TEKNOLOGI BIOREMIDIASI UNTUK PENGOLAHAN POPs

Berdasarkan terminology, bioremediasi berasal dari dua kata yaituBio(hidup) danremediation(kembali) yang artinya pengembalian daerah atau lokasi yang terkena atau terpapar limbah kimia dengan bantuan makhluk hidup atau sebagian ada yang menyatakan dengan menyelesaikan masalah. Bioremediasi mengacu pada segala proses yang menggunakan mikroorganisme seperti bakteri, fungi (mycoremediasi), yeast, alga dan enzim-enzim yang dihasilkan oleh mikroba tersebut untuk membersihkan atau menetralkan bahan-bahan kimia dan limbah secara aman dan salah satu alternatif dalam mengatasi masalah lingkungan. Bioremediasi berasal dari kata bio dan remediasi atau "remediate" yang. Secara umum bioremediasi dimaksudkan sebagai penggunaan mikroba untuk menyelesaikan masalah-masalah lingkungan atau untuk menghilangkan senyawa yang tidak diinginkan dari tanah, lumpur, air tanah atau air permukaan sehingga lingkungan tersebut kembali bersih dan alamiah.

Metode bioremediasi bersifat organik dan terbukti aman dan juga efektif untuk membersihkan tanah atau wilayah perairan yang terpapar oleh limbah pertambangan atau industri seperti minyak mentah, dalam kaitannya dengan proses eksplorasi dan produksi migas. Selain digunakan untuk proses eksplorasi minyak bumi dan gas, bioremediasi telah digunakan di berbagai aplikasi industri – industri lainnya, misalnya untuk membersihkan minyak baik di dalam dan sekitar pabrik-pabrik amunisi militer, lokasi pertambangan, fasilitas petrokimia, tangki penyimpanan bawah tanah, rel kereta, dan kapal laut dan lain – lain.

Mikroba yang hidup di tanah dan air tanah memakan senyawa hidrokarbon atau minyak mentah. Setelah senyawa minyak dimakan, proses pencernaan pada mikroba tersebut secara alami mengubah senyawa minyak menjadi air dan gas yang tidak berbahaya dan aman bagi lingkungan. Proses bioremediasi mengembalikan tanah ke bentuk asalnya, sehingga aman untuk digunakan di berbagai jenis lingkungan baik untuk kegiatan pertanian, perkebunan, peternakan dan lain – lain.

Bioremediasi sepenuhnya menggunakan mikroba yang secara alami dan dapat hidup di tanah. Mikroba tersebut tidak membahayakan lingkungan. Mikroba diberi nutrisi berupa pupuk yang lazim digunakan di taman dan lahan kebun agar tumbuh dan bekerja secara efektif sehingga bisa mempercepat proses remediasi dan juga tidak ada tambahan bahan kimia berbahaya selama proses bioremediasi. Bioremediasi sudah di uji dengan Standar Pengujian Tanah (SPT) dengan menggunakan Total Petroleum Hydrocarbon (TPH) yakni persentase kandungan minyak mentah pada tanah yang terpapar untuk menentukan tingkat aman bagi lingkungan.

Di Indonesia maupun Internasional, bioremediasi dianggap sebagai proses yang mudah dan efektif untuk mengolah tanah terpapar minyak dengan TPH maksimal 15%. Pengujian dilakukan secara bertahap selama siklus pengolahan untuk parameter TPH dan pH. Saat hasil pengujian TPH tanah sudah kurang atau sama dengan 1%. Tanah dapat dipindahkan dari lokasi pengolahan dan dinyatakan aman untuk lingkungan. Selain itu kelebihan dari penggunaan bioremediasi adalah aman digunakan, mudah diterapkan, harganya murah, dapat dilaksanakan dimana saja dan dapat menghapus resiko kerusakan lingkungan jangka panjang. Namun dibalik semua kelebihannya, Bioremediasi memiliki kekurangan seperti pemantauan yang harus intensif, membutuhkan lokasi tertentu, menghasilkan produk yang tidak dikenal dan tidak semua bahan kimia dapat diolah. Tetapi seiring dengan berkembangnya sains dan teknologi, bioremediasi dapat dikembangkan lebih baik lagi.

