Mengenal Bahan Berbahaya dan Beracun (B3) Dalam Industri Pembangkit Listrik

Penulis: Redny Tota Sihite, JFT PEDAL Madya

Kebutuhan Energi Listrik Sumberdaya energi diperlukan manusia untuk memenuhi keperluan transportasi, penerangan, perhotelan, mendukung keperluan pendidikan,mendukung jalannya administrasi pemerintahan, penggerak mesin-mesin diindustri, dan pemenuhan bahan baku industri.Sektor industri dalam operasionalnya banyak menggunakan gas, batubara, dan listrik. Pada tahun 2050 diperkirakan kebutuhan ketiga jenis energi tersebut terus meningkat menggantikan BBM yang harganya lebih mahal. Sektor komersial dan rumah tangga sebagian besar energinya dipenuhi oleh listrik. Kebutuhan energi sektor rumah tangga meningkat dari 116 juta SBM (Setara Barel Minyak) pada tahun 2016 menjadi 483 juta SBM pada tahun 2050, dengan pangsa terbesar adalah listrik diikuti LPG (BPPT, Energi Outlook 2018).

Selama 34 tahun ke depan terjadi pergeseran dominansi kebutuhan listrik, dari sektor rumah tangga ke sektor industri. Hal ini terjadi karena penggunaan listrik semakin efisien seiring dengan ketersediaan teknologi peralatan listrik rumah tangga yang semakin kompetitif. Sebaliknya, listrik didorong untuk memenuhi keperluan produktif sektor industri, seperti industri tekstil, kertas, pupuk, logam dasar besi, baja, dan lainnya. (BPPT, Energi Outlook 2018).

Energi dan lingkungan hidup adalah dua hal yang saling berkaitan. Bagaimana energi yang dihasilkan tidak mencemari lingkungan serta bagaimana lingkungan hidup dapat menghasilkan energi yang berguna untuk menopang kehidupan.Energi yang digunakan dalam suatu bisnis proses industri harus mempertimbangkan aspek ekonomi dan dampak terhadap lingkungan, sebagaimana dimandatkan dalam misi RPJMN 2015-2019 berdasarkan Perpres No. 2 Tahun 2015 adalah untuk meningkatkan kualitas lingkungan hidup dan keberlanjutan pembangunan.

Pembangkit listrik digerakkan antara lain dengan menggunakan tenaga air, uap, minyak bumi, gas dan batubara. Dampak terhadap lingkungan dari kegiatan pembangkit listrik yang sering menjadi sorotan dalam pengoperasiannya adalah penggunaan bahan bakar yang memberikan keluaran berupa emisi gas rumah kaca sehingga berkontribusi terhadap pemanasan global. Namun ada hal lain yang belum menjadi perhatian yaitu penggunaan bahan kimia yang masuk dalam klasifikasi sebagai Bahan Berbahaya dan Beracun (B3). B3 digunakan sebagai bahan utama dalam proses produksi energi listrik maupun sebagai bahan penolong atau pada utilitas.

UU No. 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup pada pasal 58 ayat 1 menyatakan bahwa setiap orang yang memasukkan ke dalam wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia, menghasilkan, mengangkut, mengedarkan, menyimpan, memanfaatkan, membuang mengolah, dan/atau menimbun B3 wajib melakukan pengelolaan B3. Selanjutnyadi dalam Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun 2001 tentang Pengelolaan B3 disebutkan pada pasal 4 bahwa setiap orang yang melakukan kegiatan pengelolaan B3 wajib mencegah terjadinya pencemaran dan atau kerusakan lingkungan hidup. Prinsip dari pengelolaan B3 adalah untuk mengendalikan pencemaran dan meminimalkan dampak negative terhadap kesehatan manusia dan lingkungan akibat dari penggunaan B3.

Di dalam tulisan ini akan diuraikan gambaran penggunaan B3 pada kegiatan pembangkit listrik, contoh beberapa jenis B3 yang digunakan dan upaya pengelolaan B3 yang perlu diketahui oleh industri pembangkit listrik untuk memenuhi ketentuan peraturan perundangan.

