Penulis: Lilis Marwiani, JFT PEDAL Madya
Keberadaan Bahan Berbahaya dan Beracun (B3) di pelabuhan dalam hal ini karena fungsinya pelabuhan tersebut sebagai pelabuhan bongkar ataupun muat B3 baik yang datang dari luar negeri ataupun dari produksi lokal atau sebaliknya muat dari pelabuhan ke luar negeri melalui jalur angkutan laut. Sebelum adanya kegiatan bongkar muat B3 terdapat kegiatan penempatan sementara B3 pada suatu area selanjutnya dilakukan pengiriman ke pihak pemilik atau pengguna B3 dengan menggunakan sarana angkutan darat ataupun angkutan laut kembali.
Adapun gambaran proses bongkar komoditi termasuk B3 di pelabuhan sebagai berikut :
Gambar 1. Alur Proses Bongkar Komoditi di Pelabuhan
Sumber : Dokumen pelaksanaan Proper pada Kawasan Pelabuhan, Tahun 2019
Ketentuan pengelolaan B3 sebagaimana yang tertuang dalam Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup pada pasal 58 bahwa setiap orang yang memasukkan ke dalam wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia, menghasilkan, mengangkut, mengedarkan, menyimpan, memanfaatkan, membuang, mengolah, dan/atau menimbun B3 wajib melakukan pengelolaan B3, tujuannya adalah untuk mencegah dan atau mengurangi resiko dampak B3 terhadap lingkungan hidup, kesehatan manusia dan makhluk hidup lainnya, serta sebagaimana tertuang dalam Peraturan Pemerintah nomor 74 Tahun 2001 tentang Pengelolaan Bahan Berbahaya dan Beracun menyebutkan bahwa setiap orang yang melakukan kegiatan pengelolaan B3 wajib mencegah terjadinya pencemaran dan atau kerusakan lingkungan hidup. Maka dengan mengacu peraturan tersebut di atas Pelabuhan yang memiliki kegiatan penempatan B3 dan pengangkutan B3 wajib melakukan pengelolaannya.
Bagaimana pengelolaan B3 dilakukan pada pelabuhan, dimulai dari alur kegiatannya yaitu dimulai dari :
1.Perekaman data B3 yang masuk dan keluar pelabuhan.
B3 lebih dikenal di pelabuhan dengan sebutan Dangerous Goods (DG) perlu dilakukan perekaman data atau pencatatan B3 meliputi nama perusahaan pemilik B3, Jenis dan Jumlah B3 yang masuk /diimpor atau yang keluar/diekspor dengan menyertakan Material Safety Data Sheet (MSDS) atau Lembar Keselamatan Kerja (LDK) B3 tersebut. Rekaman data B3 dengan menyertakan LDKnya untuk diketahui klasifikasi B3nya dan selanjutnya akan digunakan dalam menentukan lokasi penempatannya sesuai dengan klasifikasinya.
Rekaman data jumlah dan jenis B3 pada saat ini digunakan juga oleh pelabuhan sebagai pencatatan untuk penentuan besaran biaya komoditinya sedang pencatatan dalam pengelolaan B3 berguna untuk mendapatkan data sebaran yang masuk dan keluar NKRI, dan sebagai data penelusuran “tracking” keberadaan B3 agar dapat dipertanggung jawabkan oleh pemilik B3 tersebut bila terjadi becana akibat B3. Pada Pelabuhan besar Kelas I umumnya telah melakukan pencatatan komoditi B3 dengan baik dalam bentuk data elektronik (Electronic Data) dan telah terkoneksi dengan petugas di lapangan dan data tersebut juga digunakan sebagai bahan pelaporan.
