.: DDT (DICHLORO - DIPHENYL - TRICHLOROETHANE) :.
DDT senyawa merupakan kepanjangan dari Dichoro Diphenyl Trichlorethane (DDT) diproduksi dengan menyampurkan chloralhydrate dengan chlorobenzene (Tarumingkeng).
Sifat kimiawi dan fisik DDT
Senyawa yang terdiri atas bentuk-bentuk isomer dari 1,1,1-trichloro-2,2-bis-(p-chlorophenyl) ethane yang secara awam disebut juga Dichoro Diphenyl Trichlorethane (DDT) diproduksi dengan menyam¬purkan chloralhydrate dengan chlorobenzene.
Gambar 1. Rumus struktur dan molekul DDT
DDT-teknis terdiri atas campuran tiga bentuk isomer DDT (65-80% p,p'-DDT, 15-21% o,p'-DDT, dan 0-4% o,o'-DDT, dan dalam jumlah yang kecil sebagai pencemar juga terkandung DDE [1,1-dichloro-2,2- bis(p-chlorophenyl) ethylene] dan DDD [1,1-dichloro-2,2-bis(p-chlorophenyl) ethane]. DDT-teknis ini berupa tepung kristal putih tak berasa dan tak berbau. Daya larutnya sangat tinggi dalam lemak dan sebagian besar pelarut organik, tak larut dalam air, tahan terhadap asam keras dan tahan oksidasi terhasap asam permanganat.
Sejarah penggunaan DDT
DDT pertama kali buat oleh Zeidler XE "Zeidler" pada tahun 1873 tapi sifat insekti¬sidanya baru ditemukan oleh Dr Paul Mueller XE "Dr Paul Mueller" pada tahun 1939. Penggunaan DDT menjadi sangat terkenal selama Perang Dunia II, terutama untuk penanggulangan penyakit malaria, tifus dan berbagai penyakit lain yang ditularkan oleh nyamuk, lalat dan kutu. Di India, pada tahun 1960 kematian oleh malaria mencapai 500.000 orang turun menjadi 1000 orang pada tahun 1970. WHO memperkirakan bahwa DDT selama Perang Dunia II telah menyelamatkan sekitar 25 juta jiwa terutama dari ancaman malaria dan tifus, sehingga Paul Mueller dianugerahi hadiah Nobel dalam ilmu kedokteran dan fisiologi pada tahun 1948(Tarumingkeng).
Buku Silently Spring tahun 1962 menyebutkan bahwa DDT membahayakan satwa liar, lingkungan, bahkan kesehatan manusia. Buku tersebut adalah buku penjualan terbaik yang meluncurkan gerakan lingkungan modern di Amerika Serikat. DDT menjadi target utama gerakan anti pestisida.Pada tahun 1967 sekelompok ilmuan dan pengacara mendirikan Enviromental Defense Fund (EDF) untuk memenagkan pelarangan penggunaan DDT. Namun, sampai saat ini DDT masih digunakan.
Bahaya Penggunaan DDT
Bahan racun DDT sangat persisten (tahan lama, berpuluh-puluh tahun, bahkan mungkin sampai 100 tahun atau lebih), bertahan dalam lingkungan hidup sambil meracuni ekosistem tanpa dapat didegradasi secara fisik maupun biologis, sehingga kini dan di masa mendatang kita masih terus mewaspadai akibat-akibat buruk yang diduga dapat ditimbulkan oleh keracunan DDT . Pengaruh buruk DDT terhadap lingkungan sudah mulai tampak sejak awal penggunaannya pada tahun 1940-an, dengan menurunnya populasi burung elang sampai hampir punah di Amerika Serikat. Dari pengamatan ternyata elang terkontaminasi DDT dari makanannya (terutama ikan sebagai mangsanya) yang tercemar DDT. DDT menyebabkan cang¬kang telur elang menjadi sangat rapuh sehingga rusak jika dieram.
Dua sifat buruk yang menyebabkan DDT sangat berbahaya terhadap lingkungan hidup adalah:
Karena sifatnya yang stabil dan persisten, DDT bertahan sangat lama di dalam tanah; bahkan DDT dapat terikat dengan bahan organik dalam partikel tanah.