Penggunaan B3 Pada Proses Utama Pembangkit Listrik Tidak semua pembangkit listrik menggunakan bahan kimia pada proses utamanya, misalnya Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA). Mesin penggerak yang digunakan adalah turbin air untuk mengubah energi potensial air menjadi kerja mekanis poros yang akan memutar rotor generator untuk menghasilkan energi listrik. Air sebagai bahan baku PLTA dapat diperoleh dari sungai atau waduk yang secara langsung disalurkan untuk memutar turbin. PLTA hanya menggunakan energi gravitasi air sebagai penggerak. Bahan kimia hanya digunakan untuk kegiatan perawatan mesin-mesin seperti produk pelumas.

Untuk memberikan gambaran penggunaan bahan kimia atau B3 pada proses utama berikut ini diberikan contoh penggunaannya di Pembangkit Listrik Tenaga Gas/Uap (PLTG/U) dan Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi (PLTP). Jenis B3 yang digunakan dapat saja berbeda untuk tujuan penggunaan yang sama.

a. PLTGU (Pembangkit Listrik Tenaga Gas Uap) Pembangkit Listrik Tenaga Gas Uap (PLTGU) merupakan kombinasi antara PLTG dan PLTU. PLTGU dioperasikan dengan menggunakan bahan bakar minyak dan atau bahan bakar gas. Gas panas atau gas bekas proses PLTG, selanjutnya dimanfaatkan untuk proses pemanasan air di Heat Recovery Steam Generator (HRSG) untuk memproduksi uap yang akan digunakan sebagai media penggerak turbin uap yang seporos dengan generator. Tahapan proses produksi listrik di PLTGU sama halnya dengan proses produksi di PLTG. Untuk menghasilkan Gas/Gas Uap, digunakan bahan baku air yang dapat berasal dari air tawar maupun dari air laut. Bahan baku air laut perlu diolah terlebih dahulu agar tidak merusak mesin-mesin pembangkit listrik. Beberapa tahapan proses yang menggunakan bahan kimia adalah sebagai berikut:

• Proses Desalinasi: Air laut dirposes di unit desalinasi yang bertujuan untuk menghilangkan mineral sehingga tingkat conductivity turun pada tingkat tertentu. Bahan kimia yang digunakan dalam proses ini antara lain sodium bisulphite untuk meminimalisir kadar Chlorine yg masuk, antiscalant untuk meminimalisir terbentuknya kerak dan anti foam yang berfungsi untuk mencegah terbentuk buih, sehingga dihasilkan air baku yang siap digunakan.

• Proses Demineralisasi: Air baku dari proses desalinasi kemudian di proses demineralisasi untuk menghilangkan kandungan mineral sehingga diperoleh tingkat conductivityyang diharapkan. Bahan kimia yang digunakan dalam proses yaitu Hydrochloric acid (HCl) dan Sodium hydroxide (NaOH) yang berfungsi untuk regenerasi resin.

• Proses di Unit Boiler: Boiler yang beroperasi pada unit PLTGU berfungsi menghasilkansuperheated steam dengan bantuan panas dari sisa gas buang unit PLTG. Dalam pengoperasiannya,Ammonia digunakan untuk menaikkan pH air yang diinjeksi ke condenser, Carbohydrazide/Hydrazine digunakan untuk menghilangkan kadar oksigen dalam air yang diinjeksi ke aerator yang berguna untuk mencegah korosi pada boiler, dan Trisodium phosphat (TSP) sebagai penyangga pH di boiler.

• Proses di Sistem Air Pendingin: Sebelum masuk ke kondensor air pendingin dilewatkan melalui saringan kemudian diklorinasi. Uap air dari HRSG yang telah dipakai untuk menggerakkan steam turbin generator dimanfaatkan kembali dengan cara mengembunkannya kembali melewati kondensor (alat penukar panas), dengan menggunakan media air pendingin. Bahan kimia yang digunakan adalah Sodium hypochlorite untuk mecegah terbentuknya biota laut di sistem air pendingin.Bahan ini biasanya diproduksi sendiri dengan menggunakan generator chlorine.

b. PLTP (Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi) Proses pada pembangkit listrik tenaga panas bumi (PLTP) memiliki kesamaan dengan pembangkit listrik tenaga uap yaitu menggunakan uap untuk memutar turbin yang selanjutnya akan menghasilkan listrik. Perbedaannya adalah pada sumber uap yang digunakan. Pada pembangkit listrik tenaga panas bumi, uap didapatkan dari brine (air panas) dari reservoir yang diakses menggunakan sumur injeksi, seperti halnya pada sumur bor minyak. Setelah melewati separator, uap yang dihasilkan akan disalurkan ke final scrubber untuk dimurnikan yang kemudian digunakan untuk memutar turbin. Pada proses ini bahan kimia digunakan pada pengolahan air kondensat, yaitu berupa sodium hydroxide (NaOH) untuk menetralkan pH air. Selain itu digunakan jugaSodium hypochlorite (NaOCl) dan Sodium bromide (NaBr) untuk menghilangkan algae/lumut.