Bioremediasi sangat dianjurkan sebagai metode yang aman dan efektif oleh badan-badan lingkungan hidup di seluruh dunia untuk perusahaan tambang dan industri yang mengadakan kegiatan produksinya. Badan – badan lingkungan hidup yang menganjurkan metode ini sepertiCanadian Environmental Quality Guidelines, Canada-Wide Standards for Petroleum Hydrocarbons in SoildanUS Environmental Protection Agency. Negara-negara Uni Eropa juga menerapkanDutch Standarduntuk bioremediasi di masing – masing wilayahnya. Oleh karena itu sudah seharusnya Indonesia memakai teknologi bioremediasi ini dan mengembangkannya juga menyosialisasikan ke masyarakat, bukan membatasi pemakaiannya yang nyatanya telah terjadi di Indonesia.

Mikroba yang hidup di tanah dan di air tanah dapat “memakan” bahan kimia berbahaya tertentu, terutama organik, misalnya berbagai jenis minyak bumi. Mikroba mengubah bahan kimia ini menjadi air dan gas yang tidak berbahaya misalnya CO2. Bakteri yang secara spesifik menggunakan karbon dari hidrokarbon minyak bumi sebagai sumber makanannya disebut sebagai bakteri petrofilik. Bakteri inilah yang memegang peranan penting dalam bioremediasi lingkungan yang tercemar limbah minyak bumi.

Faktor utama agar mikroba dapat membersihkan bahan kimia berbahaya dari lingkungan, yaitu adanya mikroba yang sesuai dan tersedia kondisi lingkungan yang ideal tempat tumbuh mikroba seperti suhu, pH, nutrient dan jumlah oksigen.

Bioremediasi sangat aman untuk digunakan karena menggunakan mikroba yang secara alamiah sudah ada dilingkungan (tanah). Mikroba ini adalah mikroba yang tidak berbahaya bagi lingkungan atau masyarakat. Bioremediasi juga dikatakan aman karena tidak menggunakan/ menambahkan bahan kimia dalam prosesnya. Nutrien yang digunakan untuk membantu pertumbuhan mikroba adalah pupuk yang digunakan dalam kegiatan pertanian dan perkebunan. Karena bioremediasi mengubah bahan kimia berbahaya menjadi air (H2O) dan gas tidak berbahaya (CO2), maka senyawa berbahaya dihilangkan seluruhnya.

Teknologi bioremediasi banyak digunakan pada pencemaran di tanah karena beberapa keuntungan menggunakan proses alamiah / bioproses. Tanah atau air tanah yang tercemar dapat dipulihkan ditempat tanpa harus mengganggu aktifitas setempat karena tidak dilakukan proses pengangkatan polutan. Teknik ini disebut sebagai pengolahan in-situ. Teknik bioremediasi yang diterapkan di Indonesia adalah teknik ex-situ yaitu proses pengolahan dilakukan ditempat yang direncanakan dan tanah tercemar / polutan diangkat ke tempat pengolahan.


Waktu yang diperlukan untuk menyelesaikan pengolahan tergantung pada faktor jenis dan jumlah senyawa polutan yang akan diolah, ukuran dan kedalaman area yang tercemar, jenis tanah dan kondisi setempat dan teknik yang digunakan. Jenis minyak mentah ringan (light crude sesuai nomor API ) yang diolah dengan teknik biopile bioaugmetnasi dan konsentrasi pengolahan sesuai dengan yang ditetapkan oleh Kepmen LH 128/2003 yaitu max 15% memerlukan waktu 4 - 6 bulan. Sedangkan minyak mentah berat (heavy crude) akan memerlukan waktu dari 1 tahun atau lebih. Kondisi ini bervariasi dari satu area tercemar dengan area lainnya, sehingga waktu yang diperlukan dalam rentang 4 bulan sampai 1 tahun.

Kondisi akhir (end point) untuk menyatakan bahwa proses bioremediasi berhasil dan selesai adalah konsentrasi total hidrokarbon minyak bumi (TPH) 1%. Kepmen LH 128/2003 untuk saat ini baru menggunakan parameter TPH saja karena kegiatan yang menerapkan teknologi bioremediasi masih terbatas pada industri migas.