2. Penempatan B3
Pengelolaan B3 yang perlu dilakukan pada penempatan ini meliputi :
a.Penempatan B3 di Area Khusus
Setelah dilakukan pencatatan B3 selanjutnya menempatkan B3 tersebut pada tempat yang khusus, terpisah dari komoditi Non B3, begitu pula B3 yang akan dikirim keluar pelabuhan akan ditempatkan pada area khusus menunggu B3 tersebut dimuat ke kapal, hal ini sebagai bentuk pengendalian dan pencegahan kemungkinan dampak yang timbul akibat adanya tumpahan atau bencana karena B3. Area penempatan khusus B3 (DG) telah tergambarkan pada rencana tapak/site plan yang menjadi panduan bagi petugas di lapangan dalam penempatan B3.
Gambar 2. : Site Plan Penempatan Komoditi di suatu Pelabuhan
Keterangan : Blok Penempatan B3 (DG)
Sumber : Dokumen pelaksanaan Proper pada Kawasan Pelabuhan, Tahun 2019
b.Penamaan Area B3
Pada area penempatan perlu sekali dilengkapi dengan papan nama B3 dan simbol-simbol B3 dengan tujuan untuk mempermudah petugas dalam penempatannya sesuai dengan komoditinya dan memberikan perhatian khusus terhadap perlakuan B3 sesuai dengan karakteristiknya serta memberikan larangan pada petugas yang tidak berkepentingan untuk memasuki area B3.
Gambar : Area B3 dan Papan Nama Penempatan B3
Sumber : Dokumen pelaksanaan Proper pada Kawasan Pelabuhan, Tahun 2019
c. Penerangan pada Area Penempatan B3
Penerangan pada area penempatan B3 dan area bongkar muat diharapkan cukup, terutama bila aktifitas dilakukan pada malam hari, hal ini untuk mengurangi resiko terjadinya kecelakaan kerja. Pada umumnya penempatan B3 di pelabuhan berada pada area terbuka dimana pada siang hari penerangan masih cukup memadai.
d. SOP Penempatan B3
Pelabuhan perlu memiliki Standart Operation Procedure (SOP) penempatan B3 sebagai panduan bagi petugas di lapangan maupun pemandu di ruang kontrol untuk tujuan pengamanan dan pencegahan terjadinya pencemaran/bencana lingkungan dengan meminimasi kesalahan dalam penempatannya. SOP penempatan meliputi pengaturan tata letak atau lay out pada area khusus terpisah dari komoditi lainnya, pengaturan penempatan sesuai dengan jenis B3 dan klasifikasinya dengan melihat MSDSnya, sebagai contoh B3 dengan klasifikasi “mudah terbakar” jangan berdekatan dengan B3 yang memiliki sifat “pengoksidasi”, karena sifat pengoksidasi menunjukkan suatu bahan yang dapat melepaskan banyak panas atau menimbulkan api ketika bereaksi dengan B3 lainnya terutama B3 yang mudah terbakar meskipun dalam keadaan hampa udara, sebagaimana panduan penempatan B3 di area penempatan di pelabuhan.
Gambar 5. Contoh SOP Penempatan B3 di lapangan
Sumber : Dokumen Pelaksanaan Proper Pelabuhan, Tahun 2019
Pengelolaan Area penempatan B3 atau DG di pelabuhan pada umumnya ditempatkan pada Blok DG (Dangerous Goods)
e. Pencatatan adanya tumpahan/ceceran B3
Tumpahan/ceceran sering terjadi pada lokasi bongkar atau muat pada terminal curah padat ataupun curah cair, perlunya dilakukan pencatatan untuk mengetahui jumlah tumpahan/ceceran yang dikelola sebagai limbah B3 yang selanjutnya dilakukan pengendaliannya sampai ke pengelola limbah B3.
Gambar 6. Proses Bongkar B3 dalam bentuk powder pada kemasan potensi terjadinya tumpahan
Sumber : Dokumen Pelaksanaan Proper Pelabuhan, Tahun 2019
f. Standart Operation Procedure (SOP) Upaya Penanganan tumpahan/ceceran B3 dan Penanggulangan Kecelakaan dan Keadaan Darurat akibat B3.