Penggunaan B3 pada IPAL, Kegiatan Pemeliharaan, dan Analisa Laboratorium a. Penggunaan B3 pada IPAL Instalasi pengolahan air limbah (IPAL) atau waste water treatment plant (WWTP), adalah sebuah struktur yang dirancang untuk memisahkan/membuang pengotor biologis dan kimiawi dari air sehingga memungkinkan air tersebut dapat digunakan pada aktivitas yang lain.

IPAL yang difungsikan untuk mengolah air limbah dari kegiatan PLTGU dan PLTP menggunakan B3 antara lain: Sodium hypochlorite berfungsi untuk menurunkan kandungan COD, Hydrochloric acid (HCl) untuk menetralkan air jika pH cenderung basa, Sodium hydroxide (NaOH) untuk menetralkan air jika pH cenderung asam, Poly alumnuim chloride (PAC) sebagai coagulantdan floculantuntuk membentuk flok agar padatan terlarut dapat menggumpal dan lebih mudah diendapkan membentuk sludge.

b. Penggunaan B3 untuk Pemeliharaan Kegiatan pemeliharaan terhadap peralatan produksi dan peralatan pendukung lainnya dilakukan secara periodik oleh perusahaan. Dalam kegiatan pemeliharaan mesin-mesin, perusahaan pembangkit listrik menggunakan produk-produk bahan kimia seperti pelumas, bahan pendingin, kegiatan pengelasan dan lainnya. Produk-produk tersebut juga memiliki kandungan bahan kimia yang masuk dalam klasifikasi B3 seperti Argon danChlorodifluoromethane.

c. Penggunaan B3 untuk Analisa Laboratorium Dalam kegiatan pembangkit listrik ditemukan juga penggunaan B3 pada analisa laboratorium untuk keperluan seperti pengujian kualitas air, kualitas air laut dan kualitas pengolahan air limbah. Bahan kimia yang digunakan untuk analisa laboratorium juga memiliki klasifikasi sebagai B3. Walaupun jumlah penggunaan B3 untuk keperluan analisa laboratorium tidak terlalu banyak, tetapi perlu dikelola dengan baik dan benar. Bahan Kimia sebagai B3 pada Kegiatan Pembangkit LIstrik PP 74 Tahun 2001 mengklasifikasikan B3 sebagai mudah meledak (explosive); pengoksidasi (oxidizing); sangat mudah sekali menyala (extremely flammable); sangat mudah menyala (highly flammable), mudah menyala (flammable), amat sangat beracun (extremely toxic); Sangat beracun (highly toxic), beracun (moderately toxic); berbahya (harmful); korosif (orrosive), bersifiat iritasi (irritant); berbahaya bagi lingkungan (dangerous to the environment); karsinogenik (carcinogenic); teratogenik (teratogenic); mutagenik (mutagenic).Berdasarkan klasifikasi tersebut kita dapat mengetahui apakah bahan kimia yang digunakan masuk dalam kelompok B3 atau tidak. Informasi tersebut dapat kita peroleh dariLembar Data Keselamatan Bahan (LDKB) yang seharusnya selalu disertai dalam setiap pembelian bahan kimia.

Data bahan kimia yang diperoleh dari kegiatan inventarisasi penggunaan B3 di industri seringkali hanya berupa nama dagang, nomor CAS (chemical abstacs service) tetapi tidakdilengkapi dengan LDKB. Untuk mengetahui nama bahan kimianya maka perlu dilakukan cek silang dengan referensi yang tersedia di berbagai media. Salah satu referensi yang dapat digunakan adalah melalui website European Chemicals Agency (ECHA) yang merupakan database berupa informasi klasifikasi dan pelabelan zat yang didaftarkan, yang diterima dari produsen dan importir yang telah diteliti oleh berbagai lembaga. Selain ECHA, terdapat referensi lainnya seperti Toxic Substances Control Act (TCSA) di Amerika Serikat yang memiliki daftar bahan kimia baru atau yang sudah ada.