Biaya yang diperlukan untuk melakukan bioremediasi berada pada rentang US $25 – 75 per ton tanah olahan, tergantung pada kondisi pencemaran. Harga ini masih lebih murah dibandingkan dengan menggunakan teknik pengolahan lainnya misalnya insinerasi yang bisa mencapai 4 sampai 10 kali lipatnya.

Bioremediasi sebagai teknologi yang dapat digunakan untuk membersihkan berbagai jenis polutan bukan berarti tanpa keterbatasan. Bioremediasi tidak dapat diaplikasikan untuk semua jenis polutan, misalnya untuk pencemaran dengan konsentrasi polutan yang sangat tinggi sehingga toksik untuk mikroba atau untuk pencemar jenis logam berat misal kadmium dan Pb. Dimasa yang akan datang, penerapan teknologi bioremediasi di Indonesia akan berkembang tidak hanya terbatas pada pemulihan lahan tercemar minyak bumi di industri migas, tetapi juga pencemaran di industri otomotif, SPBU dan industri lainnya seperti pertanian. Dengan demikian, polutan targetnya bukan hidrokarbon minyak bumi saja tetapi juga senyawa inorganik lainnya seperti pestisida.


Pendekatan molekular misalnya identifikasi mikroba dengan 16sRNA atau 18sRNA untuk mengetahui keberlimpaphan mikroba dalam proses bioremediasi dapat dilakukan untuk meningkatkan kinerja bioproses. Teknologi molekular ini sudah tersedia dan dibandingkan dengan teknik identifikasi konvesional yang saat ini umum digunakan di Indonesia memberikan waktu pemeriksaan lebih cepat. Namun demikian, penggunaan teknik molekular ini masih mahal dan belum perlu sebagai prioritas.

Aplikasi bioremediasi di Indonesia mengacu pada Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 128 Tahun 2003 (KepMen LH no. 128/2003) mengatur tentang tatacara dan persyaratan teknis pengolahan limbah dan tanah terkontaminasi oleh minyak bumi secara biologis. Disini dicantumkan bahwa bioremediasi dilakukan dengan menggunakan mikroba lokal. Pada umumnya, di daerah yang tercemar jumlah mikroba yang ada tidak mencukupi untuk terjadinya bioproses secara alamiah. Dalam teknologi bioremediasi dikenal dua cara menstimulasi pertumbuhan mikroba, yaitu denganbiostimulaidanbioaugmentasi. Biostimulasiadalah memperbanyak dan mempercepat pertumbuhan mikroba yang sudah ada di dalam tanah tercemar dengan cara memberikan lingkungan pertumbuhan yang diperlukan, yaitu penambahan nutrient (misalnya sumber Nitrogen dan Phospor) dan oksigen. Jika jumlah mikroba yang ada sangat sedikit, maka harus ditambahkan mikroba untuk mencapai jumlah mikroba rata-rata 10^3 cfu/gram* tanah sehingga bioproses dapat dimulai. Mikroba yang ditambahkan adalah mikroba yang sebelumnya diisolasi dari lahan tercemar kemudian setelah melalui proses penyesuaian di laboratorium diperbanyak dan kembalikan ke tempat asalnya untuk memulai bioproses. Penambahan mikroba dengan cara ini disebut sebagaibioaugmentasi.

Kondisi lingkungan yang memadai akan membantu mikroba tumbuh, berkembang dan “memakan” polutan tersebut (atau memanfaatkan Carbon dari polutans sebagai sumber energi untuk pertumbuhan). Sebaliknya jika kondisi yang dibutuhkan tidak terpenuhi, mikroba akan tumbuh dengan lambat atau mati. Secara umum kondisi yang diperlukan ini tidak dapat ditemukan di area yang tercemar. Dengan demikian, perencanaan teknis (engineering design) yang benar memegang peranan penting untuk mendapatkan proses bioremediasi yang efektif.