Dalam ilmu lingkungan DDT termasuk dalam urutan ke 3 dari polutan organik yang persisten (Persistent Organic Pollutants, POP), yang memiliki sifat-sifat berikut:
Mekanisme pencemaran DDT
Mekanisme pencemaran dari DDT masih dalam perdebatan, walaupun komponen kimia ini sudah dibuat sejak tahun 1874. Tetapi pada dasarnya pengaruh racunnya terfokus pada neurotoksin dan pada otak. Saraf sensorik dan serabut saraf motorik serta kortek motorik adalah merupakan target toksisitas tersebut. Dilain pihak bila terjadi efek keracunan perubahan patologiknya tidaklah nyata. Bila seseorang menelan DDT sekitar 10mg/Kg akan dapat menyebabkan keracunan, hal tersebut terjadi dalam waktu beberapa jam. Perkiraan LD50 untuk manusia adalah 300-500 mg/Kg.
Akibat lain dari penggunaan DDT, banyak binatang dalam mata rantai makanan yang panjang akan terkena dampaknya. Proses mata rantai makanan dari satu hewan ke hewan lain yang mengakumulasi zat DDT akan ikut tercemar zat DTT, termasuk pada manusia. DDT yang telah masuk ke dalam tubuh kemudian larut dalam lemak, terakumulasi sepanjang waktu hingga mengakibatkan efek negatif.
Penggunaan DDT berdampak pada pembesaran biologis pada organisme sehingga dapat merusak jaringan tubuh setiap makhluk hidup yang secara perlahan dapat menyebabkan penyakit kanker, dapat menimbulkan otot kejang hingga kelumpuhan, serta dapat menghambat proses pengapuran dinding telur pada hewan bertelur yang mengakibatkan telur itu tidak dapat menetas.
Di Amerika Serikat, DDT masih terdapat dalam tanah, air dan udara: kandungan DDT dalam tanah berkisar sekitar 0.18 sampai 5.86 parts per million (ppm), sedangkan sampel udara menunjukkan kandungan DDT 0.00001 sampai 1.56 microgram per meter kubik udara (ug/m3), dan di perairan (danau) kandungan DDT dan DDE pada taraf 0.001 microgram per liter (ug/L). Gejala keracunan akut pada manusia adalah paraestesia, tremor, sakit kepala, keletihan dan muntah. Efek keracunan kronis DDT adalah kerusakan sel-sel hati, ginjal, sistem saraf, system imunitas dan sistem reproduksi. Efek keracunan kronis pada unggas sangat jelas antara lain terjadinya penipisan cangkang telur dan demaskulinisasi
DDT dihentikan penggunaannya sejak tahun 1972, tetapi penggunaannya masih berlangsung sampai beberapa tahun kemudian, bahkan sampai sekarang residu DDT masih dapat terdeteksi. Sejak tidak digunakan lagi (1973) kandungan DDT dalam tanaman semakin menurun. Pada tahun 1981 rata-rata DDT dalam bahan makanan yang termakan oleh manusia adalah 32-6 mg/kg/hari, terbanyak dari umbi-umbian dan dedaunan. DDT ditemukan juga dalam daging, ikan dan unggas.
Organisasi Kesehatan Dunia memperkirakan bahwa 2.5 juta orang tewas setiap tahun akibat malaria dan ini kian terjadi di berbagai belahan dunia. Namun karena DDT begitu efektif dalam mengontrol nyamuk penyebab malaria, banyak ahli berpikir bahwa insektisida menyelamatkan lebih banyak jiwa dibandingkan bahan kimia lainnya. Kimiawan berharap untuk mengembangkan suatu insektisida yang efektif namun ramah lingkungan, dimana senyawa ini akan mudah terdegradasi.
Gambar 2. Mekanisme Pencemaran DDT
Upaya pengurangan DDT
Beberapa cara untuk mengurangi penggunaan DDT yang diharapkan dapat mengurangi dampak negative DDT terhadap lingkungan adalah sebagai berikut :
Potensi DDT sebagai penyebab kanker payudara
Menurut pengamatan tim yang diketuai oleh Jean-Pierre Bourguignon dari University of Liege, Belgia, anak-anak imigran dari berbagai negara berkembang mempunyai kemungkinan 80 kali lebih besar untuk memasuki masa puber dalam usia yang sangat muda. Selain itu, juga ditemukan bahwa tiga perempat di antara remaja ini mempunyai derivatif kimia DDT yang kadarnya sangat tinggi dalam darah.
Penyebab pubertas dini ini ialah bahwa bahan kimia DDT sendiri, DDT mempunyai efek yang mirip dengan hormon estrogen. Hormon ini diketahui sangat berperan dalam mengatur perkembangan seks wanita. Anak-anak remaja dalam studi yang muncul dalam majalah New Scientist ini mulai mengalami pertumbuhan payudara pada usia delapan tahun. Sedangkan masa haid mereka mulai muncul sebelum memasuki usia 10 tahun. Tim ini menemukan bahwa anak-anak imigran yang datang ke negara-negara Eropa lainnya juga lebih cenderung mengalami masa puber dini. Mereka yakin, ini tidak mungkin terjadi akibat konsumsi makanan yang lebih bergizi.