Dari kombinasi data primer dan beberapa bahan kimia yang dapat dicek silang melalui sistem ECHA, dibawah ini disajikan beberapa jenis B3 yang digunakan pada proses utama pembangkit listrik maupun untuk kegiatan pendukung lainnya.

Tabel 1. Jenis B3 Yang Digunakan Pada Kegiatan Pembangkit Listrik 

NO BAHAN KIMIA CAS NUMBER KLASIFIKASI B3 TUJUAN PENGGUNAAN KETERANGAN
1. Ammonia 7664-41-7
  • -Gas bertekanan beracun
  • -Korosif
  • -Berbahaya bagi lingkungan
  • -Menaikkan pH air pada proses sistem air condensate dan feed water system (diinjeksi ke condenser)
  • -Buffer pH untuk feed water HRSG
  • Dalam PP 74/2001 sebagai B3 yang dapat digunakan
    2. Liquid chlorine 7782-50-5
    • -Pengoksidasi
  • -Biocide (Disinfectant)
  • Dalam PP 74/2001 sebagai B3 yang dapat digunakan
    3. Propane 74-98-6
    • -Mudah meledak
    • -Mudah menyala
    • -Berbahaya
    • -Gas bertekanan
  • -Ignitor GT
  • Dalam PP 74/2001 sebagai B3 yang dapat digunakan
    4. Chlorodifluoromethane (HCFC-22) 75-45-6
    • -Gas bertekanan
    • -Iritasi
  • -Refrigerant untuk AC
  • Dalam PP 74/2001 sebagai B3 yang dapat digunakan
    5. Carbon dioxide 124-38-9
    • -Berbahaya
    • -Gas bertekanan
  • -Fire Extinguisher
  • Dalam PP 74/2001 sebagai B3 yang dapat digunakan
    6. Ethylene glycol 107-21-1
    • -Mudah menyala,
    • -Iritasi
  • -Bahan pendingin (coolant)
  • Dalam PP 74/2001 sebagai B3 yang dapat digunakan
    7. Potassium hydroxide 1310-58-3
    • -Berbahaya
    • -Korosif
    • -Iritasi
  • -Analisa
  • Dalam PP 74/2001 sebagai B3 yang dapat digunakan
    8. Sodium hydroxide 1310-73-2
    • -Korosif
  • -Regenerasi resin pada proses demineralisasi air laut setelah proses desalinasi sebagai bahan baku air
  • -Cooling Water Treatment
  • -Menetralkan pH pada IPAL
  • Dalam PP 74/2001 sebagai B3 yang dapat digunakan
    9. Hydrochloric acid (Hydrogen chloride) 7647-01-0
    • -Korosif
    • -IritasI
    • -Beracun, Karsinogenik
  • -Regenerasi resin pada proses demineralisasi air laut setelah proses desalinasi sebagai bahan baku air
  • -Menetralkan pH pada IPAL
  • Dalam PP 74/2001 sebagai B3 yang dapat digunakan
    10. Sodium metabisulphite 7681-57-4
    • -Korosif
    • -Iritasi
  • -Untuk mereduksi kandungan Chlorin yang berlebihan pada air laut
  • 11. Carbohydrazide 497-18-7
    • -Iritasi
    • -Berbahaya bagi lingkungan
  • -Menaikkan pH dan conductivity pada air condensat sebelum masuk boiler
  • -Pencegah Karat (Boiler Water Treatment)
  • -Menghilangkan kadar oksigen dalam air (di inject ke aerator) pada proses sistem air condensate dan feed water system
  • 12. Ammonium hydroxide 1336-21-6
    • -Korosif
    • -Iritasi
    • -Berbahaya bagi lingkungan
  • -Menaikkan pH close cooling water di condensor
  • -Boiler Steam Condensate Treatment
  • 13. Sodium bisulphite 7631-90-5
    • -Iritasi
  • -Meminimalisir kadar chlorine yg masuk dalam unit destilasi pada proses desalinasi air laut sebagai bahan baku air
  • -Dechlorination untuk air laut sebagai umpan Reverse Osmosis (RO)
  • 14. Trisodium phosphate 10101-89-0
    • -Iritasi
  • -Buffer pH di Boiler pada proses sistem air condensate dan feed water system
  • -Pengatur kelarutan garam air boiler (injeksi HRSG)
  • 15. Sodium dichromate / Sodium bichromate/ Bichromate of soda / Dichromic acid / Disodium salt 10588-01-9, 7789-12-0