Dalam aplikasi teknik bioremediasi dikenal dua teknik yang sangat umum diterapkan yaitu biopile dan landfarming. Pada teknik biopile, tanah tercemar ditimbun diatas lapisan kedap air dan suplai udara yang diperlukan oleh mikroba dilakukan dengan memasang perpipaan untuk aerasi (pemberian udara) dibawah tumpukan tanah tercemar. Pompa udara dipasang diujung perpipaan sehingga semua bagian tanah yang mengandung mikroba dan polutan berkontak dengan udara. Dengan teknik ini, ketinggian tanah timbunan adalah 1 sampai 1,5 meter. Teknik landfarming dilakukan dengan menghamparkan tanah tercemar diatas lapisan kedap air. Ketebalan hamparan tanah 30 – 50 cm memungkinkan kontak mikroba dengan udara. Untuk menjamin bahwa semua bagian dari tanah yang diolah terkontak dengan udara maka secara berkala hamparan tanah tersebut di balikkan. Nama landfarming digunakan karena proses pembalikan tanah yang dilakukan sama dengan pembalikan tanah pada saat persiapan lahan untuk pertanian.

Berdasarkan lokasi pemakaian bioremediasi, ada dua metode yang biasanya digunakan dalam bioremediasi :

Pertama adalah metode In-Situ. Metode ini memproses materi yang terpapar minyak di lokasi yang bersangkutan dan biasanya digunakan pada kondisi ketika tidak mungkin memindahkan tanah dari lokasi. Namun metode in-situ dinilai kurang efektif untuk eksplorasi dan produksi minyak mentah karena lokasi yang terpapar minyak mentah tidak dapat digunakan sampai proses bioremediasi selesai dilaksanakan. Selain itu proses bioremediasi memerlukan irigasi dan aerasi tanah secara teratur selama periode waktu tertentu. Aerasi tanah di dalam dan sekitar lokasi produksi minyak mentah merupakan hal yang sulit, bahkan terkadang tidak mungkin untuk dilakukan tanpa menghentikan produksi. Dengan demikian, metode ini dapat menyebabkan hilangnya kapasitas produksi minyak dari lokasi yang bersangkutan dalam jangka waktu yang lama. Metode ini memproses materi yang terpapar minyak di lokasi yang bersangkutan dan biasanya digunakan pada kondisi ketika tidak mungkin memindahkan tanah dari lokasi. Namun metode in-situ dinilai kurang efektif untuk eksplorasi dan produksi minyak mentah karena lokasi yang terpapar minyak mentah tidak dapat digunakan sampai proses bioremediasi selesai dilaksanakan. Selain itu proses bioremediasi memerlukan irigasi dan aerasi tanah secara teratur selama periode waktu tertentu. Aerasi tanah di dalam dan sekitar lokasi produksi minyak mentah merupakan hal yang sulit, bahkan kadangkala tidak mungkin untuk dilakukan tanpa menghentikan produksi. Dengan demikian, metode ini dapat menyebabkan hilangnya kapasitas produksi minyak dari lokasi yang bersangkutan dalam jangka waktu yang lama.

Selanjutnya adalah metode Ex-Situ Dalam metode ini, materi yang terpapar minyak mentah digali dan dikirim dengan aman ke lokasi yang secara khusus dirancang untuk mengolah dan membersihkan tanah tersebut secara efektif dan efisien. Lokasi pengolahan terdiri atas beberapa sel pengolahan yang secara berkala dilakukan proses penyiraman dan pembajakan untuk memastikan aerasi berjalan dengan baik. Antara aktivitas irigasi dan aerasi, lokasi didiamkan agar mikroba dapat bekerja untuk memakan senyawa minyak. Ex-situ adalah metode yang terbukti efektif untuk pengolahan tanah terpapar minyak mentah karena metode ini memungkinkan pengolahan tanpa mengganggu proses produksi. Dalam metode ini, materi yang terpapar minyak mentah digali dan dikirim dengan aman ke lokasi yang secara khusus dirancang untuk mengolah dan membersihkan tanah tersebut secara efektif dan efisien. Lokasi pengolahan terdiri atas bebepa sel pengolahan yang secara berkala dilakukan proses penyiraman dan pembajakanuntuk memastikan aerasi berjalan dengan baik. Antara aktivitas irigasi dan aerasi, lokasi didiamkan agar mikroba dapat bekerja untuk memakan senyawa minyak. Ex-situ adalah metode yang terbukti efektif untuk pengolahan tanah terpapar minyak mentah karena metode ini memungkinkan pengolahan tanpa mengganggu proses produksi.