SOP ini sangat diperlukan bagi petugas lapangan dan pengawas apabila terjadi tumpahan/ceceran dan kecelakaan akibat B3, hal ini sangat khusus penanggulangannya disesuaikan dengan sifat karakteristiknya yang pada umumnya tercantum dalam MSDSnya. SOP hendaknya menggunakan Bahasa Indonesia dan yang mudah dipahami oleh penggunanya dalam hal ini petugas yang berada di lapangan.
g. Sarana tanggap darurat.
Perlunya sarana tanggap darurat untuk penganggulangan kedaruratan seperti adanya tumpahan/ceceran dan kemungkinan adanya kecelakaan akibat B3, yang diletakkan pada area penempatan B3 ataupun area bongkar muat yang memiliki potensi terjadinya tumpahan/ceceran tersebut atau ditempatkan pada area tersendiri seperti tersediannya pool Kendaraan Pemadam Kebakaran.
Petugas juga perlu dilengkapi dengan Alat Pelindung Diri (APD) agar terlindungi dari bahaya paparan B3.
3. Pengemasan B3
Pengelolaan B3 yang diperlukan pada kemasan B3 seperti :
a. Pemeriksaan kemasan Setiap B3 yang datang dari dan keluar ke pelabuhan dilakukan pemeriksaan terhahap kondisi kemasan apakah baik atau terjadi kerusakan, apakah terjadi kebocoran hingga mencemari atau dapat membahayakan lingkungan.
Sebagai contoh ceklist untuk pemeriksaan kemasan sebagaimana gambar dibawah
Gambar 7 : Contoh blanko pemeriksaan kondisi kemasan
Sumber : Dokumen pelaksanaan Proper Pelabuhan, Tahun 2019
b. Pemberian simbol B3 pada kemasan sesuai dengan klasifikasinya.
Sebagaimana yang tertuang dalam pada PP Nomor 74 Tahun 2001 pasal 15 bahwa setiap kemasan B3 wajib diberikan simbol dan label B3.
Untuk simbol B3 pada kemasan datang dari luar negeri dengan menggunakan transportasi laut, pada umumnya menggunakan standar International Maritime Organization (IMO) yang secara umum merujuk pada U.S Department of Transportation (DOT) atau Departement Transportasi Amerika Serikat.
Untuk B3 yang diproduksi didalam negeri, pemberian simbol B3 pada kemasan mengacu pada ketentuan Peraturan Menteri Lingkungan Hidup nomor 03 Tahun 2008 tentang Tata Cara Pemberian Simbol dan Label Bahan Berbahaya dan Beracun.
Pengemasan B3 yang datang dan keluar ke dan dari pelabuhan pada umumnya dalam bentuk Kontainer, ada juga dalam bentuk jumbo bag dan curah cair langsung diterima dari kapal ke tanki atau isotank dengan contoh simbol-simbol B3 sesuai IMO adalah sebagai berikut :
Gambar 8 : Simbol/Code DG standar International Maritime Organization (IMO)
Sumber : ayobelajarilmumaritim.blogspot.com, 2017
Untuk Simbol B3 pada papan penamaan area penyimpanan B3 di pelabuhan, diharapkan mengikuti Peraturan Menteri Lingkungan Hidup Nomor 03 Tahun 2008 tentang Tata Cara Pemberian Simbol dan Label B3, sebagai berikut :
Gambar 9 : Gambar Simbol B3 sesuai PermenLH No. 03 Tahun 2008
Sumber : https://sistimmanajemenkeselamatankerja.blogspot, 2020
Sebagai Contoh pemasangan simbol B3 pada kemasan berupa Peti Kemas seperti terlihat pada gambar berikut.