    • -Korosif
    • -Iritasi
    • -Karsinogenik
    • -Berbahaya bagi lingkungan Pengoksidasi,
    • -Beracun
  • -Penghambat korosi pada system ACW PLTU
  • 16. Sodium nitrite 7632-00-0
    • -Pengoksidasi
    • -Beracun
    • -Iritasi
    • -Berbahaya bagi lingkungan
  • -Penghambat korosi pada system CCCW PLTGU
  • 17. Hydrazine hydrate 10217-52-4, 7803-57-8
    • -Mudah menyala
    • -Beracun
    • -Berbahaya
    • -Korosif
    • -Iritasi
    • -Berbahaya bagi lingkungan
    • -Karsinogenik
  • -Injeksi HRSG
  • 18. Poly aluminium chloride 1327-41-9
    • -Korosif
    • -Iritasai
  • -Koagulasi Air Baku di Clarifier
  • 19. Hydrazine 302-01-2, 7803-57-8
    • -Mudah menyala
    • -Beracun
    • -Karsinogenik
    • -Korosif
    • -Berbahaya bagi lingkungan
  • -Cooling Water Treatment
  • 20. Citric acid 77-92-9
    • -Iritasi
  • -Cleaning pada Reverse Osmosis (RO)
  • 28 Sodium hypochlorite 7681-52-9
    • -Korosif
    • -Berbahaya bagi lingkungan
  • -Mencegah terbentuknya biota laut di sistem air pendingin
  • -Shock dosing air pendingin kondensor
  • -Biocide
  • 31 Trichloroisocyanuric acid 87-90-1
    • -Pengoksidasi
    • -Iritasi
    • -Berbahaya bagi lingkungan
  • -Biocide (Disinfectant)
  • 32 Didecyldimethylammonium chloride 7173-51-5
    • -Korosif
    • -Iritasi
    • -Berbahaya bagi lingkungan
    • -Mudah menyala
  • -Biocide (Disinfectant)
  • 33 Amines, N-tallow alkyltrimethylenedi-, acetates 61791-54-6
    • -Korosif
    • -Iritasi
    • -Berbahaya bagi lingkungan
  • -Biocide (Disinfectant)
  • 36 Liquefied Petroleum Gas 68476-85-7
    • -Mudah meledak
    • -Mudah menyala
    • -Berbahaya
    • -Gas bertekanan
    • -Karsinogenik
  • -Bahan bakar Aux Boiler
  • 39 Oxygen 7782-44-7
    • -Pengoksidasi
    • -Gas bertekanan
  • -Pengelasan
  • 42 Kalium disulphate (Dipotassium disulphate) 7790-62-7
    • -Pengoksidasi
    • -Berbahaya
    • -Korosif
    • -Berbahaya bagi lingkungan
  • -Analisa laboratorium
  • 43 Kalium iodide (Potassium iodide) 7681-11-0
    • -Beracun
    • -Berbahaya bagi lingkungan
    • -Karsinogenik
  • -Analisa laboratorium
  • 47 methylrot (2-(4-dimethylaminophenylazo)benzoic acid) 493-52-7
    • -Beracun
    • -Berbahaya bagi lingkungan
  • -Analisa laboratorium
  • 48 Ammonium heptamolibdat tetrahydrate (Molybdate (Mo7O246-), ammonium, hydrate (1:6:4)) 12054-85-2
    • -Beracun
    • -Berbahaya bagi lingkungan
  • -Analisa laboratorium
  • 49 Citric acid monohydrat 5949-29-1
    • -Iritasi
    • -Berbahaya bagi lingkungan
  • -Analisa laboratorium
  • 50 Di-phosphor pentoxid 1314-56-3
    • -Beracun
    • -Korosif
    • -Berbahaya bagi lingkungan
  • -Analisa laboratorium
  • 51 Thioglycol saure (Mercaptoacetic acid) 68-11-1
    • -Beracun
    • -Korosif
  • -Analisa laboratorium
  • Dari tabel diatas dapat kita kenali berbagai B3 yang digunakan pada bisnis proses pembangkit listrik. Mungkin belum semua B3 bahan masuk dalam daftar tersebut, namun kita dapat memastikan bahwa dengan adanya penggunaan B3 maka perlu disusun kebijakan maupun langkah-langkah yang dibangun untuk mengelola B3.Dari tabel tersebut juga terlihat bahwa sebagian jenis B3 telah diatur dalam Lampiran PP 74 tahun 2001 dan sebagian lagi tidak, namun perlakuan terhadap seluruh B3 patut mengikuti kaidah yang berlaku agar meminimalkan dampak negatif dari penggunaan B3.