Peneliti ini mengetahuinya setelah melakukan tes berbagai jenis pestisida dalam darah anak-anak tersebut. Ternyata, sebanyak 21 orang dari 26 anak-anak imigran yang mengalami pubertas dini mempunyai kadar DDE yang sangat tinggi dalam darahnya. Sebagai perbandingan, zat kimia ini hanya ditemukan dalam darah dua orang dari 15 anak-anak asli Belgia.
Sejauh ini, masalah-masalah kronis yang timbul akibat DDT adalah kanker dan gangguan reproduksi. Zat kimia ini dapat merusak sel dan juga sistem endokrin. Substansi yang sangat mengganggu ini masuk ke tubuh manusia biasanya lewat makanan yang dikonsumsi.
Karena itu, para pakar makin diyakinkan bahwa kecurigaan terhadap kemungkinan gangguan pestisida terhadap hormon seks adalah benar. Efeknya pun sangat merugikan dalam jangka panjang. Mereka pun mendesak agar dilakukan pelarangan terhadap setiap pestisida yang dapat mengganggu hormon.
Di Uni Eropa dan Amerika Serikat sendiri, penggunaan DDT telah dilarang sejak puluhan tahun lalu. Namun, zat kimia ini masih saja digunakan di negara-negara yang sedang berkembang, termasuk Indonesia. Terutama, pestisida ini dipakai untuk membasmi malaria.
Sebenarnya, studi ini hanya mempertegas efek negatif DDT terhadap hormon wanita. Sebuah studi pernah dilakukan selama tiga tahun di Amerika Serikat 20 tahun lalu terhadap ibu-ibu hamil. Ternyata, kandungan DDT yang sangat tinggi dalam darah dan air susu ibu-ibu ini menyebabkan anak-anak mereka lebih cepat dewasa secara seksual.
Gambar/Foto Produk
Berikut ini adalah gambar atau foto produk mengandung DDT yang ada di pasaran.
Gambar 3. Foto Produk Mengandung DDT di Pasaran
Gambar 4. Iklan Penggunaan DDT
Bahan Alternatif sebagai Pengganti DDT
Bahan pestisida alami merupakan bahan alami yang berasal dari tumbuhan dan dapat dimanfaatkan sebagai pestisida. Yang dapat dimanfaatkan sebagai bahan tersebut diantaranya adalah tumbuhan beracun dan berbau tajam.
1. Kecubung
Klasifikasi ilmiah:
Kecubung adalah tumbuhan penghasil bahan obat-obatan yang telah dikenal sejak ribuan tahun. Sebagai anggota suku Solanaceae, tumbuhan ini masih sekerabat dengan datura, tumbuhan hias dengan bunga berbentuk terompet yang besar. Kecubung biasanya berbunga putih dan atau ungu, namun hibridanya berbunga aneka warna.
Rasanya pahit, pedas, sifatnya hangat, beracun (toksik), masuk meridian jantung, paru dan limpa. Kecubung berkhasiat antiasmatik, antibatuk (antitusif), antirematik, penghilang nyeri (analgesik), afrodisiak dan pemati rasa (anestetik).
Kecubung mengandung 0.3-0.4 % alkaloid (sekitar 85 % skopolamin dan 15 % hyoscyamine), hycoscin dan atropin (tergantung pada varietas, lokasi dan musim). Zat aktifnya dapat menimbulkan halusinasi bagi pemakainya. Jika alkaloid kecubung diisolasi maka akan terdeteksi adanya senyawa methyl crystalline yang mempunyai efek relaksasi pada otot gerak. Kecubung termasuk bahan beracun terutama bijinya, mengandung alkaloid yang berefek halusinogen. Dengan demikian dapat dijadikan sebagai pestisida
2. Lempuyang
Klasifikasi ilmiah :
Lempuyang meupakan bahan alami yang sering digunakan sebagai obat demam, asam urat, dan obat sakit perut oleh masyarakat tradisional. Cirri khas dari lempuyang adalah mengandung bau yang menyengat sehingga membuat kepala pusing dan mual. Sehingga sangat cocok digunakan sebagai pestisida untuk membasmi seranga.
Tumbuhan ini memiliki ciri khas yang bau yang sangat tajam dan berasa pahit, sehingga dapat dimanfaatkan sebagai pestisida.
Daftar Pustaka