Adapun manfaat dari bioremediasi secara umum adalah sebagai berikut:

  1. Remediasi berbasis biologis mendetoksifikasi zat berbahaya, bukan hanya mentransfer kontaminan dari satu media lingkungan hidup yang lain;
  2. Bioremediasi umumnya memiliki daya perlindungan terhadap lingkungan yang lebih baik daripada proses pengolahan berbasis proses penggalian
  3. Biaya yang dibutuhkan pengolahan situs limbah berbahaya menggunakan teknologi bioremediasi bisa jauh lebih rendah dari yang untuk metode pengolahan konvensional: vacuuming, absorbing, burning, dispersing, atau proses memindahkan material

Persyaratan dasar dan benar-benar penting dalam proses bioremediasi:

  1. Oxygen pada level residual 1 ppm
  2. Nutrisi inorganic Essential
  3. Mikroba dan substrate harus dalam kontak maksimal
  4. Air – baik dalam bentuk segar atau dalam bentuk garam

Kondisi lain yang harus diperhitungkan, seperti pH, suhu, salinitas, jenis kontaminan

Bioremediasi ini bisa menjadi solusi bagi penguraian material yang sebagai berikut:

1. Produk Minyak yang bisa ter-bio-degradasi (gas, diesel, bahan bakar minyak)

• senyawa minyak mentah (benzena, toluena, xilena, naftalena)

• beberapa pestisida (malathion)

• beberapa pelarut industri

• senyawa batubara (fenol, sianida dalam ter batu bara dan limbah kokas )

2. Sebagian ter-degradasi/ Persistent

• TCE (trichloroethylene) yanga akan mencemari air tanah

• PCE (perchlorethlene) pelarut dry cleaning

• PCB (telah terdegradasi di laboratorium, tetapi tidak dalam kerja lapangan)

• Arsen, Chromium, Selenium

3. Tidak degradable / Recalcitrant

• Uranium

• Raksa

• DDT


Organisme yang umum untuk Bioremediasi :

  1. Minyak : Pseudomonas, Proteus, Bacillus, Penicillum,Cunninghamella
  2. Aromatic Rings : Pseudomonas, Achromobacter, Bacillus, Arthrobacter, Penicillum, Aspergillus, Fusarium, Phanerocheate
  3. Cadmium : Staphlococcus, Bacillus, Pseudomonas, Citrobacter, Klebsiella, Rhodococcus
  4. Sulfur : Thiobacillus
  5. Chromium : lcaligenes, PseudomonasCopperEscherichia, Pseudomonas

Adapun anggota aktif dari konsorsium mikroba dalam bioremediasi :

Teknologi Bioremediasi untuk Pengolahan POPs

Teknologi pengolahan POPs saat ini sudah banyak dikembangkan, misalnya sebagai berikut :

  1. Proses destruksi termal pada temperature tinggi dengan menggunakan pembakaran dengan temperature tinggi dan teknologi non-pembakaran (Plasma Arc, Geo Melt, GPCR, desorpsi termal, dan pirolisis, dll)
  2. Teknologi pembakaran non-oksidatif (SCWO, oksidasi katalitik, Oksidasi Elektrokimia ter-mediasi (CerOx, AEA, silver II), dll)
  3. Teknologi reduksi (Base Catalysed Destruction/BCD process, APEG, Dehalogenasi berkatalis tembaga, Proses Hagenmaier, Reduksi Natrium, Solvated Electron Technology, dll)
  4. Teknologi perusakan fotolitik (Solar Detoxification, degradasi fotokimia, destruksi UV, foto-katalisis)
  5. Bioremediasi/biodegradasi

Gambar Teknologi potensial yang relevan dalam proses penguraian PCDD-PCDF dan senyawa POPs di lingkungan

(a) MCD (b) Desorpsi Termal

Gambar Contoh Unit Pemroses Teknologi Mechanochemical Dehalogantion (MCD) dan Thermal Desorption

Tabel 1. Teknologi Non-Combsution untuk Remediasi POPs untuk level Full scale

Tabel 2. Teknologi Non-Combsution untuk Remediasi POPs untuk level Pilot scale

Aplikasi teknologi bioremediasi untuk penguraian dan pengolahan POPs sudah banyak dilakukan. Pada prinsipnya, bioremediasi untuk senyawa POPs tidak memiliki banyak perbedaan prinsipil secara signifikan, karena keberhasilan proses terletak pada proses modifikasi, pengkondisian, juga pemilihan bakteri yang tepat.