Gambar 4 : simbol B3 pada Peti Kemas
Sumber : Dokumen pelaksanaan Proper Pelabuhan, Tahun 2019
4. Pengangkutan B3
Pengangkutan B3 dari dan keluar pelabuhan menggunakan sarana angkutan darat yang melalui jalan umum maka sarana angkutan tersebut wajib memiliki Izin Pengangkutan B3 dari Kementerian Perhubungan dengan Rekomendasi dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan sebagaimana yang tertuang dalam Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan, pada pasal 180 ayat 1 disebutkan bahwa Izin penyelenggaraan angkutan barang khusus dalam hal ini B3 diberikan oleh Menteri Perhubungan dengan rekomendasi dari instansi terkait B3 dalam hal ini Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan. Oleh karena itu bagi pelabuhan yang menjalankan kegiatan pengangkutan B3 dari luar ataupun keluar pelabuhan yang melalui jalan umum wajib memiliki Izin Pengangkutan B3, akan tetapi pada umumnya armada angkutan barang yang keluar dan masuk pelabuhan yang melalui jalan umum adalah milik perusahaan ekspedisi, oleh karena itu kewajiban yang dibebankan kepada pelabuhan terkait pengangkutan B3 adalah melakukan pencatatan terhadap sarana pengangkutan B3 yang keluar ataupun masuk pelabuhan disertai pencatatan memiliki izin atau tidak.
Untuk sarana angkutan darat milik pelabuhan yang hanya dioperasikan di lingkungan dalam pelabuhan dengan tujuan untuk melakukan pemindahan B3 maka tidak wajib memiliki izin pengangkutan B3.
Pengelolaan B3 semuanya ini telah diterapkan sebagai salah satu kriteria dalam melakukan evaluasi kinerja (PROPER) pelabuhan sejak tahun 2018 melalui Peraturan Direktorat Jenderal Pengendalian Pencemaran dan Kerusakan Lingkungan Nomor :P.11/PPKL/SET/WAS.1/8/2018 tentang Kriteria Evaluasi Kinerja Pelabuhan dalam Pengelolaan Lingkungan Hidup, dimana telah diikuti oleh 10 (sepuluh) pelabuhan yaitu :
1. PT. Pelabuhan Indonesia II (Persero) Cabang Tanjung Priok
2. Badan Pengelola Pelabuhan Batam, Pelabuhan Domestik Sekupang Batam
3. PT. Indodharma Corpora, Pelabuhan Internasional Sekupang Batam
4. PT. Pelabuhan Indonesia I (Persero) Cabang Pelabuhan Belawan
5. PT. Pelabuhan Indonesia II (Persero) Cabang Teluk Bayur
6. PT. Pelabuhan Indonesia III (Persero) Regional Jawa Tengah-Tanjung Emas
7. PT. Pelabuhan Indonesia III (Persero) Regional Jawa Timur- Pelabuhan Tanjung Perak
8. PT. Pelabuhan Indonesia IV (Persero) Cabang Balikpapan
9. PT. Pelabuhan Indonesia IV (Persero) Cabang Makassar
10. PT. Pelabuhan Indonesia IV (Persero) Cabang Bitung
Referensi :
1.Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup;
2.Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan;
3.Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun 2001 tentang pengelolaan Bahan Berbahaya dan Beracun;
4.Peraturan Menteri Lingkungan Hidup Nomor 03 Tahun 2008 tentang Tatacara Pemberian Simbol dan Label Bahan Berbahaya dan Beracun;
5.Peraturan Direktorat Jenderal Pengendalian Pencemaran dan Kerusakan Lingkungan Nomor :P.11/PPKL/SET/WAS.1/8/2018 tentang Kriteria Evaluasi Kinerja Pelabuhan dalam Pengelolaan Lingkungan Hidup;
6.Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Pelakasanaan Penilaian Kinerja PROPER Kawasan Pelabuhan, 2019;
7.Fahmi Huwaidy, 2017 tentang Ayo Belajar Ilmu Maritim Seputar International Maritime Dangerous Goods;
Views: 15377