Isu mengenai merkuri di Indonesia telah menjadi perhatian sejak beberapa tahun terakhir. Salah satunya adalah penggunaan merkuri oleh para penambang emas skala kecil (PESK) di berbagai daerah yang dilakukan tanpa aturan sehingga berpotensi menimbulkan gangguan kesehatan dan pencemaran lingkungan hidup di sekitar daerah tambang emas tersebut.
Gambar 1. Penggunaan merkuri dalam pengolahan emas skala kecil (sumber: dokumentasi pribadi)
Maraknya pemberitaan mengenai isu merkuri mendorong Pemerintah Indonesia untuk melakukan berbagai upaya terkait pengelolaan merkuri, dalam rangka meminimalisir dampak negatif yang disebabkan oleh merkuri bagi kesehatan manusia dan lingkungan hidup. Beberapa upaya yang dilakukan diantaranya melakukan penertiban pada lokasi-lokasi PESK yang menggunakan merkuri, melakukan penutupan tambang sinabar yang menjadi sumber bahan baku produksi merkuri di Indonesia, dan membangun pilot project pengolahan emas non merkuri di berbagai daerah.
Upaya-upaya tersebut merupakan tindak lanjut dan pelaksanaan instruksi presiden pada saat rapat terbatas tanggal 9 Maret 2017 tentang penghapusan penggunaan merkuri di pertambangan emas skala kecil di Jakarta. Selain melakukan upaya praktis, pemerintah Indonesia juga melakukan upaya pengelolaan merkuri pada tataran regulasi. Contohnya, ratifikasi Konvensi Minamata Mengenai Merkuri melalui pengesahan Undang-Undang Nomor 11 tahun 2017 tentang Pengesahan Minamata Convention on Mercury (Konvensi Minamata Mengenai Merkuri) (UU/11/2017) pada tanggal 20 September 2017.
Gambar 2. Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (MenLHK), Siti Nurbaya menyampaikan tanggapan pemerintah dalam Rapat Paripurna ke-5 DPR RI tahun 2017 yang membahas tentang Rancangan Undang-Undang Pengesahan Minamata Convention on Mercury (Konvensi Minamata Mengenai Merkuri) (Sumber: Dokumentasi kegiatan)
Pasca meratifikasi Konvensi Minamata, Indonesia sebagai Negara Pihak memiliki konsekuensi dari ratifikasi konvensi tersebut. Salah satunya adalah menyusun Rencana Aksi Nasional (RAN). Pada tahap ini, penyusunan RAN menjadi langkah penting dalam upaya pengelolaan merkuri di Indonesia. Sebab, selain sebagai bentuk pengejawantahan atas mandat dalam Konvensi Minamata, dokumen tersebut turut berperan sebagai peta jalan (roadmap) upaya pengurangan dan penghapusan merkuri di Indonesia.
Namun, agar dokumen RAN Pengurangan dan Penghapusan Merkuri (RAN PPM) lebih kuat di mata hukum, maka perlu dibuat dalam bentuk produk hukum atau regulasi. Mengingat penting dan mendesaknya kebutuhan atas dokumen RAN PPM, dokumen tersebut dibuat menjadi sebuah Rancangan Peraturan Presiden Tentang Rencana Aksi Pengurangan dan Penghapusan Merkuri (Raperpres RAN PPM). Proses inisiasi penyusunan Raperpres RAN PPM telah dimulai sejak tahun 2017, tak lama setelah UU 11/2017 disahkan.
Babak Baru
Setelah melalui perjalanan panjang dalam proses penyusunan dan pengesahan regulasi, Raperpres RAN PPM telah ditetapkan menjadi Peraturan Presiden Nomor 21 Tahun 2019 tentang Rencana Aksi Nasional Pengurangan dan Penghapusan Merkuri (Perpres 21/2019). Penetapan dilakukan di Jakarta pada tanggal 22 April 2019 yang bertepatan dengan Hari Bumi Tahun 2019 oleh Presiden Joko Widodo.
Gambar 3. Peraturan Presiden 21/2019 tentang RAN PPM.
Penetapan Perpres 21/2019 menjadi babak baru dalam pengelolaan merkuri di Indonesia, khususnya dalam konteks pengurangan dan penghapusan merkuri. Perpres ini mengatur secara rinci berbagai hal yang terkait dengan upaya pengurangan dan penghapusan merkuri di Indonesia, diantaranya ruang lingkup, bidang-bidang prioritas, strategi, target setiap bidang prioritas hingga rincian kegiatan yang dilakukan setiap pemangku kepentingan dalam konteks upaya pengurangan dan penghapusan merkuri.
Merujuk pada isi Perpres 21/2019, dokumen RAN PPM memuat strategi, kegiatan, dan target pengurangan dan penghapusan merkuri. Pelaksanaan RAN PPM diprioritaskan pada 4 (empat) bidang prioritas antara lain (a) manufaktur, (b) energi, (c) pertambangan emas skala kecil (PESK), dan (d) kesehatan. Selain itu, dokumen RAN PPM menjadi pedoman bagi para pemangku kepentingan seperti Menteri, Menteri dan/atau kepala lembaga pemerintah nonkementerian, gubernur, dan bupati/walikota.
Bagi Menteri, menteri dan/atau kepala lembaga pemerintah nonkementerian, RAN PPM menjadi pedoman dalam menetapkan kebijakan terkait dengan pengurangan dan penghapusan Merkuri. Sedangkan bagi gubernur dan bupati/walikota, RAN PPM menjadi pedoman dalam menyusun dan menetapkan RAD PPM sesuai dengan kewenangannya.
Target pengurangan dan penghapusan merkuri dalam Perpres 21/2019 terbagi menjadi target pengurangan Merkuri untuk bidang prioritas manufaktur dan energi, serta target penghapusan Merkuri untuk bidang prioritas PESK dan kesehatan. Target pengurangan untuk bidang prioritas manufaktur target pengurangan merkuri adalah sebesar 50% dari jumlah Merkuri sebelum adanya kebijakan RAN PPM pada tahun 2030. Adapun target untuk bidang prioritas energi adalah 33,2% dari jumlah Merkuri sebelum adanya kebijakan RAN PPM di tahun 2030. Hal tersebut berbeda dengan target penghapusan di bidang prioritas PESK dan kesehatan yang ditetapkan sebesar 100% pada tahun 2025 untuk bidang prioritas PESK, dan 100% di tahun 2020 untuk bidang prioritas kesehatan.
Agar dapat mencapai target, pelaksanaan RAN PPM dilakukan berdasar strategi pengurangan dan penghapusan yang tercantum dalam Perpres 21/2019. Strategi pengurangan dan penghapusan merkuri mencakup upaya penguatan komitmen antar Lembaga, penguatan koordinasi dan kerjasama antar pemerintah pusat dan daerah, peningkatan kapasitas, pembentukan sistem informasi, penguatan keterlibatan masyarakat, penguatan komitmen dunia usaha, penerapan teknologi alternatif ramah lingkungan, pengalihan mata pencaharian, dan penguatan penegakan hukum. Dalam implementasinya, strategi-strategi tersebut telah dirinci menjadi berbagai kegiatan, lengkap dengan indikator keberhasilannya, sebagaimana tercantum dalam Lampiran II Perpres 21/2019.
Semoga dengan telah ditetapkannya Peraturan Presiden Nomor 21/2019, target pengurangan dan penghapusan merkuri di Indonesia dapat tercapai dan kewajiban Indonesia sebagai Negara Pihak dalam Konvensi Minamata dapat terlaksana dengan baik.
Views: 1698