Adapun beberapa teknologi bioremediasi yang telah diidentifikasi keberhasilannya dalam pengolahan POPs adalah sebagai berikut:

  1. Biodegradasi aerobic dengan menggunakan Mikroorganisme Tanah Terisolasi
  2. Degradadi dieldrin dengan menggunakan jamur terisolasi dari tanah tercemar endosulfan
  3. Biodegradasi secara simultan dengan menggunakan konsorsium bakteri baru untuk mengolah kloro-metiltio-s-triazin
  4. Proses Bioremediasi Anaerobik Menggunakan Tepung Darah.

Teknologi ini mengaku menggunakan proses biostimulasi dengan amandemen untuk meningkatkan level degradasi Toxaphene dalam tanah atau sedimen oleh mikroorganisme anaerobik. Untuk pengolahan, agen biologis seperti tepung darah (kering dan darah hewan bubuk), yang digunakan sebagai nutrisi, dan fosfat, yang digunakan sebagai penyangga pH ditambahkan ke bahan yang terkontaminasi.

Gambar Tepung darah atau blood meal

5. Teknologi DARAMEND®

DARAMEND®telah digunakan untuk mengolah limbah berkekuatan rendah yang terkontaminasi dengan Toxaphene dan DDT. Namun pada dasarnya teknologi ini adalah modifikasi dari bioremediasi yang menggunakan pembuatan pengkondisian an-oksik dan oksik secara berurutan. Penambahan DARAMEND®sebagaibahan organic pendegradasi, besi bervalensi 0, dan air akan merangsang pengurangan oksigen secara biologi dan kimia, serta menghasilkan kondisi (anoksik) yang sangat kuat dalam matriks tanah. Teknologi ini sudah banyak digunakan untuk mem-bioremediasi tanah yang tercemar pestisida toxafen, HCB, DDT dan juga kontaminan lainnya, tapi tidak bisa digunakan untuk mengolah ataumenghancurkan senyawa PCB, dioksin, dan furan. Teknologi ini juga bisa digunakan secara in-situ dan ex-situ.

Gambar Lahan yang sedang dilakukan Proses Bioremediation Menggunakan proses DARAMEND®

6. Teknologi fitoteknologi untuk bioremediasi POPs menggunakan bakteri pada akar tanaman untuk mendegradasi, menstabilkan atau bahkan menghancurkan senyawa POPs yang terkandung dalam air tanah dan juga dalam tanah. Namun sejauh ini, teknologi ini baru berkembang sejauh pilot plant. Adapun mekanisme teknologi ini dijelaskan sebagai berikut :

  1. Memperluas dan meningkatkan kemampuan bio-degradasi senyawa polutan dalam tanah sekitar akar tanaman
  2. Phytovolatilization (transfer senyawa polutan menuju udara melalui proses respirasi tumbuhan)
  3. Phytoextraction atau phytoaccumulation yaitu dengan menyerap senyawa dengan proses absorpsi oleh akar tanaman lalu mentranslokasikannya menuju daun atau bagian akar
  4. Phytostabilization, yaitu produksi senyawa kimia oleh tanaman untuk melumpuhkan kontaminan pada antarmuka akar dan tanah
  5. Kendali hidrolik, penggunaan pohon untuk mencegah dan mentranspirasikan sejumlah besar air tanah atau air permukaan untuk control
  6. Evapotranspiration, penggunaan kemampuan tanaman untuk menangkap air hujan untuk mencegah infiltrasi dan mengambil dan menghilangkan volume yang signifikan dari air setelah memasuki bawah permukaan untuk meminimalkan perkolasi ke dalam limbah yang terkandung.

Gambar Contoh Site yang menggunakan teknologi Tanaman untuk bioremediasi

Views: 196807