    Ketentuan Pengelolaan B3 Secara ringkas berikut ini adalah beberapa hal yang perlu menjadi perhatian dalam pengelolaan B3. Walaupun tidak dijelaskan secara rinci tetapi diharapkan dapat menjadi petunjuk bagi perusahaan pembangkit listrik yang belum mengetahui mengenai kewajiban dalam pengelolaan B3 seperti diatur dalam PP Nomor 74 Tahun 2001,antara lain: 1. Melakukan registrasi B3 untuk B3 yang diimpor pertama kali, dan notifikasi B3untuk impor B3 yang masuk dalam daftar B3 terbatas dipergunakan. Registrasi B3 dilakukan untuk masing-masing jenis B3 maupun untuk jenis B3 yang sama tetapi diimpor dari negara yang berbeda. Registrasi B3 diberlakukan terhadap B3 yang dipergunakan dan notifikasi B3 dilakukan terhadap B3 yang terbatas dipergunakan sesuai Lampiran PP 74 Tahun 2001. 2. Menyertakan Lembar Data Keselamatan Bahan (LDKB) dalam pengangkutan, penyimpanan, dan pengedaran B3. LDKB merupakan berkas data yang mengandung informasi mengenai sifat-sifat suatu bahan. LDKB sangat penting untuk mengetahui penanganan terhadap suatu bahan dengan aman. 3. Menggunakan pengangkut yang telah memiliki izin sebagai pengangkut B3. Izin sebagai pengangkut B3 diterbitkan oleh Kementerian Perhubungan atas rekomendasi dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan.B3 yang diperoleh dari penyedia bahan kimia lokal, maka perusahaan perlu untuk mengetahui apakah B3 diangkut menggunakan pengangkut B3. 4. Pengemasan B3 harus sesuai klasifikasi bahan. 5. Pada kemasan B3 harus diberikan simbol dan label B3 serta dilengkapi dengan LDKB.Simbol dan label B3 telah ditetapkan melalui Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup No. 3 Tahun 2008 tentang Tata Cara Pemberian Simbol dan Label B3. 6. Pada tempat penyimpanan B3 diberikan simbol dan label B3. 7. Pada tempat penyimpanan B3 harus dilengkapi dengan sistem tanggap darurat dan prosedur penanganan B3. 8. B3 yang kadaluarsa dan/atau tidak memenuhi spesifikasi dan atau bekas kemasan, harus dikelola sesuai dengan peraturan perundang-undangan di bidang pengelolaan limbah B3. 9. Mengganti kerugian akibat kecelakaan dan atau keadaan darurat, dan atau memulihkan kondisi lingkungan hidup yang rusak atau tercemar yang diakibatkan oleh B3. 10. Menyampaikan laporan tertulis tentang pengelolaan B3 kepada instansi yang bertanggungjawab.

    Simbol B3 sesuai Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup No. 3 Tahun 2008

    Daftar Pustaka

    Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi,Indonesia Energy Outlook 2018, 2018.

    BPPT 2016, Outlook Energi Indonesia 2016.

    https://echa.europa.eu/information-on-chemicals/cl...

    LABOR, https://www.osha.gov/SLTC/etools/ics/nrs.html;

    Direktorat Pengelolaan B3-Dirjen PSLB3, KLHK (2016), Laporan Tahunan Direktorat Pengelolaan B3 tahun 2016.

    Direktorat Pengelolaan B3-Dirjen PSLB3, KLHK (2017), Laporan Tahunan Direktorat Pengelolaan B3 tahun 2017.

    UU Nomor 32 Tahun 2009, Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup;

    Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun 2001, Pengelolaan Bahan Berbahaya dan Beracun;

    Peraturan Menteri Lingkungan Hidup Nomor 3 Tahun 2008, Tata Cara Pemberian Simbol dan Label Bahan Berbahaya dan Beracun;

    B3 dan POPs b3 Pengelolaan b3 ditpb3 bahan kimia pembangkit listrik

    Views: 84441