Merkuri merupakan salah satu Bahan Berbahaya dan Beracun (B3) yang kerap digunakan pada proses penambangan emas, khususnya pada sektor Pertambangan Emas Skala Kecil (PESK). Salah satu karakteristik merkuri adalah sifatnya yang dapat mengikat logam, contohnya emas, untuk membentuk campuran merkuri-logam yang disebut dengan amalgam.
Karena sifat merkuri yang berbahaya terhadap lingkungan dan kesehatan, maka perlu diketahui besaran jumlah merkuri yang hilang ke lingkungan. Metodologi yang dapat digunakan untuk mengetahui jumlah merkuri yang hilang ke lingkungan pada sektor PESK mengacu pada toolkit yang dirumuskan oleh UNEP (United Nation Environment Program). Melalui metode ini, jumlah merkuri yang hilang ke lingkungan setara dengan jumlah merkuri yang digunakan pada proses pengolahan emas.
Proses pengolahan emas pada ektor PESK adalah sebegai berikut:
1.Proses penambangan dan pengambilan batuan yang memiliki kandungan emas
2.Batuan dimasukkan ke dalam gelundung dengan tujuan memperkecil ukuran batuan hingga menjadi ukuran yang lebih kecil. Setelah ukuran batuan dirasa cukup kecil, merkuri ditambahkan secara terus-menerus ke dalam gelundung untuk membentuk amalgam. Pada proses ini terdapat merkuri yang hilang ke tanah karena akan ada sisa merkuri yang tidak berikatan dengan logam.
3.Amalgam yang telah dibentuk akan dibakar pada suhu tinggi untuk memisahkan merkuri dengan logam emas. Pada proses pembakaran ini, akan terpisah dari logam dan hilang ke udara.
4.Emas akan diperoleh dari hasil pembakaran amalgam
Pada tahun 2019, Direktorat Pengelolaan B3 melakukan pemantauan lapangan penggunaan merkuri dengan mengukur jumlah merkuri pada satu kali proses pengolahan. Terdapat tga wilayah PESK yang dipantau pada tahun 2019, yaitu:
1.Kalirejo, Kokap, Kulon Progo, DI Yogyakarta
2.Panang, Kotabunan, Bolaang Mongondow Timur, Sulawesi Utara
3.Kebon Sari, Punung, Pacitan, Jawa Timur
Views: 938