Mouhoun, Cascades dan Hauts Bassins). Produk ini diaplikasikan menggunakan backpack sprayers tanpa menggunakan Alat Pelindung Diri (APD).

Efek samping muncul beberapa jam setelah penggunaan pestisida. Gejala yang dilaporkan yakni sakit kepala, keringat berlebihan, gatal, kesemutan, kulit terbakar, ruam dan luka pada kulit, demam, pusing, nyeri pada tulang, kehilangan kesadaran, kesulitan bernafas, batuk, masalah penglihatan, sakit mata , telinga berdengung, sakit perut, mual, muntah dan rahang terkunci. Pada 15 kasus, tidak diketahui adanya tindakan pengobatan, pada 26 kasus dilakukan tindakan pengobatan, dan pada 11 kasus tambahan dilakukan rawat inap terhadap korban.

Pembahasan Parakuat Diklorida di Chemicals Review Committee (CRC) dan Conference of Parties (COP) Konvensi Rotterdam

Pada tahun 2012, Finalisasi Draft Decision Guidance Document (DGD) disepakati pada pertemuan CRC-8. DGD selanjutnya akan dibahas pada pertemuan The sixth meeting of the Conference of the Parties (COP-6) tahun 2013. COP 6 memutuskan bahwa proposal pencantuman formulasi parakuat dalam Lampiran III telah memenuhi persyaratan yang ditetapkan. Namun pada proses pembahasan selanjutnya, hingga saat ini tidak tercapai konsensus oleh seluruh Negara pihak. Masih terdapat perbedaan pendapat dari beberapa Negara.

Negara-negara yang mendukung listing berpendapat bahwa dengan masuknya formulasi parakuat dalam Lampiran III maka perhatian khusus pada toksisitas serta dampak penggunaanya terhadap kesehatan manusia dan lingkungan hidup dapat diminimalisir, mendukung fasilitasi pertukaran informasi untuk mempromosikan penggunaan formulasi paraquat yang aman serta menjamin hak setiap Negara mendapatkan informasi perdagangan paraquat yang melintasi perbatasan mereka. Negara yang mendukung menekankan bahwa listing di bawah Konvensi Rotterdam bukanlah suatu larangan (ban), tetapi mengharuskan eksportir paraquat untuk memberikan notifikasi sebelum mendapatkan persetujuan dari negara-negara pengimpor.

Sementara itu, negara-negara yang menolak listing formulasi parakuat berpendapat bahwa formulasi parakuat masih banyak digunakan; parakuat diklorida telah memberikan manfaat dalam efisiensi praktek agronomi petani, mengurangi biaya, dan meningkatkan pendapatan petani;alternatif yang hemat biaya tidak tersedia; adanya potensi implikasi pada perdagangan produk mengandung paraquat di masa depan; kasus penyalahgunaan parakuat di Burkina Faso adalah kasus yang terisolasi dan belum tentu terjadi di negara lain;sertamasih diperlukan data untuk melakukan kajian dampak sosio-ekonomi dari masuknya formulasi parakuat dalam Lampiran III.

Di tingkat nasional telah dilakukan kajian nasional terhadap penggunaan parakuat diklorida yang hasilnya menunjukkan bahwa tingkat penggunaan parakuat diklorida masih cukup tinggi, baik pada komoditas pangan (padi dan jagung) maupun komoditas perkebunan (sawit dan kakao) serta tidak ditemukan residu pestisida berbahan aktif parakuat dikloridapada tanaman.

Konsekuensi Pembahasan Formulasi Parakuat Diklorida dan Konvensi Rotterdam

Inti dari pengaturan Konvensi Rotterdam adalah pertukaran informasi antar negara mengenai identitas serta potensi bahaya suatu bahan kimia sebelum bahan kimia tersebut diperdagangkan lintas batas negara. Dengan adanya pertukaran informasi ini, diharapkan dapat mencegah importasi ilegal bahan kimia ke suatu negara.Dari sisi pengaturan konvensi, pencantuman bahan kimia di bawah Konvensi Rotterdam bukanlah suatu larangan (ban). Terhadap setiap bahan kimia yang tercantum dalam Lampiran III, setiap negara Pihak harus menyampaikan import response, yakni tanggapan/keputusan/posisi suatu negaradalam hal mengizinkan atau tidak mengizinkanmasuknya bahan kimia tersebut ke negaranya.

Di sisi lain, setiap bahan kimia yang telah terdaftar dalam Lampiran III Konvensi Rotterdam akan memperoleh stigma negatif dan dapat dikategorikan sebagai produk dalam daftar hitam bagi sebagian kalangan, khususnya Lembaga Swadaya Masyarakat. Hal ini bisa menjadi isu yang digunakan untuk menekan pemerintah dan industri agar melarang dan/atau menghapuskan penggunaan bahan kimia tertentu. Sebagai informasi, hingga saat ini setidaknya 12 dari 50 bahan kimia dalam Lampiran III juga tercantum dalam Lampiran A (eliminasi) Konvensi Stockholm sehingga akan dilarang dalam perdagangan. Hal-hal tersebut memberikan kekhawatiran bagi dunia industri karena dapat menghambat pertumbuhan mereka karena akan mempengaruhi penjualan produk dan kebutuhan dana yang besar untuk melakukan rekayasa proses dan/atau penelitian alternatif

Indonesia sebagai negara agraris tentunya harus mempertimbangkan secara matang posisi yang akan diambil oleh Negara menyikapi pembahasan formulasi parakuat diklorida di Konvensi Rotterdam. Diperlukan data dan informasi yang komprehensif guna mendukung posisi Indonesia. Namun hal paling penting yang harus dipersiapkan oleh pemerintah Indonesia adalah memperkuat instrumen dan infrastruktur pengawasan penggunaan pestisida yang mengandung bahan berbahaya dan beracun serta memastikan praktik pertanian yang berwawasan lingkungan benar-benar diaplikasikan.

DAFTAR PUSTAKA

1.E-Learning Tool Interactive Training on the Operation of the Rotterdam Convention (ITORC) (http://www.pic.int/Implementation/PublicAwareness/...

2.IPCS (2009) International Programme on Chemical Safety, Poisons Information Monograph 399, Paraquat. (http://www.inchem.org/documents/pims/chemical/pim3...

3.Secretariat of the Rotterdam Convention on the Prior Informed Consent Procedure forCertain Hazardous Chemicals and Pesticides inInternational Trade. 2012.DraftDecision Guidance DocumentLiquid formulations (EC and SL)containing paraquat dichloride at orabove 276 g/L, corresponding to paraquationat or above 200 g/L. UN Environment & FAO

4.WHO (2010). The WHO Recommended Classification of Pesticides by Hazard and Guidelines to Classification 2009. (http://www.who.int/ipcs/publications/pesticides_ha...

5.http://www.pic.int/

B3 dan POPs klhk b3 ditpb3 parakuat

Views: 29147